Share

Bab 4

Author: Suci Komala
last update Last Updated: 2024-10-19 13:51:36

Alana sudah sadarkan diri setelah Kevin memanggil seorang dokter.

Hanya saja ia tampak murung. Ketika baby Alina menangis, Alana justru ikut menangis. Jangankan menyentuh, menyusui saja Alana tidak mau. Sikap Alana tentu saja membuat Kevin sedih sekaligus bingung. Belum lagi Liana dan Ilana yang tadinya meminta ditemani tidur justru ikut menangis melihat kondisi Alana.

Melihat gelagat Alana, Dokter menjelaskan bahwa istri Kevin itu terkena baby blues syndrom. Awalnya Kevin tidak percaya karena Alina bukan anak pertama. Nyatanya, baby blues syndrom tidak hanya menimpa kepada ibu baru saja. Hal ini bisa menimpa kepada ibu yang sudah melahirkan beberapa anak juga, bahkan tidak mengenal usia. Semua dipicu karena banyak hal. Salah satu diantaranya karena perubahan hormon yang signifikan setelah melahirkan, pikiran, lingkungan sekitar yang membuat seorang ibu tertekan dan tidak percaya diri.

"Istirahat yang cukup, berpikir positif. Dan yang paling penting adalah dukungan suami dan keluarga. Harap memahami saja. Emosi ibu setelah melahirkan itu naik-turun," tutur sang dokter.

Kevin mengangguk. "Baik, Dokter, terima kasih."

Dokter itu pun berpamitan pulang.

Kevin memilih menitipkan Liana dan Ilana terlebih dahulu kepada Sumi sebelum akhirnya ia menidurkan Alina dan membujuk Alana.

Untung saja Alina kembali tertidur walaupun tanpa minum ASI. Kevin naik ke atas ranjang dan duduk di samping menghadap Alana. Tangannya meraih kedua tangan Alana, lalu berkata, "Sayang, apa yang kamu rasakan? Katakanlah!"

Alana menghambur ke dalam pelukan Kevin. "Aku takut!"

Kevin membalas pelukan. Pria itu kembali meyakinkan istrinya jika apa yang Yuni pinta tidak akan terkabul.

Kevin menghela napas. Kehadiran Yuni di kediamannya bukan memambah kebahagiaan, tetapi justru menciptakan benang kusut dalam rumah tangganya. Tidak mungkin juga baginya untuk meminta Yuni pergi dari rumahnya. Kevin tidan ingin menjadi anak durhaka.

Alana sudah terlihat tenang bersamaan dengan ponsel Kevin yang berdering. Kevin lekas meraih benda pipih itu di atas nakas dan menerima panggilan.

"Ada apa, Mas?" tanya Alana sesaat Kevin mematikan teleponnya.

"Dari kantor, Sayang."

"Tumben, ada apa?"

"Ada masalah. Dan Mas diminta ke sana."

"Ya, sudah, tunggu apa lagi?"

Kevin menggeleng. "Mas mau temani kamu saja."

"Aku udah ngrasa baikan, kok. Sana, kasian orang-orang nungguin Mas, loh."

"Beneran kamu baik-baik aja?" Kevin memastikan. Ia tidak mau kejadian tadi terulang. Atau kalau-kalau Yuni masuk kamar dan membuat Alana kembali merasa tertekan.

Setelah mendapat jawaban yang pasti dari Alana, Kevin pun pergi. Sebelumnya ia meminta Sumi untuk menemani setelah Liana dan Ilana tidur.

***

Di kantor, kedatangan Kevin disambut oleh manager dan staff marketing yang sedang berkumpul.

"Kenapa bisa terjadi?" tanya Kevin yang seketika memecah kerumunan.

"Begini, Pak ... sebelum kami transfer, kami pastikan terlebih dahulu alamat e-mailnya dan hasilnya sama. Hanya saja di e-mail pertama, supplier tidak mencantumkan nomor rekening. Di e-mail kedua'lah mereka kirim. Kami tidak menaruh curiga sama sekali. Ketika kami kirim data ke pihak bank ternyata nomor rekeningnya berbeda dengan nomor sebelumnya. Kami segera hubungi pihak bank, tapi ternyata sudah terlanjur ditransfer," tutur sang manager.

Kevin memijat keningnya yang seketika terasa berdenyut. Bagaimana tidak? Uang lima milyar yang di dapat dari pinjaman bank dan beberapa investor yang ia gunakan sebagai modal produksi seperti pembelian bahan baku kain dan beberapa unit mesin jahit dalam sekejap hilang.

"Kenapa bisa ceroboh, hah?! Bukannya sudah lama bekerja dengan ayahku? Pengalamanmu sudah menuntun sampai posisimu sekrang. Jadi, seharusnya kamu bisa mengendus hal ini sedari awal, Pak Toni!"

"Ma-maaf, Pak."

"Adakan meeting sekarang!" lanjut Kevin, lalu pergi ke ruangannya.

Di ruangan, Kevin membuka brankas. Di sana ada beberapa dokumen penting perusahaan dan tiga buku tabungan milik putri-putrinya yang sengaja ia buat untuk masa depan sang putri. Kevin akan menggunakannya untuk menutupi hutang kepada supplier.

Setelah Toni memberitahu jika rapat siap dilaksanakan, Kevin bergegas ke sana.

Dalam meetingnya, Toni mengungkap jika data pihak supplier ada yang meretas. Oleh karenanya, Kevin meminta kepada Toni agar pihak tersebut memberinya keringanan dengan membayar hutang dengan cara mencicil.

"Pastikan mereka mengerti posisi kita dan menyetujui. Untuk mesin, minta kepada mereka untuk merubah sistem dari beli menjadi sewa!"

"Baik, Pak. Saya akan usahakan," kata Toni.

Kevin mengalihkan pandangannya kepada tim payroll. "Semua gaji sudah turun?"

"Sudah, Pak."

"Kalau begitu, babat habis karyawan kontrak. Kecuali kalau mereka mau bekerja sebagai harian lepas, silakan.

Mengerti?"

Namun, keputusan Kevin mengenai karyawan menuai protes. Perdebatan pun terjadi.

***

Malam menjelang.

Alana baru saja menyusui Alina. Liana dan Ilana pun sudah terlelap di kamarnya masing-masing.

Kini, Alana bolak-balik melatih diri untuk berjalan, melatih ketahanan tubuhnya pasca operasi sambil sesekali melihat jam yang menempel di dinding.

Sudah jam sembilan malam, tetapi Kevin belum menunjukkan batang hidungnya.

Ceklek!

Pintu kamar terbuka. Alana menoleh.

Rupanya Yunia --adik Kevin, yang datang.

"Eh, Dek, kapan datang? Katanya liburan. Apa enggak jadi?"

"Minta duit!" cicit Yunia tanpa menanggapi Alana dengan sebelah tangan terulur meminta dan sebelah tangan lagi bertolak di pinggang.

Alana tersenyum samar. Sudah nyelonong masuk, tidak menjawab pertanyaannya, tidak sopan pula.

"Uang untuk apa?"

"Gak usah banyak nanya, ih!"

"Maaf, Dek, Kakak harus tahu dulu uangnya untuk apa."

"Yang jelas buat gue pakek! Gak usah bawel, deh! Duit lu duit kakak gue juga. Mana!"

Alana melongo. Kenapa sikap Yunia jadi seperti ini? Tanya itu bergelayut dalam hati Alana.

"Berapa, Dek?"

"Lima puluh juta!"

"Sebanyak itu?!" Alana terhenyak, kaget. "Maaf, tidak ada, Dek!"

Alana melangkah mundur seiring Yunia yang maju mendekat dengan tatapan nyalang.

Yunia menjambak Alana. "Cepet! Gue lagi butuh duit!"

"Aaaa, sakit, Dek, lepas!"

Terdengar suara langkah mendekat. Cengkeraman Yunia pun seketika terlepas.

"Ada apa ribut-ribut?" tanya Kevin, yang ternyata masuk bersama Yuni.

Yunia berlari ke arah Kevin dan memeluk. Sambil memegang pipi dan menangis, Yunia berkata, "Kak Alana menamparku, Kak!"

Kedua bola mata Alana membulat sempurna. Ia menggeleng cepat.

Yuni. Wanita itu menatap nyalang Alana. "Kamu liat, Kevin? Selain istrimu tidak bisa membuat Ibu bahagia, dia sudah berani menyiksa adikmu!"

Yuni menarik Yunia, memaksanya ke luar kamar menyisakan Alana dan Kevin yang saling menatap.

Alana menitikkan air mata. Dalam hati, Alana bertanya-tanya. Akankah Kevin mempercayainya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 83

    Bugh! Bogem mentah Rey berhasil melumpuhkan Kevin. Pria itu tersungkur."Kamu tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?" Rey tampak panik. Pria itu mengamati Alana dari rambut hingga ke kaki, bahkan memutar badan Alana. "Ya ampun, Kak, aku tidak apa-apa. Untung Kakak datang tepat waktu."Rey membawa Alana ke dalam pelukannya. "Syukurlah."Belum puas, Rey kembali menghampiri Kevin yang sedang berusaha berdiri. Tangan kekarnya menarik kerah Kevin dan bogem itu kembali Rey berikan. "Kau pria tak tau diri! Kau pantas mati!" seru Rey. Dalam kepayahan, Kevin mencoba melawan dan berkata, "Dia istriku! Sebaiknya kamu jangan ikut campur!"Lagi, Rey bertubi-tubi meninju wajah serta bagian perut yang membuat Kevin benar-benar ambruk tak berdaya. Pria itu babak belur dengan darah yang ke luar dari pelipis dan sudut bibir. "Sudah Kak, cukup!" Alana menarik lengan Rey. "Apa? Kamu masih peduli sama pria ini, iya?!" Rey meradang. Alana menggeleng cepat. "Tidak, bukan begitu! Bagaimana kalau Mas Kev

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 82

    Alana mengembuskan napas kasar. Memang tidak ada salah Kevin menemui putri-putrinya. Akan tetapi, Alana akan lebih menghargai jika saja Kevin bertanya dan meminta izin terlebih dahulu kepadanya. Ditambah lagi saat pagi bukanlah waktu yang tepat."Darimana dia tahu alamat ini?" tanya Rey. Alana mengerutkan kening. "Sepertinya dari Yunia."Rey hanya mengangguk saja, lalu melihat ke belakang. "Kalian tidak turun?"Liana menggeleng. Gadis itu bersilang dada sambil berkata, "Sekarang papiku hanya Om Rey."Mendengar itu membuat Rey tersenyum. Rupanya Liana begitu membenci Kevin. Ya, wajar saja. "Lalu, kamu?" tanya Rey kepada Alina. Alina yang tidak mengerti tentu saja balik bertanya. "Emangnya Om itu siapa?"Alina bertanya seperti itu tentu saja membuat Alana turut menoleh. Wanita cantik itu sangat memaklumi jika Alina tidak mengenali Kevin, karena pasalnya Alina masih sangat kecil untuk mengingat wajah Kevin. "Om itu orang jahat. Bukan siapa-siapa!" jawab Liana cepat. "Mi, suruh Ilana

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 81

    "Tunggu!" Liana berteriak sambil mengejar Rey. Pun dengan kedua adiknya. Rey menoleh. "Ada apa, hem?""Om kenapa pergi? Kan, kita belum kasih jawaban," kata Liana. Rey mengernyitkan dahinya. Bukankah sikap mereka tadi adalah jawabannya? Pikir Rey. "Jadi?" tanya Rey memastikan. "Kita mau Om Papa yang jadi Papa kita," jawab Ilana sumringah. Rey tersenyum. Akan tetapi, pria tampan itu kembali memastikan kalau saja ia salah dengar. "Coba ulangi lagi!""Kita mau Om Papa nikah sama mami!" serempak ketiganya. Rey tersenyum lebar dan memeluk mereka bergantian. "Ada apa ini? Tampaknya lagi senang. Udah dapat lotre?" tanya Alana yang baru saja datang dari arah dapur. Rey dan tiga gadis itu menoleh. Rey yang ingin membahas hal itu hanya berdua dengan Alana saja meminta calon anak tirinya itu untuk ke kamar masing-masing. Setelah memastikan ketiganya pergi, Rey menuntun Alana menuju balkon. "Ada apa, sih, Kak?""Duduk dulu!" Rey menuntun Alana untuk duduk di sofa yang ada di sana. Rey

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 80

    Suara Yunia bergetar, bahkan kedua matanya berkaca-kaca saat menceritakan bagaimana kehidupannya setelah menikah. Cerita Yunia tentu saja membuat Yuni dan Kevin sedih sekaligus sakit hati. Sang ibu dan kakaknya itu menitikkan air mata. "Ibu sangat menginginkan cucu laki-laki, kan?" tanya Yunia sambil tersenyum getir. Yuni mengangguk pelan. "I-iya, Nak. Tapi ...,""Tapi, sayangnya putraku sudah tiada," ucap Yunia cepat. Yuni terhenyak. Pun dengan Kevin."Dan Ibu tau ... siapa yang sudah menyelamatkan hidupku setelah aku dibuang ke jalanan? Siapa yang sudah menyelamatkan nyawaku? Dan siapa yang sudah membuat akal sehatku mejadi waras lagi karena perlakuan buruk suamiku dan keluarganya? Yunia menggeleng pelan. "Kak Alana, Bu ... Kak Alana!"Yunia menambahkan jika keluarga Alana sangat baik kepadanya. Ia diperlakukan seperti keluarga sendiri tanpa melihat celah dan salah yang sudah ia perbuat dahulu kepada Alana. Yuni melongo. "A-Alana? Ja-jadi berarti tadi Ibu tidak salah lihat? Or

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 79

    Semua sudah kembali ke kantor dan sedang bersiap untuk bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing, termasuk Kevin. "Apa maksudnya kamu bersikap seperti tadi?" tanya Lee. Kevin hanya menoleh sekilas, lalu menjawab, "Sorry, Sir. Saya tidak bisa konsentrasi."Lee tersenyum mencibir. "Memalukan!""Ada hubungan apa you sama Nyonya Alana?" timpal Lian. Mendengar pertanyaan Lian membuat salah seorang staf wanita menghampiri. "Iya, ada huhungan apa? Kenapa tadi berteriak memanggil orang nomor satu di perusahaan ini seperti itu? Gak takut dipecat?"Semua orang menatap Kevin dengan rasa penasaran. Kevin membalas tatapan mereka satu persatu, kemudian berdiri. Disaat yang bersamaan Alana dan Rey datang. "Sebelumnya saya minta maaf karena sikap saya sudah membuat gaduh. Itu karena ...." Kevin terdiam. "Saya salah orang. Saya pikir Nyonya Alana istri saya yang sudah lama pergi. Wajahnya mirip sekali," lanjutnya. Lian mengernyit. "Nama istri you juga sama?"Kevin tersenyum canggung. "Ah, t

  • Istri yang Tak Bisa Melahirkan Anak Laki-Laki   Bab 78

    "Ikut sama Mas!" Kevin menarik lengan Alana. Alana terhunyung. "Aww! Sakit, Mas, lepas!"Rey dengan cepat melepas tangan Kevin dan mendorongnya. Tubuh Rey yang lebih tinggi dan kekar dari Kevin tentu saja mampu membuat pria itu terjatuh. Tak cukup sampai di situ, Rey mencengkeram kerah Kevin dan menariknya menjauh dari Alana. Sikap Rey tentu saja membuat Alana terkejut. Namun, mungkin itu bentuk perlindungan, pembelaan, serta kepedulian kepadanya. Jadi, Alana memilih diam. Rupanya Rey membawa Kevin ke lorong kantor. "Dengar! Jangan lagi berani mendekati Alana!""Ada hubungan apa kau dengan istriku?!" tanya Kevin dengan napas memburu. Rey mempererat cengkeramannya. "Hahaha ... masih bermimpi rupanya. Alana sudah bahagia tanpamu, pria bodoh! Jadi, jangan lagi berani mendekati Alana atau nyawa ibu dan adikmu yang jadi taruhannya. Mengerti?!"Mendengar ancaman itu membuat kedua mata Kevin terbelalak, antara kaget dan marah. "Satu lagi .... Semua orang pasti bertanya kenapa kamu mema

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status