Share

Bab 4 : Tawaran

Author: Wii
last update Last Updated: 2023-07-06 21:15:16

Aku berjalan memasuki sebuah kafe, dimana aku dan Pak Cokro sudah membuat janji untuk bertemu. Keningku masih terasa berdenyut karena kejadian semalam. Tapi, aku sudah memeriksakan kondisiku ke rumah sakit, sebelum tiba di kafe. Aku duduk di kursi yang letaknya di sudut dan bisa melihat pemandangan luar melalui dinding yang terbuat dari kaca bening.

Kulirik jam tangan yang melingkar di tangan kiriku. Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang dan mungkin sebentar lagi Pak Cokro akan datang.

“Permisi, Mbak. Mau pesan apa?” Seorang pelayan datang menghampiriku sambil menyodorkan menu makanan dan minuman kafe tersebut.

“Saya pesan teh lemon aja, Mas,” ucapku pada pelayan itu.

“Baik. Itu saja, Mbak? Ada tambahan lain?”

“Untuk sementara itu aja, Mas,” jawabku sambil tersenyum.

“Baik. Ditunggu pesanannya ya, Mbak.”

Aku hanya menganggukkan kepala. Pelayan itu pun berlalu dari hadapanku. Dan tak lama setelah itu, orang yang ditunggu tiba. Pak Cokro datang dengan pakaian yang rapi, khas orang kantoran. Aku langsung berdiri untuk menyambutnya dengan sopan.

Kusalami tangannya, dan mempersilahkan Pak Cokro untuk duduk. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengannya. “Bapak mau pesan apa? Biar saya yang pesan.”

“Oh, nggak usah. Bapak tadi udah minum juga di kantor. Kamu aja yang pesan ya,” ujarnya.

“Kebetulan saya udah pesan, Pak.”

“Ya udah, pesan aja apa yang kamu mau. Nanti biar saya yang bayar.” Seperti biasa, dia masih bersikap baik padaku. Tidak pernah berubah sedikitpun. “Oh iya, tumben kamu ngajak saya ketemuan. Ada apa?”

Aku yang semula berani, kini mulai ragu untuk mengatakannya. Haruskah aku melibatkan Pak Cokro dalam masalahku dengan Mas Athar? Tapi, memang hanya dia yang bisa membantuku. Tidak ada yang lain. Mau tidak mau, aku harus mengatakan kelakuan buruk suamiku yang bermain api dengan Lusi.

“Ziva, kalau ada masalah, cerita aja. Saya pasti bakal bantu kamu. Kamu itu udah saya anggap sebagai cucu sendiri. Jadi, jangan pernah sungkan ya.”

Hatiku tersentuh mendengar ucapannya. Dia memang tidak pernah berubah. Aku pun mulai berkata, “Pak, sebenarnya saya lagi ada masalah sama Mas Athar.”

“Ada masalah apa? Dia ngelakuin KDRT?” Tubuh Pak Cokro langsung tegak dengan raut wajah seriusnya. “Bilang sama saya, Ziva. Biar saya hukum suami kamu itu,” lanjutnya.

“Masalahnya lebih dari itu, Pak. Selain KDRT, Mas Athar juga selingkuh sama Lusi. Mertua saya juga sering nyakitin saya, Pak. Ini buktinya.”

Aku menunjukkan luka yang sudah di perban di keningku. Kulihat ekspresi Pak Cokro yang terkejut. “Ini perbuatan dari mertua saya, Pak. Saya juga selalu dijadikan pembantu di rumah saya sendiri. Mereka selalu menjatah makanan saya. Kadang saya nggak makan apa-apa, Pak. Jujur, saya malu cerita kayak gini ke Bapak. Tapi, saya nggak tahu harus minta tolong ke siapa. Cuma Bapak yang bisa bantu saya untuk kasih pelajaran ke mereka,” lanjutku menjelaskan.

“Ya Allah. Kenapa kamu baru cerita sekarang, Ziva? Itu udah keterlaluan. Rumah itu ada karena hasil kerja keras kamu. Athar dan keluarganya itu cuma numpang. Benar-benar keterlaluan si Athar. Dia nggak ingat jasa kamu supaya derajatnya naik di mata karyawan kantor.”

Aku menunduk. Sejujurnya, aku malu menceritakan aib suami dan mertuaku pada Pak Cokro. Tapi, aku memang harus melakukan ini. Suamiku tidak ada niatan untuk memperbaiki semuanya. Jadi, untuk apa lagi aku harus bertahan dengan segala penyiksaan itu? Aku juga butuh bahagia. Hubunganku dengan Mas Athar sudah tak sehat lagi.

“Kamu tenang aja, Ziva. Saya bakal bikin derajat kamu naik lagi. Ini akan jadi pelajaran untuk suami kamu dan keluarganya. Mulai besok, kamu akan jadi CEO di perusahaan saya. Kamu yang bertugas mengurus semua permasalahan di kantor. Kebetulan, CEO yang lama sudah pensiun dan hanya posisi itu yang kosong,” ujar Pak Cokro.

Pernyataan itu tentu saja membuatku terkejut setengah mati. Semudah itukah Pak Cokro memberiku jabatan CEO di perusahaannya? Apakah tidak akan jadi masalah nantinya?

“Tapi, itu terlalu berlebihan, Pak. Saya nggak pantas terima jabatan itu,” ucapku. “Anak cucu Bapak pasti bakal marah kalau tahu soal ini.”

“Hhh! Itu nggak akan terjadi. Anak dan cucu saya itu udah punya kehidupan masing-masing. Mereka nggak mau jadi penerus perusahaan saya. Mereka mau mandiri dan nggak bergantung sama saya. Jadi, kamu nggak perlu khawatir. Saya bisa aja wariskan perusahaan itu untuk kamu. Toh, anak dan cucu saya bukan orang yang gila harta. Mereka punya passion-nya sendiri.”

Seketika, senyumku melebar. Betapa beruntungnya aku bisa mengenal Pak Cokro. Selain baik, dia juga sangat dermawan dan sederhana. Bahkan anak dan cucunya juga lebih memilih mandiri dan tidak bergantung dengan kekayaan Pak Cokro. Akan tetapi, masih ada sedikit keraguan dan rasa cemas di hatiku. Haruskah kuterima tawaran itu?

Kurasakan kibasan angin di wajahku. Ternyata itu dari tangan Pak Cokro yang berusaha menyadarkanku dari lamunan. Aku sedikit tersentak sambil tersenyum canggung.

“Jadi, gimana? Kamu mau terima tawaran dari saya?”

“Ehm, saya pikir-pikir dulu ya, Pak,” ucapku ragu.

Dia menatapku cukup serius. Aku pun merasa terintimidasi karena tatapannya. Mungkin dia kesal karena aku berkata demikian.

“Jangan terlalu lama mikirnya. Ini kesempatan bagus untuk kasih pelajaran suami kamu. Saya selalu dukung kamu, Ziva. Saya nggak mau kamu terus bertahan di dalam toxic relationship kayak gitu. Kamu harus keluar dari hubungan yang nggak sehat. Jalan kamu masih panjang. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan emas ini,” ucapnya dengan nada sedikit tegas.

“Baik, Pak. Kasih saya waktu sampai nanti malam. Akan saya hubungi Bapak kalau saya udah punya keputusan.” Akhirnya aku berkata demikian agar tidak mengecewakan beliau.

“Oke, saya tunggu,” putusnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dihargai   BONUS SCENE

    AFTERMATH PERNIKAHAN NATHAN DAN ZIVAPOV: ZIVAMalam itu, hujan turun pelan. Tidak deras, tapi cukup untuk membuat udara terasa dingin. Namun, di kamar yang kini resmi menjadi milik kami—aku dan Nathan—hangat terasa tak hanya dari selimut, tapi dari tatapan matanya yang tak berpaling sedetik pun dariku.Aku duduk di tepi ranjang, mengenakan balutan satin lembut berwarna gading yang baru saja diberikan oleh Mama tadi sore. Sederhana. Tapi Nathan menatapku seperti aku adalah bintang jatuh yang ia minta dalam doa panjangnya.Dia mendekat pelan, seakan waktu di antara kami melambat. Hanya ada detak jantungku yang tak terkendali, dan langkah Nathan yang makin dekat... dan makin dekat.Aku menunduk, malu-malu. Ini memang bukan malam pertamaku sebagai seorang istri. Malam pertamaku dulu adalah saat bersama Athar. Tapi entah kenapa, malam ini, di hadapan Nathan, aku merasa seperti daun yang baru gugur—rentan, ringan, dan siap

  • Istri yang Tak Dihargai   EPILOG

    POV: ZIVASudah satu tahun sejak aku mendengar para saksi mengucapkan kata “sah” di depan penghulu—satu kata sederhana, tapi beratnya menembus seluruh pori-pori tubuhku. Saat itu, tanganku gemetar. Hatiku belum sepenuhnya tenang. Ada perasaan ganjil yang tak bisa kujelaskan, seolah ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik hari sakral itu.Dan ternyata memang benar. Ada rencana besar yang disembunyikan dari mataku. Sebuah perangkap yang diam-diam dipasang oleh Nathan dan Ryan, demi melindungiku dari masa lalu yang masih berkeliaran di sekitar kami. Hari itu bukan hanya hari pernikahan kami. Tapi juga hari perhitungan—dan Nathan... memasang tubuhnya sendiri sebagai tameng.Ia menyembunyikan semuanya dariku bukan karena tak percaya. Tapi justru karena terlalu percaya bahwa aku berhak mendapatkan hari yang damai, tanpa rasa takut, tanpa teror. Ia menanggung semuanya sendiri. Menghalau gelap, agar aku bisa menyambut cahaya.

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 56 Akad dan Perangkap

    POV: AUTHORLangit Jakarta siang itu nyaris pecah. Mendung pekat menggantung seolah bersiap menumpahkan segalanya—hujan, dan mungkin takdir.Di dalam ruangan akad yang telah disiapkan sederhana namun khidmat, Ziva duduk anggun di sisi kanan ruangan, mengenakan gamis putih dengan kerudung satin lembut yang jatuh ke bahunya. Wajahnya tenang, tapi jantungnya berdetak tak karuan. Hari ini, ia akan menjadi istri Nathan. Resmi. Sah. Tapi entah kenapa, perasaannya bercampur. Bukan ragu. Tapi seakan... ada yang belum selesai.Sementara Nathan duduk tak jauh darinya, bersama Eric, para saksi, dan petugas KUA. Dan di balik jubah putih Nathan, ada rompi hitam kecil tersembunyi—rompi pelindung. Di telinganya, terpasang earpiece kecil. Sedangkan Ryan sudah siaga, bersama dua orang lain yang menyamar sebagai tamu undangan di sisi pintu masuk.Waktu menunjukkan pukul 14.07 saat suara penghulu memulai akad.“Aku nikahkan dan kawi

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 55 Ada Rencana Dibalik Akad

    POV: AUTHORLangkah Nathan terhenti sejenak di teras rumah keluarganya—rumah tempat ia tumbuh, dan kini akan menjadi saksi langkah barunya bersama Ziva. Dari balik jendela ruang tamu, ia melihat orang tuanya sedang sibuk berbincang dengan seorang petugas dari KUA. Pembicaraan serius tampak berlangsung, namun sorot wajah mereka jauh lebih tenang dari sebelumnya.Tapi ada hal lain yang jauh lebih penting dari sekadar akad.“Jadi semuanya udah lo atur?” suara Nathan merendah, berbicara melalui ponsel yang ditempelkan ke telinganya. Ia melangkah ke sudut halaman, memastikan tidak ada yang mendengar.‘Udah, Nat. Semuanya udah beres. Kemarin, gue udah siapin dua orang dari tim gue buat ngikutin Gina. Kamera pengawas di sekitar lokasi akad juga udah dipantau. Kalau dia muncul, gue sama tim gue bakal langsung amanin dia. Dan lo yakin Ziva nggak tahu sama sekali soal rencana ini, kan?’ jawab Ryan di seberang, nadanya tegas.Nathan mengangguk kecil, meski Ryan tak bisa melihat. “Dia nggak tahu.

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 54 Langkah di Tengah Badai

    POV: NATHANTiga hari. Itu waktu yang kupunya untuk mengubah hidupku dan hidup Ziva. Kami akan menikah dan tak akan ada batasan untuk melindungnya. Aku tak sanggup melihat Ziva terus menderita. Dulu, dia menderita karena mantan suaminya, dan sekarang tak akan kubiarkan dia menderita karena mantan tunanganku.Aku meminta Papa untuk mengurus semuanya, dan sudah mulai dilakukan olehnya dengan mengurus dokumen pelengkap. Mama juga menghubungi penghulu dan beberapa orang penting untuk memastikan kami bisa menikah secepat itu—tanpa hambatan birokrasi. Semuanya bergerak cepat. Hampir terlalu cepat.Tapi aku tidak menyesal. Karena sementara Papa dan Mama sibuk mempersiapkan pernikahan kami, aku sibuk memikirkan satu hal lain: tentang Gina.Aku tahu dia tidak akan terima dengan pernikahan ini. Dan aku memang sengaja mengambil keputusan ini bertujuan untuk memancing Gina agar semakin berbuat nekat.‘Lo harus bisa tangkap Gina, Nat,’ ucap Ryan di ujung telepon. ‘Jangan sampai Ziva ngalamin hal y

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 53 Percepat Pernikahan

    POV: AUTHORSuara ponsel Ziva kembali bergetar. Kali ini dari nomor asing lain. Sudah yang keempat hari ini. Tangan Ziva gemetar saat membuka pesan singkat itu.‘Jangan pikir lo aman cuma karena tinggal di rumah orang tuanya Nathan. Gue bisa datang kapan aja, dan lo nggak akan tahu dari arah mana.’Napasnya memburu. Mata Ziva menatap ke arah jendela kamar tamu yang tertutup tirai rapat. Tapi perasaan tidak aman itu terus menyelusup ke seluruh tubuhnya. Seperti ada mata-mata yang mengawasinya dari balik kegelapan.Ziva buru-buru mengunci kembali pintu kamarnya, lalu menyandarkan tubuh ke tembok, berusaha menenangkan diri.Tok. Tok. Tok.Suara ketukan di pintu membuat Ziva nyaris melompat. Tapi suara pelan dan lembut Nathan menyusul dari luar."Ziva... ini aku. Boleh masuk?"Butuh beberapa detik sampai akhirnya Ziva membuka pintu. Wajahnya pucat, dan matanya masih menyimpan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status