Home / Romansa / Istri yang Tak Dihargai / Bab 3 : Ribut dengan Ibu Mertua

Share

Bab 3 : Ribut dengan Ibu Mertua

Author: Wii
last update Last Updated: 2023-06-27 19:31:34

Prang! Tanpa disengaja, aku menjatuhkan gelas ketika sedang mencuci piring. Tanganku memang gemetar sejak tadi karena belum makan. Aku lapar, namun aku tidak diizinkan makan oleh suami dan mertuaku, sebelum aku menyelesaikan pekerjaan rumah. Ditambah lagi masalah tadi saat aku memergoki chat mesra Mas Athar dengan Lusi. Mereka malah melarangku untuk makan sampai besok.

Tentu saja aku tidak kuat jika harus menunggu sampai besok. Aku butuh makan sekarang, namun mereka selalu mengawasiku di dapur. Sampai akhirnya, aku memecahkan gelas karena tanganku yang sudah gemetar.

Kurasakan tarikan kuat di rambutku dari arah belakang. Aku memekik kesakitan dan melihat ternyata itu Ibu mertuaku. Kurang ajar sekali dia menarik rambutku seperti ini.

“Kamu itu kalau kerja yang bener! Jangan bisanya cuma ngerusakin barang!” teriaknya tepat di dekat telingaku. “Kamu sengaja kan pecahin gelas supaya dapat perhatian dari Athar?! Cih! Menjijikkan. Kamu itu cuma gembel, dan burik! Nggak usah sok cari perhatian segala! Sadar diri kamu!”

Aku berusaha untuk menahan air mata dan bersabar sampai besok. Tapi rasanya, aku sudah tidak kuat lagi untuk bersabar. Semakin didiamkan, mereka semakin berbuat seenaknya padaku. Haruskah kubalas mereka sekarang juga? Tapi, aku belum punya tenaga untuk membalas mereka. Aku perlu asupan nasi agar tubuhku kuat.

“Beresin pecahan gelas ini sekarang juga! Dan kamu harus ganti rugi karena harga gelas ini mahal!”

Sontak aku mendecih mendengar penuturannya. Semua perabotan di rumah ini milikku. Aku membelinya dari hasil kerja kerasku. Jika aku memecahkan gelas itu, kenapa harus ganti rugi? Toh gelas itu aku yang membelinya dan harganya juga biasa saja. Tidak mahal seperti yang Ibu mertuaku katakan. Terlalu berlebihan sekali orang tua satu ini.

Dengan posisi kepala yang masih mendongak karena tarikan di rambutku belum dilepas, aku pun berkata, “Maaf ya, Ma. Semua perabotan di rumah ini aku yang beli. Bukan kalian. Jadi, kalau aku pecahkan gelas, bukan berarti aku harus ganti rugi atas barang yang kubeli sendiri. Toh gelas ini harganya nggak mahal. Nggak usah terlalu lebay deh, Ma.”

Bruk! Ibu mertuaku geram dan menghantamkan kepalaku ke atas tempat cucian piring, hingga aku merasakan sakit yang luar biasa. Kurasakan aliran darah mengalir di keningku.

“Berani banget kamu lawan perintahku ya! Di sini yang berkuasa itu aku! Jadi, kamu harus nurut!”

Aku masih bisa mendengar dengan jelas teriakannya. Aku tidak pingsan. Hanya saja, aku sedikit pusing karena benturan di kepalaku.

Aku melepas paksa tangan Ibu mertuaku dari rambutku, lalu mencengkramnya dengan erat. Entah dapat kekuatan dari mana. Yang jelas, aku sudah tidak tahan dengan perlakuan buruknya. Dia meronta sambil berteriak memanggil Mas Athar. Aku tahu dia sedang akting agar Mas Athar memarahiku. Tapi, aku tidak peduli.

“Athar, tolong Mama!”

“Ada apa, Ma?” Mas Athar dengan ekspresi panik. Kemudian, ia melotot saat melihat tanganku sedang mencengkram tangan Ibunya. “Lepasin tangan Mama!” teriaknya.

Aku menyeringai, lalu melepaskannya dengan kasar. Setelah itu, aku berkata, “Itu masih belum seberapa sakitnya dibanding sakit yang ada di kepalaku ini, Ma. Mama yang memulai pertengkaran. Mama juga yang memulai penganiayaan. Bisa aja aku ke kantor polisi sekarang untuk buat aduan kekerasan di rumah ini karena ada buktinya.”

“Oh, harusnya aku pergi sekarang aja, sebelum pelakunya bener-bener kabur,” sindirku lagi.

Seketika wajah Ibu mertuaku berubah menjadi pucat. Dia memang tidak bisa mengelak jika aku melaporkan kekerasan ini ke kantor polisi. Jika polisi butuh bukti, aku bisa mengambil rekaman cctv rahasia yang memang tidak diketahui oleh mereka. Aku siap untuk membawa kasus ini ke jalur hukum.

“Kamu jangan nuduh sembarangan ya, Ziva! Mama nggak mungkin ngelakuin itu sama kamu!” Mas Athar membentakku.

“Iya, bener tuh. Mama nggak mungkin ngelakuin itu.”

Ah, ternyata Ibu mertuaku ini pandai bersilat lidah juga. Aku pun lantas tersenyum sinis dan berkata, “Maling kalau ngaku, penjara bakal penuh, Mas. Sama halnya kayak yang dilakukan Mama kamu sama aku. Aku nggak takut bawa kasus ini ke jalur hukum. Aku bisa tunjukin buktinya di pengadilan. Siap-siap aja dapat hukuman yang pantas atas tindakan kekerasan yang jelas-jelas disengaja.”

Kulihat Mas Athar langsung menatap Ibunya. Bisa kupastikan Mas Athar mulai mempercayai ucapanku. Sementara ekspresi Ibunya sudah menggambarkan bahwa dia sedang ketakutan dengan ancamanku.

“Ma, jawab yang jujur. Beneran Mama yang bikin dia luka?” tanya Mas Athar dengan nada serius.

“Iya, Athar. Tapi Mama ngelakuin itu karena omongan dia nyakitin hati Mama. Makanya refleks Mama hantamkan kepalanya ke tempat cucian piring sampai luka.”

Mas Athar tampak frustrasi. Dia menyugar rambutnya ke belakang, lalu berkata padaku, “Ziva, tolong maafin Mama. Jangan buat laporan ke polisi. Ini masih bisa dibicarain baik-baik.”

“Oh, sorry, Mas. Kejahatan tetap kejahatan. Mama harus tanggung akibatnya supaya nggak semena-mena sama aku. Permisi.”

Aku melenggang pergi begitu saja. Sementara Mas Athar terus memanggilku. Namun, aku mengabaikannya. Aku harus segera mengobati lukaku. Mungkin besok aku akan ke rumah sakit untuk memeriksa lukaku ini.

“Itu cuma gertakan sementara, dan nyali kalian langsung ciut. Gimana kalau aku beneran laporin kalian? Mungkin kalian bakal kena serangan jantung,” gumamku pelan ketika masuk ke dalam kamar, dengan sudut bibir yang menyeringai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dihargai   BONUS SCENE

    AFTERMATH PERNIKAHAN NATHAN DAN ZIVAPOV: ZIVAMalam itu, hujan turun pelan. Tidak deras, tapi cukup untuk membuat udara terasa dingin. Namun, di kamar yang kini resmi menjadi milik kami—aku dan Nathan—hangat terasa tak hanya dari selimut, tapi dari tatapan matanya yang tak berpaling sedetik pun dariku.Aku duduk di tepi ranjang, mengenakan balutan satin lembut berwarna gading yang baru saja diberikan oleh Mama tadi sore. Sederhana. Tapi Nathan menatapku seperti aku adalah bintang jatuh yang ia minta dalam doa panjangnya.Dia mendekat pelan, seakan waktu di antara kami melambat. Hanya ada detak jantungku yang tak terkendali, dan langkah Nathan yang makin dekat... dan makin dekat.Aku menunduk, malu-malu. Ini memang bukan malam pertamaku sebagai seorang istri. Malam pertamaku dulu adalah saat bersama Athar. Tapi entah kenapa, malam ini, di hadapan Nathan, aku merasa seperti daun yang baru gugur—rentan, ringan, dan siap

  • Istri yang Tak Dihargai   EPILOG

    POV: ZIVASudah satu tahun sejak aku mendengar para saksi mengucapkan kata “sah” di depan penghulu—satu kata sederhana, tapi beratnya menembus seluruh pori-pori tubuhku. Saat itu, tanganku gemetar. Hatiku belum sepenuhnya tenang. Ada perasaan ganjil yang tak bisa kujelaskan, seolah ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik hari sakral itu.Dan ternyata memang benar. Ada rencana besar yang disembunyikan dari mataku. Sebuah perangkap yang diam-diam dipasang oleh Nathan dan Ryan, demi melindungiku dari masa lalu yang masih berkeliaran di sekitar kami. Hari itu bukan hanya hari pernikahan kami. Tapi juga hari perhitungan—dan Nathan... memasang tubuhnya sendiri sebagai tameng.Ia menyembunyikan semuanya dariku bukan karena tak percaya. Tapi justru karena terlalu percaya bahwa aku berhak mendapatkan hari yang damai, tanpa rasa takut, tanpa teror. Ia menanggung semuanya sendiri. Menghalau gelap, agar aku bisa menyambut cahaya.

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 56 Akad dan Perangkap

    POV: AUTHORLangit Jakarta siang itu nyaris pecah. Mendung pekat menggantung seolah bersiap menumpahkan segalanya—hujan, dan mungkin takdir.Di dalam ruangan akad yang telah disiapkan sederhana namun khidmat, Ziva duduk anggun di sisi kanan ruangan, mengenakan gamis putih dengan kerudung satin lembut yang jatuh ke bahunya. Wajahnya tenang, tapi jantungnya berdetak tak karuan. Hari ini, ia akan menjadi istri Nathan. Resmi. Sah. Tapi entah kenapa, perasaannya bercampur. Bukan ragu. Tapi seakan... ada yang belum selesai.Sementara Nathan duduk tak jauh darinya, bersama Eric, para saksi, dan petugas KUA. Dan di balik jubah putih Nathan, ada rompi hitam kecil tersembunyi—rompi pelindung. Di telinganya, terpasang earpiece kecil. Sedangkan Ryan sudah siaga, bersama dua orang lain yang menyamar sebagai tamu undangan di sisi pintu masuk.Waktu menunjukkan pukul 14.07 saat suara penghulu memulai akad.“Aku nikahkan dan kawi

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 55 Ada Rencana Dibalik Akad

    POV: AUTHORLangkah Nathan terhenti sejenak di teras rumah keluarganya—rumah tempat ia tumbuh, dan kini akan menjadi saksi langkah barunya bersama Ziva. Dari balik jendela ruang tamu, ia melihat orang tuanya sedang sibuk berbincang dengan seorang petugas dari KUA. Pembicaraan serius tampak berlangsung, namun sorot wajah mereka jauh lebih tenang dari sebelumnya.Tapi ada hal lain yang jauh lebih penting dari sekadar akad.“Jadi semuanya udah lo atur?” suara Nathan merendah, berbicara melalui ponsel yang ditempelkan ke telinganya. Ia melangkah ke sudut halaman, memastikan tidak ada yang mendengar.‘Udah, Nat. Semuanya udah beres. Kemarin, gue udah siapin dua orang dari tim gue buat ngikutin Gina. Kamera pengawas di sekitar lokasi akad juga udah dipantau. Kalau dia muncul, gue sama tim gue bakal langsung amanin dia. Dan lo yakin Ziva nggak tahu sama sekali soal rencana ini, kan?’ jawab Ryan di seberang, nadanya tegas.Nathan mengangguk kecil, meski Ryan tak bisa melihat. “Dia nggak tahu.

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 54 Langkah di Tengah Badai

    POV: NATHANTiga hari. Itu waktu yang kupunya untuk mengubah hidupku dan hidup Ziva. Kami akan menikah dan tak akan ada batasan untuk melindungnya. Aku tak sanggup melihat Ziva terus menderita. Dulu, dia menderita karena mantan suaminya, dan sekarang tak akan kubiarkan dia menderita karena mantan tunanganku.Aku meminta Papa untuk mengurus semuanya, dan sudah mulai dilakukan olehnya dengan mengurus dokumen pelengkap. Mama juga menghubungi penghulu dan beberapa orang penting untuk memastikan kami bisa menikah secepat itu—tanpa hambatan birokrasi. Semuanya bergerak cepat. Hampir terlalu cepat.Tapi aku tidak menyesal. Karena sementara Papa dan Mama sibuk mempersiapkan pernikahan kami, aku sibuk memikirkan satu hal lain: tentang Gina.Aku tahu dia tidak akan terima dengan pernikahan ini. Dan aku memang sengaja mengambil keputusan ini bertujuan untuk memancing Gina agar semakin berbuat nekat.‘Lo harus bisa tangkap Gina, Nat,’ ucap Ryan di ujung telepon. ‘Jangan sampai Ziva ngalamin hal y

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 53 Percepat Pernikahan

    POV: AUTHORSuara ponsel Ziva kembali bergetar. Kali ini dari nomor asing lain. Sudah yang keempat hari ini. Tangan Ziva gemetar saat membuka pesan singkat itu.‘Jangan pikir lo aman cuma karena tinggal di rumah orang tuanya Nathan. Gue bisa datang kapan aja, dan lo nggak akan tahu dari arah mana.’Napasnya memburu. Mata Ziva menatap ke arah jendela kamar tamu yang tertutup tirai rapat. Tapi perasaan tidak aman itu terus menyelusup ke seluruh tubuhnya. Seperti ada mata-mata yang mengawasinya dari balik kegelapan.Ziva buru-buru mengunci kembali pintu kamarnya, lalu menyandarkan tubuh ke tembok, berusaha menenangkan diri.Tok. Tok. Tok.Suara ketukan di pintu membuat Ziva nyaris melompat. Tapi suara pelan dan lembut Nathan menyusul dari luar."Ziva... ini aku. Boleh masuk?"Butuh beberapa detik sampai akhirnya Ziva membuka pintu. Wajahnya pucat, dan matanya masih menyimpan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status