Home / Romansa / Istri yang Tak Dihargai / Bab 5 : Suami dan Ipar yang Tak Tahu Diri

Share

Bab 5 : Suami dan Ipar yang Tak Tahu Diri

Author: Wii
last update Last Updated: 2023-07-06 22:14:31

Menjelang maghrib, aku baru tiba di rumah karena aku memilih menyendiri di taman untuk waktu yang cukup lama, setelah pertemuanku dengan Pak Cokro tadi. Hal itu pula yang menyebabkan aku pulang terlambat. Aku tahu, suamiku dan keluarganya pasti kesal atas keterlambatanku ini. Bisa dilihat berapa banyak panggilan masuk dan pesan singkat di ponselku.

Aku mendecih saat memeriksa ponsel di perjalanan tadi. Tanpa adanya aku di rumah, mereka semua akan kelaparan. Rumah pasti sudah sangat berantakan. Rania dan Ibu mertuaku tidak tahu bersih-bersih sama sekali. Padahal sebelumnya mereka bukan dari keluarga kaya.

“ZIVA, DARI MANA AJA KAMU?!”

Hhh! Sungguh, teriakan Mas Athar sangat memekakan telinga. Aku mendengus pelan sambil menatapnya dengan datar. Kuperhatikan penampilannya kali ini yang tampak acak-acakan. Tidak terlihat rapi seperti biasanya. Wajahnya juga kelihatan stres dan tertekan. Mungkinkah Pak Cokro sempat menegurnya tadi?

“KALAU SUAMI NANYA ITU DIJAWAB!”

Aku mendecak kesal. “Aku habis keluar, ada urusan. Nggak usah pakai teriak-teriak. Aku nggak tuli, Mas.”

“Lancang kamu ya sekarang! Udah berani keluar tanpa izin suami! Kamu itu harusnya di rumah aja, beresin rumah sama siapin makanan! Bukan malah keluyuran nggak jelas!” teriaknya lagi sampai membuatku kesal sendiri. “Kamu jangan coba-coba nyuruh Mama sama Rania beresin rumah ya! Mereka bukan pembantu!”

“CUKUP, MAS!”

Aku menjeda kalimatku untuk beberapa saat. Berusaha menetralkan gemuruh yang ada di hatiku. “Kamu bisa bilang Mama sama Rania bukan pembantu. Tapi, kamu perlakuin istri kamu sendiri layaknya pembantu, Mas. Harusnya kamu sadar itu!” ucapku.

“Kamu itu istriku! Wajar kalau kamu berbakti sama aku dan keluargaku! Itu cara yang pantas untuk balas budi ke suami!”

Aku mendecih. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu. Memang benar, istri harus berbakti pada suami. Tetapi, bukan berarti aku harus melayani mereka layaknya pembantu. Semua pekerjaan rumah dibebankan padaku. Bahkan Ibu mertuaku sendiri saja menyebutku sebagai pembantu di depan para tetanggaku.

Saat masih sibuk dengan pikiranku, kurasakan kepalaku seperti ditoyor oleh seseorang. Aku menoleh ke arah samping kiri, dan ternyata yang melakukan itu adalah suami dari adik iparku, Rania. Sialan!

“Heh, Mbak! Kamu itu harus nurut sama Mas Athar. Dia udah kerja keras supaya kamu bisa makan. Masa disuruh beresin rumah sama masak aja perhitungan. Jadi istri itu harus cekatan. Jangan menye-menye,” ucap Nino, suaminya Rania.

“Dengerin tuh kata-kata Nino,” sahut Mas Athar. “Jadi istri kok menye-menye. Nggak usah berharap dijadikan ratu di rumah ini. Kamu itu cuma gembel. Bentar lagi posisi kamu bakal diganti sama Lusi.”

Aku menatap dua pria itu dengan sinis. “Kita lihat aja nanti, siapa yang bakal jadi gembel beneran. Aku kasih saran nih buat kalian berdua, jangan terlalu percaya diri jadi manusia. Karena kalau udah jatuh, sakitnya bukan main. Permisi.”

“Ziva!”

Aku mengabaikan panggilan Mas Athar. Aku terus melenggang pergi menuju kamar. Dan sesampainya di kamar, aku mengunci pintu dan mulai duduk di lantai dekat nakas. Aku menangis untuk kesekian kalinya.

“Jahat banget kamu, Mas. Dasar suami berengsek!” Aku berteriak sendiri untuk melampiaskan kekesalanku pada Mas Athar dan keluarganya. “Punya adik ipar juga nggak tahu diri!”

Drrtt! Saat masih sibuk menangis, ponselku berdering. Ada panggilan masuk dari Pak Cokro. Aku langsung menghapus air mataku dan mengatur suaraku agar terdengar normal. Kuterima panggilan tersebut dengan hati-hati.

“Halo, assalamualaikum, Pak,” ucapku.

‘Waalaikumsalam. Kamu udah di rumah?’ Itu pertanyaan yang sering diajukan Pak Cokro, sejak aku kerja dengannya.

“Alhamdulillah udah, Pak,” jawabku.

‘Alhamdulillah. Udah punya keputusan belum soal tawaran saya tadi?’

Aku menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Mungkin memang benar yang dikatakan Pak Cokro. Ini adalah kesempatan emas. Tidak boleh kusia-siakan. Aku harus bergerak cepat jika ingin membalaskan dendamku pada Mas Athar dan keluarganya.

Dengan mengucap bismillah, aku pun berkata, “Bismillah. Saya mau terima tawaran Bapak. Bapak benar, saya nggak boleh lewatkan kesempatan ini.”

‘Syukurlah. Kalau gitu, besok pagi kamu harus udah tiba di kantor. Jangan sampai terlambat karena akan ada perkenalan lagi nantinya. Saya juga mau lihat gimana reaksi suami kamu itu.’

“Baik, Pak. Saya pastikan besok nggak akan telat,” ucapku penuh semangat. Aku benar-benar bersemangat sekali sekarang. Aku harus menghilangkan rasa sedihku dan fokus untuk mengejar karir yang sempat tertunda.

‘Oke. Saya akan kirim sopir pribadi dan mobil untuk kamu. Harus diterima dan jangan pernah sungkan terima bantuan dari saya.’

“Masya Allah, makasih banyak ya, Pak,” ucapku takjub.

‘Iya, Ziva. Ya udah, kamu istirahat. Besok pagi, mobil sama sopir pribadi udah stay di depan rumah kamu. Saya tutup dulu ya. Assalamualaikum.’

“Baik, Pak. Waalaikumsalam.”

Bip! Panggilan pun berakhir. Aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan salat maghrib.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dihargai   BONUS SCENE

    AFTERMATH PERNIKAHAN NATHAN DAN ZIVAPOV: ZIVAMalam itu, hujan turun pelan. Tidak deras, tapi cukup untuk membuat udara terasa dingin. Namun, di kamar yang kini resmi menjadi milik kami—aku dan Nathan—hangat terasa tak hanya dari selimut, tapi dari tatapan matanya yang tak berpaling sedetik pun dariku.Aku duduk di tepi ranjang, mengenakan balutan satin lembut berwarna gading yang baru saja diberikan oleh Mama tadi sore. Sederhana. Tapi Nathan menatapku seperti aku adalah bintang jatuh yang ia minta dalam doa panjangnya.Dia mendekat pelan, seakan waktu di antara kami melambat. Hanya ada detak jantungku yang tak terkendali, dan langkah Nathan yang makin dekat... dan makin dekat.Aku menunduk, malu-malu. Ini memang bukan malam pertamaku sebagai seorang istri. Malam pertamaku dulu adalah saat bersama Athar. Tapi entah kenapa, malam ini, di hadapan Nathan, aku merasa seperti daun yang baru gugur—rentan, ringan, dan siap

  • Istri yang Tak Dihargai   EPILOG

    POV: ZIVASudah satu tahun sejak aku mendengar para saksi mengucapkan kata “sah” di depan penghulu—satu kata sederhana, tapi beratnya menembus seluruh pori-pori tubuhku. Saat itu, tanganku gemetar. Hatiku belum sepenuhnya tenang. Ada perasaan ganjil yang tak bisa kujelaskan, seolah ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik hari sakral itu.Dan ternyata memang benar. Ada rencana besar yang disembunyikan dari mataku. Sebuah perangkap yang diam-diam dipasang oleh Nathan dan Ryan, demi melindungiku dari masa lalu yang masih berkeliaran di sekitar kami. Hari itu bukan hanya hari pernikahan kami. Tapi juga hari perhitungan—dan Nathan... memasang tubuhnya sendiri sebagai tameng.Ia menyembunyikan semuanya dariku bukan karena tak percaya. Tapi justru karena terlalu percaya bahwa aku berhak mendapatkan hari yang damai, tanpa rasa takut, tanpa teror. Ia menanggung semuanya sendiri. Menghalau gelap, agar aku bisa menyambut cahaya.

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 56 Akad dan Perangkap

    POV: AUTHORLangit Jakarta siang itu nyaris pecah. Mendung pekat menggantung seolah bersiap menumpahkan segalanya—hujan, dan mungkin takdir.Di dalam ruangan akad yang telah disiapkan sederhana namun khidmat, Ziva duduk anggun di sisi kanan ruangan, mengenakan gamis putih dengan kerudung satin lembut yang jatuh ke bahunya. Wajahnya tenang, tapi jantungnya berdetak tak karuan. Hari ini, ia akan menjadi istri Nathan. Resmi. Sah. Tapi entah kenapa, perasaannya bercampur. Bukan ragu. Tapi seakan... ada yang belum selesai.Sementara Nathan duduk tak jauh darinya, bersama Eric, para saksi, dan petugas KUA. Dan di balik jubah putih Nathan, ada rompi hitam kecil tersembunyi—rompi pelindung. Di telinganya, terpasang earpiece kecil. Sedangkan Ryan sudah siaga, bersama dua orang lain yang menyamar sebagai tamu undangan di sisi pintu masuk.Waktu menunjukkan pukul 14.07 saat suara penghulu memulai akad.“Aku nikahkan dan kawi

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 55 Ada Rencana Dibalik Akad

    POV: AUTHORLangkah Nathan terhenti sejenak di teras rumah keluarganya—rumah tempat ia tumbuh, dan kini akan menjadi saksi langkah barunya bersama Ziva. Dari balik jendela ruang tamu, ia melihat orang tuanya sedang sibuk berbincang dengan seorang petugas dari KUA. Pembicaraan serius tampak berlangsung, namun sorot wajah mereka jauh lebih tenang dari sebelumnya.Tapi ada hal lain yang jauh lebih penting dari sekadar akad.“Jadi semuanya udah lo atur?” suara Nathan merendah, berbicara melalui ponsel yang ditempelkan ke telinganya. Ia melangkah ke sudut halaman, memastikan tidak ada yang mendengar.‘Udah, Nat. Semuanya udah beres. Kemarin, gue udah siapin dua orang dari tim gue buat ngikutin Gina. Kamera pengawas di sekitar lokasi akad juga udah dipantau. Kalau dia muncul, gue sama tim gue bakal langsung amanin dia. Dan lo yakin Ziva nggak tahu sama sekali soal rencana ini, kan?’ jawab Ryan di seberang, nadanya tegas.Nathan mengangguk kecil, meski Ryan tak bisa melihat. “Dia nggak tahu.

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 54 Langkah di Tengah Badai

    POV: NATHANTiga hari. Itu waktu yang kupunya untuk mengubah hidupku dan hidup Ziva. Kami akan menikah dan tak akan ada batasan untuk melindungnya. Aku tak sanggup melihat Ziva terus menderita. Dulu, dia menderita karena mantan suaminya, dan sekarang tak akan kubiarkan dia menderita karena mantan tunanganku.Aku meminta Papa untuk mengurus semuanya, dan sudah mulai dilakukan olehnya dengan mengurus dokumen pelengkap. Mama juga menghubungi penghulu dan beberapa orang penting untuk memastikan kami bisa menikah secepat itu—tanpa hambatan birokrasi. Semuanya bergerak cepat. Hampir terlalu cepat.Tapi aku tidak menyesal. Karena sementara Papa dan Mama sibuk mempersiapkan pernikahan kami, aku sibuk memikirkan satu hal lain: tentang Gina.Aku tahu dia tidak akan terima dengan pernikahan ini. Dan aku memang sengaja mengambil keputusan ini bertujuan untuk memancing Gina agar semakin berbuat nekat.‘Lo harus bisa tangkap Gina, Nat,’ ucap Ryan di ujung telepon. ‘Jangan sampai Ziva ngalamin hal y

  • Istri yang Tak Dihargai   Bab 53 Percepat Pernikahan

    POV: AUTHORSuara ponsel Ziva kembali bergetar. Kali ini dari nomor asing lain. Sudah yang keempat hari ini. Tangan Ziva gemetar saat membuka pesan singkat itu.‘Jangan pikir lo aman cuma karena tinggal di rumah orang tuanya Nathan. Gue bisa datang kapan aja, dan lo nggak akan tahu dari arah mana.’Napasnya memburu. Mata Ziva menatap ke arah jendela kamar tamu yang tertutup tirai rapat. Tapi perasaan tidak aman itu terus menyelusup ke seluruh tubuhnya. Seperti ada mata-mata yang mengawasinya dari balik kegelapan.Ziva buru-buru mengunci kembali pintu kamarnya, lalu menyandarkan tubuh ke tembok, berusaha menenangkan diri.Tok. Tok. Tok.Suara ketukan di pintu membuat Ziva nyaris melompat. Tapi suara pelan dan lembut Nathan menyusul dari luar."Ziva... ini aku. Boleh masuk?"Butuh beberapa detik sampai akhirnya Ziva membuka pintu. Wajahnya pucat, dan matanya masih menyimpan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status