Share

Cemburu?

Author: Alverna
last update Huling Na-update: 2025-10-01 14:31:33

"Kamu tuli, ya? Saya bilang Americano!" suara dingin itu kembali terdengar, membuat Aira spontan langsung mengangguk dan berjalan ke arah meja barista untuk membuatkan pesanan.

Gavin menatap Aira yang terlihat gemetar, sesekali mencuri pandang padanya.

Senyum tipis terukir di wajah dinginnya, hanya sekilas, karena merasa lucu melihat kegugupan Aira.

"Satu Americano, sudah siap," kata Aira dengan wajah menunduk dan tangan gemetar. Namun Gavin tidak segera menyambut minuman itu, membuat Aira kembali mengangkat wajahnya. Ia menautkan kening, apakah ia salah membuat minuman?

Gavin menyilangkan tangan, menatap Aira dengan angkuh. "Siapa bilang satu? Saya belum selesai bicara, kamu sudah pergi. Saya mau tiga puluh!" katanya, membuat Aira terbelalak. Tadinya ia hampir bersyukur Gavin akhirnya mau berbicara padanya, tapi begitu mendengar betapa menyebalkannya pria itu, rasa syukurnya langsung lenyap.

"Ba-baiklah, tunggu sebentar saya memanggil teman," jawab Aira sambil ingin beranjak ke belakang. Namun suara Gavin kembali menginterupsi.

"Saya maunya kamu sendiri yang membuat. Gak pakai lama, cepetan!" ketus Gavin, membuat Aira mematung dengan bibir terbuka.

Dengan gerakan cepat ia kembali ke meja bar, menyiapkan gelas dan mulai membuat minuman yang Gavin pinta.

Mungkin bagi Aira tidak ada yang lebih mendebarkan daripada tatapan Gavin yang terus mengawasinya sejak tadi. Setelah beberapa hari tak pulang ke rumah, mengapa suaminya itu tiba-tiba muncul dan berbicara padanya?

Apa yang merasukinya? Atau Gavin sudah tahu kebenaran bahwa Aira tidak terlibat dalam kasus meninggalnya Lyra? Karena memang selama sebulan terakhir, Aira beberapa kali dipanggil polisi sebagai saksi, dan mungkin saja pihak berwenang sudah menemukan pelaku yang sebenarnya.

Gavin mendekat. Entah apa maksudnya, tapi itu malah membuat Aira gugup. 

"Jadi begini kerjaan kamu di sini, tebar pesona dan merayu para lelaki?"

Hampir saja rahang Aira terjatuh saking kagetnya. 

Merayu para lelaki? Dari tadi ia berdiri di depan kasir, mana ada lelaki lain yang menghampiri selain Gavin. Ah! Jadi maksud Gavin adalah Pak Raihan?

"Aku tidak begitu, mana ada merayu lelaki," jawab Aira membela diri, sementara Gavin hanya menyunggingkan senyum sinis.

"Hampir berciuman dan saling usap kepala, wah ... romantis sekali," ucap Gavin dengan nada mengejek.

Memang sejak awal masuk, Gavin sudah memperhatikan Aira. Ia baru tahu kalau istrinya itu bekerja di restoran yang cukup dekat dengan kantornya. Beberapa hari tak bertemu, banyak kejadian yang membuat Gavin sedikit mengubah pandangannya tentang Aira.

Banyak hal yang dikatakan Detektif kepadanya mengenai Aira. Tentang gadis itu yang hanya tinggal bersama nenek sejak kecil dan sering diperlakukan tidak adil. Sedikit banyak membuat Gavin iba. Sangat berbeda dengan Lyra yang tumbuh dengan kasih sayang penuh dari kedua orangtua mereka.

Gavin ingin menggali lebih dalam tentang Aira—agar ia bisa menemukan siapa pembunuh Lyra sebenarnya.

"Itu tadi dia memeriksa kepalaku, dia tidak menciumku!" bela Aira, bahkan kali ini ia menyibakkan rambutnya, memperlihatkan luka di kepalanya untuk membuktikan bahwa ia berkata jujur.

Untuk pertama kalinya Gavin melihat luka Aira. Selama ini ia terlalu acuh pada istrinya itu. Jahitan yang panjang membuatnya sadar bahwa luka itu cukup parah. Benar kata Ronny, sang detektif, tidak mungkin Aira dalam keadaan sadar saat kejadian itu.

"Jadi ... dia kekasihmu?"

Ada nada tidak suka dalam suara Gavin. Ia teringat kata-kata sang detektif. Jangan-jangan pria itu adalah kekasih Aira sekaligus pelakunya.

Aira kembali menggeleng. Boro-boro punya kekasih, hidupnya saja sudah susah. Ia bahkan tak ingin menyakiti perasaan siapapun dengan kesibukannya mencari uang.

Tunggu. Aira merasa suara Gavin barusan terdengar marah. Apa dia cemburu?

"Siapa yang berciuman?" Andin tiba-tiba muncul, memotong pembicaraan. Bahkan matanya langsung berbinar saat melihat Gavin di hadapannya.

Ia kembali melancarkan aksinya. Dadanya dibusungkan, pinggulnya sengaja digerakkan ke belakang agar terlihat seksi. Gayanya dibuat seanggun mungkin.

Astaga. Aira sampai menutup mata, sungguh malu memiliki teman seperti Andin.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Andin dengan suara sengaja dilembut-lembutkan.

Melihat tingkah Andin yang kegatelan, Gavin justru bergidik ngeri. Bukannya terpesona, ia malah merasa tidak suka.

"Tidak. Saya sedang berbicara dengan temanmu," ujar Gavin dingin, membuat Andin memajukan bibirnya. 

Belum sempat bertarung, ia sudah kalah duluan. Tapi bukan Andin namanya kalau menyerah begitu saja. Dia akan mengeluarkan semua jurus untuk memikat lelaki incarannya.

Memang, Aira jauh lebih cantik.Aira dengan tinggi badan bak model, bulu mata lentik, hidung mancung, serta mata hitam pekat yang sayu. Ditambah bibir mungil merah merona meski tanpa polesan lipstik. Banyak teman Andin yang mendekatinya hanya untuk meminta nomor Aira. Dan sekarang, lelaki setampan Gavin bila disandingkan dengan Aira, sungguh pasangan yang serasi.

"Dia sudah menikah. Mending sama saya saja, saya hebat di ranjang, loh," ucap Andin genit sambil mengedipkan matanya, membuat Gavin mengangkat sebelah alis.

"Kalau temanmu… apa dia juga hebat di ranjang?"

"Uhuk!" 

Aira sampai tersedak salivanya sendiri. Gadis itu spontan menatap Gavin yang balik menatapnya dengan ekspresi kaku, seolah tidak pernah mengucapkan apa-apa.

Andin melirik Aira dengan kesal. Dia yang merayu, tapi yang dilirik malah Aira.

"Hebat! Mau di bawah, di atas, jungkir balik, putar-putar… saya yang ajarin," kata Andin dengan bangga. Ucapan itu membuat wajah Aira semakin memerah seperti kepiting rebus.

Dasar gadis tidak tahu malu! Urusan ranjang pun diumbar-umbar. Padahal kenyataannya, para lelaki selalu kabur darinya.

Gavin menyunggingkan senyum sinis, yang sialnya justru membuatnya terlihat semakin tampan.

"Kalau begitu, nanti saya coba."

"Uhuk! Uhuk!" Aira kembali tersedak, kali ini oleh minuman yang baru saja diteguknya. Ia merasa kepanasan mendengar pembicaraan Andin dan Gavin.

"Coba saya atau teman saya nih? Beneran, Mas? Mau unboxing saya? Kita ke Hotel A habis pulang kerja. Saya akan tunjukkan gaya-gaya yang bikin Mas ketagihan," kata Andin bersemangat, matanya berbinar seperti baru dapat durian runtuh. Namun Gavin tetap tidak menanggapi. Lelaki itu malah menatap Aira yang sejak tadi sibuk membuat minuman dengan wajah serius.

Sepertinya, Gavin justru sedang menggoda Aira.

"Ajak juga temanmu beserta kekasihnya.”

Aira meringis. Baru kali ini ia sadar, Gavin ternyata bisa banyak bicara. Dua bulan lebih menikah, baru kali ini suaminya itu benar-benar menanggapi dirinya, bukan hanya diam atau mengabaikan.

"Sayangnya, itu tidak mungkin," balas Andin, lalu mendekatkan wajahnya ke arah Gavin. Ia sempat melirik Aira sekilas, kemudian berbisik pelan.

“Mas gak bisa ngalahin suaminya, katanya suaminya lebih hot di ranj4ng.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri yang Terabaikan   Meminta Izin

    Selama satu bulan terkurung di apartemen, ia benar-benar merasa bosan, apalagi hanya ditemani Mbok Inah.Ia terbiasa bekerja keras, terbiasa mengurus semuanya sendiri. Tiba-tiba harus diam di rumah berbulan-bulan membuat kepalanya penuh dan dadanya sesak oleh rasa jenuh yang menumpuk.Tapi Gavin melarangnya.Tanpa izin Gavin, Aira bahkan tak diperbolehkan keluar. Ia memilih menurut daripada membuat lelaki itu marah dan berujung pada hukuman yang membuat Aira merinding.Kemarin ia melanggar larangan Gavin dan hampir berakhir ciu man panas.Namun, selama satu bulan itu pula, Gavin berubah begitu manis. Ia terus menghubunginya, memberitahu di mana ia berada, apa yang ia lakukan. Aira sampai merasa mereka seperti sepasang kekasih yang menjalani LDR.“Memangnya diizinkan sama Tuan?” tanya Mbok Inah sambil menata gurame asam manis ke atas piring, lalu meletakkannya di meja. Beberapa potong ayam goreng turut disajikan. “Mau makan nasi atau lauknya saja?” tanyanya lagi saat hendak mengambil

  • Istri yang Terabaikan   LDR

    Gavin yang mendengar meradang. Pagi-pagi emosinya dibuat naik oleh Elvand.“Apa yang barusan lo bilang?”“Tuh, nyatanya juga tuli. Sini, cepat! Takut ngamuk,” kata Elvand masih tidak peduli pada Gavin. Bahkan ia menyuruh Aira agar beralih padanya.Aira yang mendengar langsung terkekeh, bahkan hampir tertawa nyaring.“Lo mau gue bunuh?” kata Gavin tajam. Tatapannya dingin, menusuk.Elvand langsung menatap balik, tak kalah panas.“Santai, Bro. Cuma bercanda kok. Biar pagi-pagi nggak tegang,” katanya nyengir, puas karena berhasil memancing emosi Gavin.“Lagian hidup tuh jangan terlalu kaku. Santai dikit… biar nggak cepat tua,” lanjutnya. “Nanti Aira malah beralih cari brondong. Iya, kan, Aira? Nggak masalah banget kalau berondongnya yang paling dekat. Misalnya… gue,” ujarnya sambil mengedipkan mata ke arah Aira.Tangan Gavin langsung mengepal.“Ayo pulang. Ngapain buang waktu ngobrol sama keledai bodoh? Takut kebagian bego,” katanya dingin, sengaja menekankan kata itu. Menurut Gavin, Elv

  • Istri yang Terabaikan   Anggap Sebagai Hukuman

    Sekali lagi kecupan mendarat, kali ini di bibir Aira, walau hanya sekilas namun cukup membuat Aira membatu di tempat.“Oke. Satu kali kamu memanggil aku dengan sebutan Tuan, berarti kamu sengaja meminta aku untuk menyentuhmu. Anggap itu sebagai hukuman karena terus menggodaku,” kata Gavin memberi peringatan. Tapi lebih tepatnya mencari kesempatan.Dan membuat milikku terasa ngilu, batin Gavin melanjutkan kata-katanya.Aira masih mematung. Kali ini ia benar-benar harus mengingat untuk berhenti memanggil Gavin dengan sebutan Tuan. Ia merasa seperti perempuan murahan, seolah sengaja meminta untuk disentuh, padahal ia baru saja diperingatkan, namun tetap saja mengulanginya lagi dan lagi.Hening kembali menyelimuti mereka.Sepertinya Aira takut pada ancaman Gavin.“Kamu ingin mandi lebih dulu?” tanya Gavin akhirnya, memecah keheningan. “Sepertinya kita harus pulang. Aku tidak mau bertemu dengan ‘mereka’ di meja makan, karena aku yakin Eyang Mandala akan mengumpulkan kita lagi. Masalah mala

  • Istri yang Terabaikan   Hasrat yang Tertahan

    Gavin bangun dengan mata yang berkantung. Setelah hampir semalaman tidak bisa tidur karena hasratnya terus meronta ingin diberi jatah, lelaki itu baru bisa terlelap sekitar jam empat subuh.Matanya mengerjap beberapa kali saat mencoba membiasakan diri dengan cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden yang sedikit terbuka.Ah … sudah jam enam pagi rupanya.Gavin merasa pergelangan tangannya sedikit kebas, karena posisi Aira masih tidur menindih lengan itu.Dengan lembut Gavin mengangkat kepala Aira dan mengganjalnya dengan bantal untuk menggantikan tangannya.Aira yang masih nyenyak dalam mimpi tampak begitu damai, bahkan bunyi dengkuran halus pun terdengar.Kali ini Gavin tidak mendengar igauan apa pun dari Aira. Biasanya wanita itu selalu tidur dengan wajah cemas, lalu saat sudah nyenyak akan mengigau hingga menangis.Senyenyak itu dia tidur, seolah tak peduli Gavin yang sedang berusaha mengatur detak jantungnya yang menggila dan rasa panas yang menjalar ke seluruh tubuh karena

  • Istri yang Terabaikan   Aku Menginginkanmu...

    Gavin menoleh. Tanpa sadar ia tertawa, membayangkan Aira yang lembut itu menampar ibu tirinya, rasanya membuatnya lucu. Melukai hewan saja Aira tak tega, bagaimana bisa menampar penyihir.Tapi ia mengangguk sambil menimpali candaan Aira.“Bolak-balik, kalau perlu. Kalau bisa kamu ikut hajar juga tadi.”Aira ikut tersenyum dan melanjutkan, “Kalau perlu, biar aku saja yang maju. Biar Eyang Mandala percaya padamu.”Kali ini Gavin terdiam. Aira benar. Ia tidak menyangka sang Eyang justru berpihak pada Ayahnya.Mungkin Eyang Mandala mulai membuka hati untuk memaafkan Ayahnya, begitu pun Neneknya yang terang-terangan mengundang keluarga mereka. Padahal mereka semua tahu Gavin masih sangat membenci mereka.Tangan Aira terulur, menyentuh pipi Gavin yang masih tampak merah bekas tamparan Adimas. Gavin membeku begitu saja oleh sentuhan itu.Aira mengusapnya lembut, seakan dengan sentuhan itu rasa sakit di pipi Gavin akan hilang tanpa sisa.Gavin menatap mata Aira lekat-lekat, lalu tersenyum. Ta

  • Istri yang Terabaikan   Aku Di sini...

    Aira mencoba mengangkat wajahnya untuk melihat Gavin, tetapi ketika ia ingin merenggangkan pelukan, Gavin justru menahannya erat.“Jangan pergi… kumohon,” suara Gavin pecah dan serak, membuat Aira terdiam.Untuk pertama kalinya, Aira melihat Gavin benar-benar jatuh. Sosok yang selama ini tampak tegar dan tak tersentuh itu tampak hancur di pelukannya. Luka lama yang kembali terkoyak dengan kedatangan keluarga yang merusak masa kecilnya— ternyata masih menyisakan sakit yang begitu dalam.“Tidak apa-apa, aku di sini bersama kamu,” bisik Aira lembut.Ia menepuk-nepuk punggung Gavin, merasakan bagaimana dada lelaki itu naik turun tak teratur, sementara aroma maskulin suaminya perlahan menenangkan dirinya sendiri.Mendengar kata-kata Aira, Gavin semakin menenggelamkan wajahnya di lekuk lehernya, seakan mencari tempat berlindung terakhir yang ia punya. Getar di tubuhnya perlahan mereda. Aira bisa merasakan Gavin menarik napas panjang sebelum akhirnya merenggangkan pelukan mereka.Gavin men

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status