"SHIT!"Umpatan dalam bahasa asing itu lolos dari bibir Gamma, begitu ia menapaki kamar pribadinya. Pria itu lantas melemparkan jasnya ke tempat tidur secara sembarang dan membuka kancing kemejanya menuju kamar mandi. Tangannya buru-buru menyambar Keran cartridge berbahan stainless steel itu, menarik pengatupnya dan membiarkan air mengalir dari sana. lalu kedua tangan kekarnya menangkup air dan membasuh wajahnya beberapa kali. Gamma lantas menatap pantulan dirinya di cermin yang berukuran kurang lebih dua meter itu. Tangannya meremas udara bersamaan dengan matanya yang terpejam Sempurna. "ARGH! SHIT!" Sejurus kemudian lelaki itu melayangkan hantaman cukup keras pada sebuah kabinet berlapis marmer di hadapannya.Rahang pria itu mengatup rapat. Membiarkan nyeri menyelimuti buku-buku jarinya."Apa yang kau lakukan hari ini, Gamma?!" Pria itu meremas rambutnya sendiri melampiaskan kekesalan yang datang terlambat itu.
Begitu pintu lift terbuka, Serra melangkahkan kakinya dengan ragu ketika Memasuki koridor sebuah gedung bangunan setinggi 20 lantai itu. Wanita itu mengedarkan pandangan mencari sebuah ruangan yang akan ia gunakan untuk kegiatan cooking class pagi ini. seperti yang tertera pada undangan yang Bian kirimkan kemarin sore.Ruang Lotus 3, Grand Serela Hotel.Detik berikutnya ia menemukan beberapa orang telah berkumpul di depan sebuah ruangan. Mereka menggunakan baju dengan warna yang sama, seperti panitia acara pada umumnya. Serra kemudian berjalan mendekat ke arah para panitia berseragam hitam itu. Lalu menanyakan apakah benar ruangan itu yang digunakan untuk para peserta cooking class dan para panitia itu membenarkan dugaan Serra.Dari kejauhan juga terlihat Bian sedang membawa sebuah papan dan beberapa lembar kertas yang terlihat menumpuk di hadapannya. Pria itu sibuk menuliskan sesuatu, sesekali juga berkomunikasi melalui handy talky yang di pegangnya.Ah, pria itu sedang berkutat denga
Api yang membesar itu telah dipadamkan dengan APAR ( Alat Pemadam Api Ringan). Tangan Gamma meremas udara kuat-kuat begitu melihat Bian menyiramkan air dingin pada tangan Serra. Selanjutnya memberikan gel lidah buaya pada bagian tangan yang memerah itu. Tidak mengapa, tetapi yang menjadi masalah adalah Pria bernama Bian itu berdiri di belakang Serra seolah-olah sedang memeluk istrinya dari Belakang. Sontak Gamma melangkahkan kakinya lebar-lebar seraya menarik Serra dari pria itu.Tindakan Gamma jelas membuat kedua mata Bian terbuka lebar juga Serra yang hampir kehilangan jantungnya karena terkejut. "Aw! Gamma!" Pekik perempuan itu saat Gamma meraih lengan Serra. Hanya butuh satu hentakan Serra sudah berada dalam rengkuhannya. Gamma lantas melingkarkan tangan pada pinggang ramping itu posesif seakan memberikan peringatan kepada Bian bahwa Serra adalah miliknya."Kita ke rumah sakit!" ujar Gamma dengan nada datarnya. Tetapi Serra menggelengkan kepalanya.
"Sialan! Aku pikir kau yang sekarat dan dilarikan ke rumah sakit." William menaruh sebuah map merah yang ia bawa di meja yang terletak di hadapan Gamma.Pria itu baru saja datang ke ruangan Gamma dan atasannya itu juga baru saja tiba di kantornya. Setelah semua urusan selesai ia menyempatkan diri untuk pergi ke kantor sebentar. Walau dirinya kini benaknya dibayangi dengan pertanyaan "Apakah Serra baik-baik saja?" Sebenarnya pria itu tak mau meninggalkan Serra sendirian dalam rumahnya selepas kejadian yang membuat jantungnya hampir mencuat keluar. "Lalu bagaimana keadaan istrimu, apakah lukanya parah?" tanya William kembali.Gamma lantas menganggukkan kepalanya. "Dia sudah baik.""Kau yang membawa Serra ke rumah sakit?""Lalu kau pikir Bian yang membawanya? Jelas tidak akan aku biarkan itu terjadi.""Oh, wow, kau terlihat khawatir dan protektif, apa .... kau sudah jatuh cinta pada Serra?" Goda William.Gamma buru-buru melemparkan pandangan ke arah William. Dahi pria itu berkerut, ma
Mengapa sikap Gamma berubah?Itu adalah pertanyaan yang terlintas di benak Serra saat ini. Pertanyaan yang sampai saat ini belum ia temukan jawabannya. Ingin mengartikan sebagai cinta, tapi Gamma sudah memberikan ultimatum padanya jika lelaki itu tidak ingin melibatkan cinta pada pernikahan mereka.Lalu ia harus mengartikan ini sebagai apa? Salahkan ia berharap bahwa Gamma memiliki perasaan kepadanya?Terlebih beberapa hari terakhir, sikap Gamma sulit untuk ia mengerti. Meski lelaki itu mengatakan tidak akan pernah membuka hati dan tidak memberikan Serra kesempatan untuk menaruh hati padanya, tetapi sikap Gamma selalu membuat hatinya menghangat dan memicu getaran yang semakin hebat dalam dadanya.Sebelumnya Serra tidak memiliki perasaan seperti ini. Hatinya belum jatuh kepada pria manapun, karena ia memang tidak pernah dekat dengan lelaki manapun. Selama ini, ia hajya sibuk dengan hidupnya sendiri, bekerja dari pagi hingga pagi untuk memenuhi kebu
"Apa? Kau bercanda? Ibuku tidak mungkin datang malam-malam begini!"Pria itu menunjukkan raut wajah masam, jelas belum percaya karena sang ibu sama sekali tak mengabarinya. Bahkan Saat ia memeriksa ponsel pun tidak ada pesan yang mengatakan bahwa ibunya akan datang. Bagaimana bisa Gamma percaya begitu saja?"Serius Gamma, kau dengar kan ketukan itu? Kalau tidak percaya turunlah. Ibu ada di luar. Aku tidak berbohong," jawab Serra yakin agar suaminya percaya.Lelaki itu mendecakkan bibirnya kasar, sesaat kemudian mengambil sandal yang terletak di rak sepatu dan segera berjalan menuruni tangga tanpa mengajak Serra bergabung bersamanya.***"Aku hanya menyuruhmu membawa Bi Sumi, bukan ibu juga!" Gamma meraup wajahnya kasar setelah melayangkan protes kepada William yang kini sedang berdiri di hadapannya. Kedua pria itu sedang berdiri di hadapan sebuah mobil yang bagasinya telah terbuka, berisi beberapa koper yang berbeda-beda warna.Ya, koper miliki Rom
“Gamma? Kau belum mau tidur?” Serra meletakkan segelas air putih di atas sebuah nakas yang berada tepat di samping kiri tempat tidurnya. Wanita itu masih berdiri di belakang suaminya yang sedang berkutat dengan pekerjaan. Sementara Gamma memilih sibuk dengan komputer jinjing yang menampilkan ribuan tinta digital yang telah di ketik dengan rapi. Sebuah laporan progress pembangunan sebuah hotel di bali yang baru saja ia terima melalui surel pribadinya. Sebenarnya malam ini Gamma tidak ingin melakukan pekerjaan apapun. Sungguh! Bahkan semua tugas penting sudah ia kerjakan bersama William sejak tadi sore. Pria itu hanya melakukan apa yang bisa membuatnya membuka mata dan bekerja.Ya! Duduk di depan laptop Itu hanyalah alibi agar pria itu tetap menyibukkan diri demi menghalau segala pikiran nakalnya malam ini. Sayangnya, lelaki tetap lelaki, sekeras apapun ia berusaha tetap saja semua otak mesumnya mengakuisisi. Sepotong kenangan bag
Di sudut yang berbeda."Gamma, sakit! Gamma lepaskan!"Serra terus meronta, berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Gamma yang begitu kuat. suaminya itu belum melepaskannya sejak mereka beranjak dari meja makan. Namun semua usaha yang dilakukan wanita itu hanya sia-sia. Sekuat apapun ia melawan hanya berakhir menyakiti diri sendiri, Karena percuma, tenaga Gamma berkali lipat lebih besar darinya. "Apa yang kau katakan pada ibuku?"Masih dengan menarik Serra, Kalimat tanya itu diucapkan Gamma ketika tiba dalam kamar yang sejak semalam mereka gunakan untuk tidur bersama. Pria itu menutup pintu dengan sedikit keras, kemudian melepaskan tarikan tangannya dengan kasar membuat Serra yang tak siap menjadi kehilangan keseimbangan. Hampir saja ia terjatuh jika tidak terbentur bibir ranjang."Aw!" Serra memekik kecil tanpa suara.Wanita itu meringis, menahan ngilu yang ia rasakan pada pergelangan tangan dan tulang kering pada kakinya. Sedetik setelahnya kedua alisnya bertaut."Apa maksudmu,