“Pakai itu, label kalau kamu adalah tunanganku.”
Teringat perkataan Aland, Lily melirik sebuah lingkaran cincin berlian di tangannya. Modelnya lebih maskulin karena terbentuknya untuk dipasangkan ke jemari lelaki. Tapi Aland memberikan langsung cincin itu kepadanya, langsung dari tangan lelaki itu. Yang bagi pandangan publik layaknya sebuah kehormatan tersendiri yang patut dibanggakan di depan rekan-rekan lain, sedangkan Lily selalu mengeluh karena cincin itu terlalu longgar di jemarinya.
Cincin yang dipakai sebagai ‘label’, sama saja dengan istilah ‘merk’. Yang menegaskan, inilah tanda dari kepunyaan seorang Aland Asrazaq, mengenalkan kepunyaan siapa dia kepada semua orang saat sang tunangan berlalu-lalang. Dengan statusnya yang sekarang, Lily tidak berhak menanggali cincin sebagai label itu dari jemarinya.
Lily sudah mendapatkan bukti nyata, pengaruh besar ‘label’ itu saat dia melangkah keluar dari restoran. Banyak orang yang mengenal siapa Aland Asrazaq ramai-ramai menyorotnya, tepatnya cincin yang terpasang di jemarinya, dan terkagum oleh status baru Lily. Terutama yang lebih menggemparkan bagi mereka, cincin yang Lily pasang adalah cincin yang sebelumnya terpasang langsung dari jemari Aland Asrazaq. Di kepala semua orang, terjun dari mulut baru ke mulut lain, Lily dicap sebagai tunangan spesial.
Untuk pertamakalinya bagi Aland untuk menyerahkan langsung cincin miliknya untuk tunangannya. Daripada memikirkan maksud asli Aland, semua orang lebih senang dengan praduga mereka. Daripada kedelapan tunangannya yang lain, Aland pasti memiliki rasa spesial untuk tunangannya yang baru, hingga diperlakukan dengan lebih spesial, sekalipun nyatanya Aland tidak bermaksud apa-apa.
Setelah memasuki kediaman Adhistira. Pandangan saudara-saudara angkatnya terhadap Lily langsung berubah. Dari merendahkan berubah menjadi takjub. “Ya ampun, Lily!” Yola adalah yang paling antusias daripada yang lain, langkahnya terbirit mendekat. Segera meraih tangan Lily, mengagumi cincin yang terpasang di sana. “Ini ‘kan cincin Tuan Aland, kenapa kamu yang memakainya? Astaga! Aku sangat ingin memakainya! Karna cincin ini bahkan puluhan kali lipat lebih mahal daripada cincin-cincin yang dipasangkan ke jari Kak Ayuna dan Tunangan-tunangan Tuan Aland yang lain!”
Masih begitu antusias, Yola membolak-balik tangan Lily. Kepalanya menggeleng samar, benar-benar mengirikan hal yang sama.
“Mungkin dia hanya meminjamkannya kepadaku, dan menggantinya dengan cincin lain di lain waktu.” Dengan lembut, Lily menarik tangannya dari cengkeraman Yola. Telapaknya pegal karna dibolak-balik dengan begitu antusias.
“Jangan merendah.” Yuda memperingatkan, menatap dingin. Terlihat kurang senang dengan jawaban Lily kepada Yola yang seakan apa yang dia terima bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan.
“Apa yang kamu terima, merupakan kebanggaan tersendiri untukmu mulai hari ini, sebagai anggota baru keluarga Adhistira. Dari perlakuan Aland Asrazaq kepadamu, belum pernah diterima anggota lain dari keluarga ini. Bahkan termasuk keluarga-keluarga lain. Di hari pertama kamu menjadi bagian dari keluarga Adhistira, aku akui, aku sangat bangga kepadamu, Lily. Banggakan aku sebagai kepala keluarga ini mulai hari ini dan kedepannya, Lily Adhsitira.” Tanpa ragu, nama yang dia berikan ditegaskan dengan penuh kesalutan.
Yuda tersenyum simpul. Meskipun hanya segaris masih begitu menggemparkan.
Setelah mengutarakan kekagumannya, Yuda beranjak pergi, menaiki anak tangga menuju lantai teratas, lokasi tepat ruangan kerjanya. Disusul Nyonya Adhistira, yang terlihat kurang senang. Ada yang menyikutnya jika seseorang terlebih suaminya sendiri membanggakan Lily, anak dari mantan kekasih suaminya. Nyonya Adhistira masih curiga dengan hasil asli tes DNA mereka. Meskipun hasilnya negatif, tapi dia masih memendam prasangka. Bisa jadi dipalsukan, bukan?
“Aku sependapat dengan Papa.” Yadi mendekat, senyum manisnya terulas. Berbeda dari Ayahnya yang memiliki perawakan sangar dan mengerikan meskipun tampan, Yadi lebih khas dengan wajah dan senyumnya yang semanis gulalu. “Aku juga kagum terhadapmu.” Tangan besarnya menepuk ringan lengan kanan Lily, sebuah bentuk dari rasa bangga. Keluarga Adhistira menggambarkannya seperti itu.
“Aku juga bangga kepadamu, Lily!” Yola menangkup tangan Lily. Awalnya Yola suka menginjak-nginjak status Lily sebagai anak pungut, yang berkemungkinan lain adalah saudari tirinya yang lahir dalam hubungan yang haram. Satu sisi dahulunya merendahkan, dan di sisi lain membencinya sebagai racun keluarga mereka. Tapi melihat pencapaian Lily, Yola kali ini tidak segan menganggapnya sebagai saudari sungguhan! Tangkupan tangannya di telapak Lily semakin mengerat. Bahkan tanpa malu, memasukkan jemarinya ke sela-sela jemari Lily.
“Aku yakin, kamu yang akan terpilih menjadi istri dari sembilan tunangan Tuan Aland!”
“Jika nyatanya benar, aku akan membawamu ke kampusku dan membangga-banggakanmu kepada mereka! Karenamu, aku bisa menjadi adik ipar dari seorang Aland Asrazaq!” Yola menjerit begitu histeris. Jika kelewat semangat, wibawanya sebagai putri dari keluarga Adhistira kadang tersingkir begitu saja.
“Menjadi tunangan dari seorang Aland Asrazaq memang merupakan kebanggaan utama. Terlebih jika terpilih menjadi istri di dalam persaingan yang begitu ketat.” Yale menengahi, Putra ke-2 dari keluarga Adhistira. Sifat Yuda banyak menurun ke dirinya. Mulai dari tampang, tegap tubuh dan perilaku yang dingin tapi berkharisma. “Sebagai anggota keluarga yang diangkat cuma-cuma, itu salahsatu pencapaian terbesar yang paling mustahil untuk dilakukan, tapi kamu bisa meraihnya dan membuktikannya. Meskipun keberhasilanmu buah dari kaburnya Kak Ayuna dan kamu mengambil peran pengganti untuk itu.”Yale mendekat, dengan langkah lebar pada sepatu pantofelnya, dan berhenti di sisi Lily. Kepalanya tercondong dan berbisik ke sebelah telinga Lily, dengan kedua tangan yang menyelip ke saku celana. “Jangan remehkan, Aland Asrazaq, Nona Lily Adhistira. Dia tidak akan luluh pada bentukan wanita manapun. Bahkan, sekarang kamu tengah mengambil peran yang berbahaya …
“Hamili atau bunuh.”Lucas tidak kaget. Itu penawaran yang sama untuk kesekian kalinya yang dia dengar dari mulut Aland. Aland menyuruh Lucas untuk menghamili ‘mereka’ atau membunuh ‘mereka’. Di keduanya tidak ada pilihan yang baik, semuanya terdengar buruk di telinga Lucas, meskipun kedua hal itu identik dengan masa lalu Lucas.“Tunggu sebentar lagi, Tuan Muda.”Lucas berkata tenang.“Barangkali suatu saat, ada yang menarik di mata Tuan di antara mereka.”Aland menimpali sinis, “Bahkan aku lebih tidak mau itu terjadi. Mereka bersembilan termasuk yang baru … semuanya memuakkan. Entah mengapa aku harus terjebak oleh permainan konyol ini. Lari dari ini aku tidak bisa, hanya satu cara yang dapat kulakukan, menyingkirkan mereka! Setelah tahu akibatnya menjadi tunangan seorang Aland Asrazaq, maka setelah itu tidak akan ada lagi yang berani mendaftarkan diri untuk menjadi pendamping
Gelar Adhistira, dibentuk dengan sertifikat. Nama Lily Adhistira terukir dengan tinta emas di sana. Hans bertekuk, sertifikat bertinta emas terlampir di kedua telapak tangannya dengan posisi menghadap Lily. Lily duduk di atas sofa, sedikit merunduk. Jari jempolnya yang dilumuri cat terulur, lalu menekannya ke sudut kertas, meresmikan namanya menjadi bagian dalam keluarga Adhistira! Satu ruangan disambut tepukan riuh.Dengan sertifikat itu sebagai bukti. Menggantikan posisi Ayuna, Lily benar-benar bagian dalam keluarga Adhistira. Nama belakangnya sudah tidak bisa lagi diganggu gugat. Dengan nama yang baru, banyak orang yang mengajaknya bercengkerama terlebih lagi labelnya sebagai salahsatu tunangan Tuan Aland yang dianggap istimewa.Ada jamuan singkat pada malam ini. Beberapa keluarga besar Adhistira melangsungkan makan malam besar sekeluarga. Bukan hanya sekeluarga Yuda, tapi benar-benar sekeluarga Adhistira yang dapat hadir. Untuk meresmikan posisi Lily dan membangga-
Dor! Mendengar suara tembakan samar yang teredam di balik dinding, seorang perempuan bertubuh langsing dengan balutan handuk di sekujur tubuhnya melangkah keluar dari kamar mandi setelah mengguyur tubuh dengan air hangat, membersihkan sisa-sisa parfum lelaki yang habis menemaninya beberapa saat yang lalu.Bau amis terendus, wajah Anatasha berubah gelisah. Dijelajahinya seisi kamar apartemen, lalu terlonjak menemukan sosok lelaki muda yang tengah mengganti isi pelurunya. Di lantai, seorang lelaki yang menemaninya terkapar dengan kepala bolong. Anatasha menjerit seketika, berbalik dan hendak berlari, memekik-mekik meminta tolong, tubuhnya seketika kaku saat lelaki muda yang sudah membunuh selingkuhannya mengambil vas dan melemparkannya ke punggung Anatasha.Prak! Anatasha terkapar dengan punggung kelu, kepalanya mendongak ke atas menemukan Lucas yang berjalan mendekatinya, lalu menekankan telapak pantofel ke punggung tubuhnya yang handuknya mulai longgar.“K
Setelah menjadi salahsatu tunangan Aland, sekalipun kesembilannya memiliki keluarga yang lebih dalam hal finansial, dari segi manapun mereka tetap kewajiban keluarga Arazaq. Biaya, kebutuhan, keuangan, tempat tinggal dan semacamnya, segala yang dibutuhkan oleh mereka bersembilan ditanggung oleh keluarga Arazaq, sekalipun tidak tentu ‘kan terpilih menjadi istri.Inilah bentuk tanggung jawab dari istilah ‘tangan’ yang menjaga, melindungi dan memberi. Sekalipun dijelaskan demikian, hanya untuk formal di muka publik saja, di realitanya hanya bentuk ego yang mengikat kesembilan keluarga karena masing-masing putri mereka di bawah tanggung jawab keluarga Asrazaq. Jika ada konflik, mereka tidak bisa berkutik.Apapun yang mereka butuhkan. Uang belanja, kosmetik, perhiasan, tempat tinggal, dan apapun yang diinginkan perempuan, wajib bagi Aland--tepatnya keluarga Asrazaq--untuk mencukupi. Masing-masing mereka disediakan satu apartemen megah, yang wajib mereka te
Cklek! Pintu terbuka saat salahsatu pelayan yang menemani Lily menggesekkan kartu ke muka pintu. Lily menyeret tubuhnya memasuki kediaman barunya, yang saat dia kelilingi, segalanya sudah tersedia dan tercukupi. Lily tidak perlu mengambil barang lebih, sekalipun membawa beberapa baju ternyata di sudut yang terdapat lemari berukuran besar, berisi ratusan gaun yang indah dan beberapa model pakaian lainnya.Lily menggeser sebuah jendela besar, memasuki balkon, lalu menghirup udara segar di ketinggian gedung lantai 9 dalam-dalam. Hembusannya terdengar teratur. Lengannya menyanggah telapak tangannya yang menjadi penahan dagu, lamunan Lily terbuyar saat seorang pelayan lelaki yang mengangkat barang-barangnya memanggil namanya, “Nona Lily.”Lily tertegun dan menoleh. Senyumannya terlihat ramah, berjalan mendekat, menanggapi pelayannya dengan sikap lebih. “Ada apa?”“Perlu saya buatkan sesuatu?”Lily berdeham, memikirkannya sej
Seorang lelaki berjas hitam memperbaiki ujung pergelangan tangannya, memasuki sebuah lift dan lift itu berdenting pertanda berhenti di lantai sekian. Path menggerai rambutnya yang tumbuh lurus sampai 9 centi di bawah telinga. Cukup panjang, sebenarnya Path mengeluh hendak memotongnya. Tapi Nona-nya selalu berdalih, kalau dirinya menyukai lelaki berambut panjang, karena terkesan lebih gagah menurut pandangannya.Pukul sudah menunjuk ke angka 10 pagi. Setelah sekian hari meliburkan diri diam-diam tanpa diketahui pihak pusat atas izin Nona-nya, akhirnya Path kembali kepada rutinitasnya, sebagai pelindung berkedok pelayan untuk salahsatu Nona Besar yang berstatus sebagai Tunangan Tuan Aland. Kartu apartemen digesek, pintu apartemen megah dibuka. Seketika saat berdiri di ambang pintu, langkah Path membeku.Bau amis menusuk penciumannya. Dengan langkah gesit, Path mencari sumbernya. Seketika tubuhnya kaku, menemukan Nona-nya mati dalam keadaan tertembak di dalam mulut tembus
Yang Lily rasakan semenjak berpindah tempat tinggal, ialah kesendirian. Andai Flo tidak ada di sekitarnya, yang dia rasakan mutlak kesepian. Tapi saat Lily keluar, dan Flo menyapanya, menghantarkan mereka pada obrolan panjang, kesepian itu tertepis dan kembali saat Lily meninggalkan Flo dan masuk ke dalam kamar.Mengamati wajah bersihnya yang merona terpantul dari cermin yang menghadapnya, Lily mengusap kaca tersebut hingga terpantul jelas, diambilnya sikat dan menggosok gigi. Usai kumur-kumur, dimuntahkannya air tersebut dan siap melepas handuk yang membalut tubuhnya dan berpakaian. “Nona?” Ketukan di pintu muka membuat wajah Lily menoleh, urung memasukkan lengan piyama ke tangannya.“Flo? Ada apa?”Yang disahut berdeham singkat, “kupikir, ada yang harus kuberikan padamu.”Lily mengangguk, “tunggu dulu, aku berpakaian dulu.” Dengan tergesa Lily memakai piyamanya, setelah dirapikannya rambut segera menuju pi