“Menjadi tunangan dari seorang Aland Asrazaq memang merupakan kebanggaan utama. Terlebih jika terpilih menjadi istri di dalam persaingan yang begitu ketat.” Yale menengahi, Putra ke-2 dari keluarga Adhistira. Sifat Yuda banyak menurun ke dirinya. Mulai dari tampang, tegap tubuh dan perilaku yang dingin tapi berkharisma. “Sebagai anggota keluarga yang diangkat cuma-cuma, itu salahsatu pencapaian terbesar yang paling mustahil untuk dilakukan, tapi kamu bisa meraihnya dan membuktikannya. Meskipun keberhasilanmu buah dari kaburnya Kak Ayuna dan kamu mengambil peran pengganti untuk itu.”
Yale mendekat, dengan langkah lebar pada sepatu pantofelnya, dan berhenti di sisi Lily. Kepalanya tercondong dan berbisik ke sebelah telinga Lily, dengan kedua tangan yang menyelip ke saku celana. “Jangan remehkan, Aland Asrazaq, Nona Lily Adhistira. Dia tidak akan luluh pada bentukan wanita manapun. Bahkan, sekarang kamu tengah mengambil peran yang berbahaya … hal yang sama terjadi seperti Tuan Kazier sebelumnya. Sembilan tunangannya hanya akan terpilih satu dari mereka bersembilan. Persaingannya begitu ketat dan berbahaya. Bahkan ada kemungkinan kamu akan mati terbunuh. Entah siapa yang akan merencanakan, entah dari pihak tunangan Aland yang lain, atau bahkan Aland itu sendiri karena pernah terdengar desus, dia tidak tertarik kepada sembilan tunangannya, jika sampai akhir dia tidak menemukan perempuan yang setidaknya sedikit menarik di matanya, maka Aland akan menyingkirkannya. Entah ‘menyingkirkan’ dengan cara apa? Masih menjadi pertanyaan.”
Penjelasan Yale membuat Lily bergeming.
Sedangkan keantusiasan Yola surut. Urung mengenalkan diri sebagai adik iparnya Aland Asrazaq, malah di kedepannya Lily ditemukan mati terbunuh.
“Jangan menakut-nakuti Lily, Yale.” Yadi mengingatkan.
Yale tersenyum miring. “Aku tengah menakut-nakuti dengan membawa kenyataan.”
“Pernah dengar desas-desus tentang Tuan Kazier?”
Berbahaya untuk membuka mulut tentang nama itu, tapi Yale tidak takut untuk membeberkannya. Pemegang kendali utama di perusahaan Adhistira membuatnya menerima banyak informasi. Bisa jadi, dia mati terbunuh karena macam-macam membeberkan aib dari kepala keluarga penting. Tapi tidak ada yang lebih menyenangkan daripada menantang kematian.
“Sebelum dipilihkan satu istri dari sembilan tunangannya, dia sudah memiliki wanita pilihan. Seorang wanita simpanan, yang katanya sampai sekarang tidak pernah disentuh olehnya, saking tergila-gilanya Kazier kepada wanita tersebut karena takut menodainya.” Masih dengan lagak santai Yale menjelaskan, pandangannya mengitari ruangan, menghapal setiap telinga yang terbuka lebar untuk mendengarkan penjelasannya. Jika kecerobohannya sampai ke telinga Kazier, maka orang-orang ini yang akan dia basmi setelah nyawanya sendiri terancam.
“Kazier membunuh sembilan tunangannya.”
Sontak pengakuan itu, membuat satu ruangan hening.
Termasuk Yadi, yang terkesiap.
“Tidak secara terang-terangan.” Yale menggeleng. “Kazier tidak seceroboh itu. Kesembilan pembunuhan direncanakan, disiapkan dengan matang. Tapi, untuk melindungi wanita simpanannya agar tidak diincar berbagai pihak yang dendam kepadanya, Kazier akhirnya terpaksa memilih seorang istri. Istri utamanya mendapat sebutan yang benar-benar membuat heboh dan gempar di berbagai pihak yang tahu, karena tidak semua pihak bisa tahu.”
Di luar kepala, dengan begitu jelas, Yale sangat mengingatnya, “Tuan Kazier yang begitu tergila-gila kepada wanita simpanannya hingga takut menyentuhnya karena tidak mau menodai dan melukai setiap jengkal kulit yang dia dambakan, sang istri Ibunda dari Aland Asrazaq, memang menyandang status sebagai nyonya Asrazaq, tapi bagi Kazier hanya dijadikan pelampiasan nafsu saat nafsunya terhadap wanita simpanannya takut untuk dipenuhi.”
.
.
“Jika Aland Asrazaq memiliki wanita idaman lain, bisa jadi ‘kan kamu--Lily--berserta delapan tunangannya yang lain, bernasib sama dengan mantan calon-calon Ibunya? T-e-r-b-u-n-u-h?”
“Atau …” Cetakan senyum miring Yale semakin membuat tegang. “Bisa jadi di antara kalian akan ada yang menarik hatinya di kemudian hari. Jangan salah terka, keluarga Asrazaq itu ambisius. Agar wanita pilihannya terpilih di antara kalian, karena terpilihnya istri bukan Aland yang menentukan sendiri, tapi mengumpulkan suara dari anggota keluarga Asrazaq lain, bisa jadi ‘kan … kalian berdelapan bersisakan seorang ikut t-e-r-b-u-n-u-h?”
Perubahan raut Lily membuat Yale semakin antusias untuk menakut-nakutinya.
Semenjak Lily hadir dalam keluarganya. Lily yang berlalu-lalang selalu menjadi hiburan tersendiri bagi Yale. Mulai dari senyumannya, kehadirannya, raut takutnya, ketidakberdayaannya. Saat Yale mencela Lily, atau Lily dicela orang lain. Melihat wajat ditekuk itu, Yale seakan tergugah. Entahlah, Yale seperti memiliki kelainan lain di dalam dirinya. Terutama sekarang, raut ketakutan Lily tersebut, membuatnya ingin meneruskan dan membeberkan apapun yang dia tahu dari keluarga Asrazaq. Atau bisa menambah-nambahi cerita, agar pembahasannya semakin berlanjut panjang. Dan Lily akan semakin ketakutan sendiri.
“Jangan takut, Lily.” Yale meraih ujung dagu Lily dan menariknya, “bisa jadi kamu yang akan menarik hatinya Aland Asrazaq … kamu takkan terbunuh, tapi karena kamu delapan orang lain akan terbunuh. Tapi jika kamu tidak bisa meraih ambisimu untuk memikat hati Aland, maka aku yang akan melindungimu. Banyak cara yang bisa kulakukan untuk melindungimu atau mendapatkanmu. Tapi selagi kamu mengejar ambisi dan mimpimu, aku menunggu dan berjaga di balik punggungmu.”
“Tapi kamu tahu ‘kan? Sebuah pelayanan sekalipun aku yang menawarkan tidak ada yang gratis?”
Yale menyeringai. “Tidak. Tidak. Jangan meracuni pikiran polosmu dengan berpikir, aku akan berbuat macam-macam.”
“Yang aku minta. Sekalipun namamu sudah berubah menjadi Lily Adhistira, berganti menjadi Lily Asrazaq. Tapi tetap pertahankan jati dirimu sebagai Lily Melly. Karena aku hanya ingin melindungi Lily Melly. Perempuan yang ada di hadapanku, tapi tetap sepolos yang aku tahu selama aku mengenal kamu, Lily Melly.”
.
.
Yale tidak menginginkan Lily sebagai kekasih, ataupun adik.
Entah bisa digambarkan dengan apa perasaannya yang tidak jelas ini. Sepertinya ini bukan cinta, kasih, atau sayang. Bukan bentukan semacam itu. Mungkin inilah yang disebut, ‘kelainan dalam dirinya’. Menyadari kelainan itu, entah kenapa Yale begitu bersyukur memilikinya. Dan Lily adalah dalangnya.
Seperti apapun Lily baginya, mau itu adik, teman, kekasih, istri, keluarga pungut, atau semacamnya. Yale tidak akan keberatan, asalkan Yale punya peran dalam kehidupan Lily. Bukan sebagai Lily Adhistira, sebuah nama baru untuk Lily. Tapi sebagai Lily Melly.
Dengan tekanan kuat, Yale mencium pelipis Lily. Mungkin dia begitu lancang karena berani mengganggu gugat kepunyaan Aland Asrazaq. Tapi status Yale dengan Lily sebenarnya masih belum begitu jelas. Apakah Lily adik tirinya, yang tertanam dari benih yang sama? Atau sekedar keluarga pungut? Entahlah, apapun nyatanya, asalkan Yale ada peran dalam kehidupan seorang Lily Melly.
Lily sedikit merintih saat mendapatkan ciuman kuat di pelipis. Apalagi Yale meraih wajahnya, dan mencium kuat pipinya. Tak perduli bedak yang dipoles ke wajah Lily mengenai sudut bibir Yale, dan salahsatu bagian pipi Lily menjadi pudar. Yale gemas, dia selalu gemas kepada Lily. Melebihi saat dia dulu gemas kepada Yola sewaktu adik kecilnya masih balita. Yale menggigit dagu Lily, semakin membuat perempuan itu merintih.
“Jika ketahuan Aland, aku bisa dibunuhnya.”
Yale menarik diri. Masih gemas, didaratkannya ciuman kuat terakhir di pipi sebelah.
Yale lebih senang jika ternyata Lily adalah adiknya. Dia tidak perlu berdosa dengan apa yang dia lakukan.
“Hamili atau bunuh.”Lucas tidak kaget. Itu penawaran yang sama untuk kesekian kalinya yang dia dengar dari mulut Aland. Aland menyuruh Lucas untuk menghamili ‘mereka’ atau membunuh ‘mereka’. Di keduanya tidak ada pilihan yang baik, semuanya terdengar buruk di telinga Lucas, meskipun kedua hal itu identik dengan masa lalu Lucas.“Tunggu sebentar lagi, Tuan Muda.”Lucas berkata tenang.“Barangkali suatu saat, ada yang menarik di mata Tuan di antara mereka.”Aland menimpali sinis, “Bahkan aku lebih tidak mau itu terjadi. Mereka bersembilan termasuk yang baru … semuanya memuakkan. Entah mengapa aku harus terjebak oleh permainan konyol ini. Lari dari ini aku tidak bisa, hanya satu cara yang dapat kulakukan, menyingkirkan mereka! Setelah tahu akibatnya menjadi tunangan seorang Aland Asrazaq, maka setelah itu tidak akan ada lagi yang berani mendaftarkan diri untuk menjadi pendamping
Gelar Adhistira, dibentuk dengan sertifikat. Nama Lily Adhistira terukir dengan tinta emas di sana. Hans bertekuk, sertifikat bertinta emas terlampir di kedua telapak tangannya dengan posisi menghadap Lily. Lily duduk di atas sofa, sedikit merunduk. Jari jempolnya yang dilumuri cat terulur, lalu menekannya ke sudut kertas, meresmikan namanya menjadi bagian dalam keluarga Adhistira! Satu ruangan disambut tepukan riuh.Dengan sertifikat itu sebagai bukti. Menggantikan posisi Ayuna, Lily benar-benar bagian dalam keluarga Adhistira. Nama belakangnya sudah tidak bisa lagi diganggu gugat. Dengan nama yang baru, banyak orang yang mengajaknya bercengkerama terlebih lagi labelnya sebagai salahsatu tunangan Tuan Aland yang dianggap istimewa.Ada jamuan singkat pada malam ini. Beberapa keluarga besar Adhistira melangsungkan makan malam besar sekeluarga. Bukan hanya sekeluarga Yuda, tapi benar-benar sekeluarga Adhistira yang dapat hadir. Untuk meresmikan posisi Lily dan membangga-
Dor! Mendengar suara tembakan samar yang teredam di balik dinding, seorang perempuan bertubuh langsing dengan balutan handuk di sekujur tubuhnya melangkah keluar dari kamar mandi setelah mengguyur tubuh dengan air hangat, membersihkan sisa-sisa parfum lelaki yang habis menemaninya beberapa saat yang lalu.Bau amis terendus, wajah Anatasha berubah gelisah. Dijelajahinya seisi kamar apartemen, lalu terlonjak menemukan sosok lelaki muda yang tengah mengganti isi pelurunya. Di lantai, seorang lelaki yang menemaninya terkapar dengan kepala bolong. Anatasha menjerit seketika, berbalik dan hendak berlari, memekik-mekik meminta tolong, tubuhnya seketika kaku saat lelaki muda yang sudah membunuh selingkuhannya mengambil vas dan melemparkannya ke punggung Anatasha.Prak! Anatasha terkapar dengan punggung kelu, kepalanya mendongak ke atas menemukan Lucas yang berjalan mendekatinya, lalu menekankan telapak pantofel ke punggung tubuhnya yang handuknya mulai longgar.“K
Setelah menjadi salahsatu tunangan Aland, sekalipun kesembilannya memiliki keluarga yang lebih dalam hal finansial, dari segi manapun mereka tetap kewajiban keluarga Arazaq. Biaya, kebutuhan, keuangan, tempat tinggal dan semacamnya, segala yang dibutuhkan oleh mereka bersembilan ditanggung oleh keluarga Arazaq, sekalipun tidak tentu ‘kan terpilih menjadi istri.Inilah bentuk tanggung jawab dari istilah ‘tangan’ yang menjaga, melindungi dan memberi. Sekalipun dijelaskan demikian, hanya untuk formal di muka publik saja, di realitanya hanya bentuk ego yang mengikat kesembilan keluarga karena masing-masing putri mereka di bawah tanggung jawab keluarga Asrazaq. Jika ada konflik, mereka tidak bisa berkutik.Apapun yang mereka butuhkan. Uang belanja, kosmetik, perhiasan, tempat tinggal, dan apapun yang diinginkan perempuan, wajib bagi Aland--tepatnya keluarga Asrazaq--untuk mencukupi. Masing-masing mereka disediakan satu apartemen megah, yang wajib mereka te
Cklek! Pintu terbuka saat salahsatu pelayan yang menemani Lily menggesekkan kartu ke muka pintu. Lily menyeret tubuhnya memasuki kediaman barunya, yang saat dia kelilingi, segalanya sudah tersedia dan tercukupi. Lily tidak perlu mengambil barang lebih, sekalipun membawa beberapa baju ternyata di sudut yang terdapat lemari berukuran besar, berisi ratusan gaun yang indah dan beberapa model pakaian lainnya.Lily menggeser sebuah jendela besar, memasuki balkon, lalu menghirup udara segar di ketinggian gedung lantai 9 dalam-dalam. Hembusannya terdengar teratur. Lengannya menyanggah telapak tangannya yang menjadi penahan dagu, lamunan Lily terbuyar saat seorang pelayan lelaki yang mengangkat barang-barangnya memanggil namanya, “Nona Lily.”Lily tertegun dan menoleh. Senyumannya terlihat ramah, berjalan mendekat, menanggapi pelayannya dengan sikap lebih. “Ada apa?”“Perlu saya buatkan sesuatu?”Lily berdeham, memikirkannya sej
Seorang lelaki berjas hitam memperbaiki ujung pergelangan tangannya, memasuki sebuah lift dan lift itu berdenting pertanda berhenti di lantai sekian. Path menggerai rambutnya yang tumbuh lurus sampai 9 centi di bawah telinga. Cukup panjang, sebenarnya Path mengeluh hendak memotongnya. Tapi Nona-nya selalu berdalih, kalau dirinya menyukai lelaki berambut panjang, karena terkesan lebih gagah menurut pandangannya.Pukul sudah menunjuk ke angka 10 pagi. Setelah sekian hari meliburkan diri diam-diam tanpa diketahui pihak pusat atas izin Nona-nya, akhirnya Path kembali kepada rutinitasnya, sebagai pelindung berkedok pelayan untuk salahsatu Nona Besar yang berstatus sebagai Tunangan Tuan Aland. Kartu apartemen digesek, pintu apartemen megah dibuka. Seketika saat berdiri di ambang pintu, langkah Path membeku.Bau amis menusuk penciumannya. Dengan langkah gesit, Path mencari sumbernya. Seketika tubuhnya kaku, menemukan Nona-nya mati dalam keadaan tertembak di dalam mulut tembus
Yang Lily rasakan semenjak berpindah tempat tinggal, ialah kesendirian. Andai Flo tidak ada di sekitarnya, yang dia rasakan mutlak kesepian. Tapi saat Lily keluar, dan Flo menyapanya, menghantarkan mereka pada obrolan panjang, kesepian itu tertepis dan kembali saat Lily meninggalkan Flo dan masuk ke dalam kamar.Mengamati wajah bersihnya yang merona terpantul dari cermin yang menghadapnya, Lily mengusap kaca tersebut hingga terpantul jelas, diambilnya sikat dan menggosok gigi. Usai kumur-kumur, dimuntahkannya air tersebut dan siap melepas handuk yang membalut tubuhnya dan berpakaian. “Nona?” Ketukan di pintu muka membuat wajah Lily menoleh, urung memasukkan lengan piyama ke tangannya.“Flo? Ada apa?”Yang disahut berdeham singkat, “kupikir, ada yang harus kuberikan padamu.”Lily mengangguk, “tunggu dulu, aku berpakaian dulu.” Dengan tergesa Lily memakai piyamanya, setelah dirapikannya rambut segera menuju pi
“Maafkan saya ….” kedua lutut itu bertekuk, meletakkan sebuah tubuh pucat yang terlihat begitu cantik. Gaun membalut tubuh Anatasha yang tak bernyawa, polesan make up yang membuat wajahnya cerah dan hidup, dan kelopak matanya memejam rapat dengan bulu mata lebat yang begitu menghiasi. Sekalipun bagaikan dewi yang dilingkupi cahaya, Anatasha … sudah tiada.Polesan tangan Path membuatnya hidup … tapi, tangan seseorang sudah membuatnya kehilangan nyawa.Path segera melaju ke rumah kediaman keluarga besar Anatasha. Saat itu juga, ruangan tersebut dipenuhi tangis. Saat tubuh Anatasha ditempeli banyak tangan, bibir dan pipi yang meratapinya dengan rintihan maupun raungan tangis, Path diseret. Jika Anatasha mati, berarti perannya dalam tugas tidak becus! Path dibanting ke dinding, dan dipukul. Pukulan bertubi-tubi dari Ayahanda Anatasha yang tidak terima, beliau berusaha dilepas dari Path oleh istrinya. Terlihat berusaha menahan diri, dan kini