“Perkenalkan,” dengan berwibawa Aland mengulurkan tangan besarnya, terpampang menghadap gadis berambut pendek yang terlihat begitu kikuk. “Aku Aland Asrazaq, tunanganmu.” Boro-boro hendak meraih tangan Aland yang berurat, Aland memotong pergerakan Lily dengan penegasan dinginnya. “Seorang lelaki yang patut kamu hargai, orang pertama setelah ini yang harus kamu hormati. Jika kuperintah, kamu harus mematuhi. Jika aku membutuhkan sesuatu pada dirimu, kamu harus memenuhi.”
Seringaian Aland menutupi niat buruknya, “Itu resiko jika menjadi salahsatu tunangan seorang Aland Asrazaq.”
Wajah Lily terlihat sendu, lalu mengangguk lambat. Seperti pasrah, dan kali ini tangan Aland benar-benar diraih. Bukan berjabat, atau menyalaminya. Ini sudah menjadi tradisi keluarga Asrazaq jika menyapa wanita yang akan menjadi salahsatu kandidat istri, perempuan yang dipilihkan akan meraih tangan calon suami, membawa telapaknya ke pipi lalu mendaratkan kecupan lama ke telapak tangan. Menjelajahi satu-persatu jemari dengan bibir, sebuah bentuk dari tindakan yang begitu menghargai ‘sebuah pengorbanan’ yang digambarkan dengan kalimat,
“Inilah tangan yang akan menyayangiku, melindungiku dan menjagaku. Jangan gunakan tangan ini, untuk menampar, memukul ataupun melukaiku. Karna setiap sentuhan dari tanganmu, wahai suamiku, aku membutuhkan segenap kasih sayang dan cinta kasih darimu.”
Setiap melakukan ritual ini, Aland terlihat tidak nyaman. Pergerakannya mulai canggung. Kesembilan bibir termasuk Lily, bibir-bibir yang menciumi tangan Aland seperti ini.
Setiap kali Aland merasa tangannya ternoda, tapi tak ada alasan bagi Aland untuk marah karna inilah tradisinya, kecuali jika ada yang lancang menggigit tangannya seperti yang dilakukan Olivia saat pertama kali mereka bertemu.
Saat itu Aland refleks menampar perempuan itu, dirinya langsung ditegur Kavier dan Andar. ‘Tangan’ yang seharusnya memberi cinta dan kasih, malah melakukan sebuah kekerasan. Untungnya pihak keluarga Olivia menyadari kesalahan mereka, tidak menuntut tanggung jawab, pertunangan tetap dilanjutkan.
Aland kesal, karna Olivia sudah berpedikat sebagai salahsatu tunangannya, wajah Olivia ‘lah yang menjadi konsumsi pandangannya setiap hari. Bukan Aland yang sengaja menemuinya, tapi entah memakai jurus apa Olivia selalu ada dimanapun dia berada.
Dan yang paling Aland benci dari Olivia. Padahal Olivia tahu jelas, tipe Aland yang begitu menghargai istilah ‘keperjakaan’, Olivia selalu berusaha menggodanya untuk melakukan perzinahan di luar nikah. Seperti yang Lucas katakan, untungnya hormon Aland tidak merespon dengan benar, kalau tidak sedari godaan yang pertama, mungkin Aland sudah membongkar prinsipnya sendiri.
“Sudah?” Aland terlihat tergesa, wajahnya semakin tidak nyaman. Pergerakan Lily berhenti, melihat gerakan mata Aland yang menyuruhnya menjauh Lily langsung menarik diri. Setelah itu Aland memperbaiki posisi duduknya, diam-diam diraihnya ujung kemeja Lucas yang berada disampingnya, menyampingkan wajah protes Lucas, Aland menggunakannya untuk mengusap bersih telapak tangannya.
Yang bagi Aland, benar-benar ternoda. Apalagi bekas mulut Lily yang baru saja mengunyah makanan. Mata Aland mulai mengintai seisi meja makan, mencari-cari makanan apa saja yang disantap Lily yang kini membekas di telapak tangannya yang jika dicium, aromanya dominan gulai.
Telapak tangan Aland kini penuh cita rasa. Mulai dari aroma gulai, ikan pinggang, ayam panggang, buah anggur, dan minuman jeruk. Meskipun sudah dilap ke kemeja Lucas, semua baunya masih begitu membekas. Seharusnya sebelum melakukan ritual, para tunangannya perlu membersihkan mulut terlebih dahulu. Setidaknya kumur-kumur atau yang lebih akurat; gosok gigi.
Tubuh jangkung Aland bangkit. Saat semua kepala mendongak ke arahnya, Aland mengidahkan dagunya menuju salahsatu bilik sempit. “Ke toilet sebentar.” Aland melangkah menuju toilet, disusul oleh Lucas yang terbiasa mengikutinya.
Dinyalakannya keran wastafel, lalu mulai membasuh tangan. Mendesis, saat menciuminya sekali lagi, bau yang sama masih membekas. Aland menuangkan banyak sabun, lalu dengan gosokan kasar mencuci kedua telapak tangannya sampai bersih. Setelah semua aroma itu menghilang, wajah Aland terlihat tenang. Tanpa izin dan santun, kembali diraihnya kemeja Lucas untuk mengusap telapak tangannya yang basah.
“Tuan Muda,” jika tidak ingat Aland adalah Tuannya, sudah sedari barusan, Lucas akan berteriak memakinya.
Aland membatasi dua hal yang boleh Lucas lakukan sebagai bawahannya, yang pertama, betingkah aneh seperti yang Lucas biasa lakukan selama ini--karna bagi Aland, tingkah aneh Lucas ialah hiburan tersendiri. Dan kedua, Lucas boleh protes dengan apa yang Aland lakukan. Tapi hanya protes, tidak boleh melarang ataupun menghalang-halangi. Karna raut dan protesan cempreng Lucas adalah hiburan tersendiri untuk Aland. Karna saat merajuk, Lucas memiliki cara khas tersendiri, yang terlihat menggelitik.
Aland mengidahkan telapak tangannya di depan penciuman Lucas, meminta asistennya itu untuk mengendusnya. “Bagaimana? Masih berbau?” Lucas mendekatkan hidung, sedikit mengendus lalu menarik kepala, wajahnya menggeleng lambat dengan jemari yang membentuk kosong, “Sip, Tuan Muda!”
Aland menggeliatkan jemarinya yang besar dan berurat lalu menggerakkan kepalanya, meminta Lucas mengikutinya keluar dari toilet.
Yang Lucas lakukan pemaksaan, dan tindakan di luar prikemanusiaan.“Kamu tidak perawan?”Lucas bisa membedakan, mana yang bersegel dan mana yang berpengalaman. Sekalipun Binarji yang dia paksa tidak seantusias wanita jalang, wanita itu yang bergetar dalam tangis itu. Meraung, menjerit dan menangis kencang. Wanita itu … begitu frustrasi. Memekakkan telinga Lucas yang menahan emosi.Lucas meremuk mulutnya, “heh pelacur, jangan menangis! Kamu pikir, kamu pantas menangis, hah!? Emangnya apa yang aku rebut darimu jika sudah kehilangannya!” Seorang bajingan baru saja menyebut korbannya yang tak berdaya dengan sebutan pelacur. Binarji tidak bersalah, perempuan itu tidak menyahut. Masih menangis, kencang, keras. Seakan menderita. Seakan ditimpa kemalangan besar untuk kedua kalinya.Mengingat betapa tidak tahu dirinya saat itu, cekraman Lucas semakin kuat. Dia berlari sekalipun lututnya seperti menjeritkan kesakita, terluka, tapi dip
Dengan gesit, sekalipun sebelah langkah Lucas pincang, Lucas menangkap tubuh Fino. Bocah yang kehilangan kendali itu menarik berkali-kali pelatuknya yang melayang ke plafon, hingga pelurunya habis. Lucas terus mendekapnya, lalu mengambil alih pistolnya. Fino yang ketakutan akan dibunuh menangis kencang di atas bahunya. “Jangan bunuh aku … jangan bunuh aku ….” rengek bocah itu, terlihat menyedihkan. “Kak Path bilang di telepon, jika dia udah nggak ada aku harus tetap hidup dan kuat untuk mengurus adik-adikku yang lain … jangan bunuh aku, kumohon ….”Lucas tersenyum geli, lalu menjunjung tubuh mungil itu. Dari atas menatapnya dengan mata memerah. Marah, yang didominasi rasa takut dan memohon belas kasihan. “Jika sudah besar, kamu akan malu jika teringat pernah memohon seperti ini kepada lelaki yang menjadi alasan kenapa Kakakmu bunuh diri.” Lucas kembali menjatuhkannya ke bahunya, mendekap tubuh mungil itu. “
“Bisa-bisanya dia datang tanpa Nonanya.”Itu yang sebagian pekerja keluarga Asrazaq pikirkan, jika melihat Moca berjalan melewati mereka.“Jika Nonanya kenapa-napa seperti Nona Anatasha dan Nona Miranda, aku jamin, dia akan menembak kepalanya sendiri seperti Path.”Moca pergi tanpa Nonanya, itu merupakan bentuk dari bolongnya sebuah tanggung jawab. Mutlak bagi para pelayan untuk selalu ada di sisi Nona mereka, Moca ‘pun termasuk. Pelayan Nona Lulu itu menggulung lengan kemeja hitamnya lalu mulutnya mendesis samar. Mengitari rumah keluarga Asrazaq, tanpa Lulu, Moca benar-benar dianggap mencuri waktu senggang di tengah pekerjaan. Dan terbunuhnya seorang Nona, selalu diawali oleh kelalaian kecil itu.“Bagaimana dengan Xin?” Masih dengan bisikan samar yang menusuk pendengaran Moca saat berlalu.Mereka melirik ke arah Moca, membelalak, lalu kembali membahas Xin. “Dia cukup tidak tahu malu. Seharusnya dia s
"Semenjak dua hari yang lalu, aku sudah seperti gelandangan yang tidak memiliki tempat tinggal." Desah Aland kesal, sambil mengusap kedua telapak tangannya, berusaha menghangatkan diri."Layaknya saya, mengikuti Anda, saya juga gelandangan, Tuan."Aland tersenyum tipis, membenarkan. "Benar, sadar juga ternyata."Flo kaget saat mendapati Aland tanpa izin menggunakan card-nya untuk masuk ke dalam apartemen Lily. Bahkan menggunakan 'hak'-nya untuk membuka seenaknya semua pintu di dalam ruangan tersebut. Aland yang menggigil kedinginan bertanya, "di mana Lily?" Flo yang disorot menelan ludah. Jika diberitahu, apakah Nona-nya akan selamat dari segi kehormatan dan kegadisan? Para Nona memang patut dijaga, tapi pihak yang berwenang seperti Aland belum tentu bisa dipercaya 'kan?Lucas yang meyakinkan, "jawab saja. Tuan Aland tak patut dicurigai karena pada dasarnya dia bukan lelaki normal--" Aland menoleh sambil mendesis. Lelaki itu sudah kedinginan tapi Lucas ti
"Sebenarnya uang dan peranku sebagai Ibu--istri--nggak ada artinya, 'kan? Mama hanya ingin menghasilkan sesuatu yang tidak berharga--uang--yang diakui banyak orang hingga mayoritas manusia mengusahakannya mati-matian, dari status Mama--sebagai Ibu dan istri--yang tak ada artinya sama sekali ... seharusnya kamu paham, Aland.""Aku sama sekali tidak paham," Aland bersuara lirih."Pelukan ini akan membuatmu mengerti," Alana merapatkan tubuhnya, memeluk anaknya. Aland membeku, dia bisa merasakan tubuh Ibunya yang bergetar ketakutan. Seperti ada teriakan teredam dari dalam, yang menjeritkan tangis tanpa suara yang sekejap membuat Aland mengerti. Apakah Ibunya tidak bisa bahagia? Sekalipun dia bisa menghasilkan sekian dollar di setiap detik belaiannya, hanya dari tangan, hanya dari kalimat manis di bibirnya, hanya dari hal-hal kecil yang bisa dia lakukan.Aland balas memeluk. Mereka yang berada di meja makan sudah berpencar. Andar bermain dengan adik-adik Path, Ellan
"Lucas," Aland menengahi. Membuyarkan lamunan Lucas yang dengan tajam menyorot tubuh Binarji yang menjauhinya. Aland sudah mengetahui, Binarji mantannya Lucas. Pacaran cuma dua bulan, Lucas sudah kehilangan rasa manusiawinya dalam memperlakukan Binarji. Alhasil, Binarji pendarahan aborsi, Lucas yang membunuh anaknya sendiri ... dan Binarji yang stres masuk rumah sakit, koma dan semacamnya. Drama itu berlanjut, Lucas tertangkap polisi karena membunuh Ayahnya Binarji yang ingin memisahkan mereka, terlebih kasus Lucas yang lain saat dirinya masih dilacak, membunuh banyak orang dan memerkosa beberapa gadis. Pembunuh dan pemerkosa, seperti hewan buas. Disampaikan berita palsu Binarji meninggal di ranjang rumah sakit jiwa, Lucas hendak bunuh diri.Saat itu, Lucas menghentikannya. Mengeluarkannya dari penjara, menyogok hakim hingga uang membungkam segalanya. Kalimat Aland yang membangkitkan api semangat Lucas yang sempat redup, "Binarji masih hidup. Demimu, aku menjadikan semua nyaw