Share

Keterpaksaan

Author: Ara Hakim
last update Huling Na-update: 2025-02-06 07:07:35

“M-menikah?” Tanya Raisa dengan mulut setengah menganga.

Jika wanita itu bukan Raisa sudah pasti hatinya berbunga-bunga mendengar kata menikah yang keluar dari mulut seorang pria tampan dan berkedudukan seperti Adrian. Namun, mengawali pernikahan karena terpaksa demi menjaga citra baiknya di depan orang-orang bukanlah awal yang baik. Menikah macam apa itu? Batin Raisa bergejolak.

”Saya tidak mau, Pak,” tolak Raisa dengan gelengan cepat.

Adrian menatap lekat wajah Raisa.

“Kalau kamu menolak menikah dengan saya maka bukan cuma perusahaan ini yang bangkrut. Kamu dan ratusan orang pegawai juga angkat kaki dari sini,” seloroh Adrian dengan wajah serius.

Deg! Tiba-tiba Raisa langsung teringat dengan Raihan dan Rais. Begitu juga papanya. Kalau dia dipecat maka dengan apa lagi dia menghidupi ketiga laki-laki yang sangat disayanginya itu. Dan rencana untuk mencari tahu kematian mamanya di perusahaan itu akan sia-sia.

”Baik. Demi menjaga perusahaan dan ratusan pegawai yang mencari nafkah untuk keluarganya saya akan menikah dengan bapak,” jawab Raisa dengan suara bergetar.

”Bagus. Kalau begitu bersikap lah biasa saja di depan semua orang,” perintah Adrian.

***

Suara ketikan keyboard bersahut-sahutan, berpadu dengan dering telepon yang nyaris tak pernah berhenti. Di tengah deretan meja kerja, beberapa karyawan terlihat berjalan cepat sambil membawa tumpukan dokumen atau laptop, wajah mereka penuh konsentrasi. Beberapa karyawan juga tampak menguap diam-diam berusaha menyembunyikan rasa bosan.

”Permisi. Ada yang mau pesan kopi atau teh?” Tawar Raisa dengan nada sopan.

”Saya mau kopi susu ya, Mbak Raisa,” jawab salah satu pegawai kemudian disusul beberapa pegawai lainnya.

Barangkali setelah lima belas menit kemudian Raisa datang membawa sepuluh gelas yang isinya seusai permintaan. Beberapa pegawai yang sudah menerima pesanan berkumpul sambil menyeruput kopi. Mereka berbicara pelan, tetapi intonasinya jelas-jelas menyindir seseorang.

“Eh, kamu udah lihat video itu, kan? Tuh yang viral di grup sebelah? Haduh, nggak nyangka banget, ya. Di sini juga ada cerita kayak gitu,” cibir salah satu pegawai yang selalu update informasi terkini baik di kantor mau pun di luar kantor.

“Iya, loh. Aku sampai nggak percaya waktu pertama kali nonton. Berani banget, coba!” sahut seseorang ikut meramaikan.

Salah satu dari mereka menyembulkan kepala dan ikut bergabung ke kubikel para wanita itu, “Kalau berani sih boleh-boleh aja. Tapi, ya, mbok pilih tempat yang nggak ada CCTV, gitu loh. Masa sampai ketahuan semua orang? Malu, nggak, ya? Terus mainnya di gudang lagi. Haduh!” Kekeh laki-laki bertulang lunak itu. Tudingan itu jelas mengarah kepada Raisa.

Seorang wanita menutup mulutnya dengan cangkir kopi, berpura-pura berbisik, “malu? Kayaknya nggak, tuh. Lihat aja, masih santai aja tuh kerja seolah-olah nggak ada apa-apa. Salut juga sih, muka tebal gitu.”

Raisa terus berjalan melewati kubikel yang dikerumuni pegawai dan melebarkan telinga. Dia berhenti dan menegakkan badan menatap karyawan yang sedang berkumpul dengan tenang.

“Loh, bukannya lagi dibahas, ya? Kok kebetulan ada yang muncul. Aduh, jadi nggak enak, nih, ngomongin,” ucapnya berpura-pura terkejut seraya menatap langsung ke arah Raisa.

”Maaf, Mbak kalau suaranya terlalu pelan dan saya nggak sengaja dengar. Tapi saya cuman mau bilang, kalau ada yang mau ditanyakan atau langsung dibahas, lebih baik langsung saja ke saya,” tutur Raisa dengan tenang.

"Wah, tuh denger, dong. Berani juga, ya, nih cleaning service.”

Suasana menjadi hening sejenak. Sudut mata Raisa berkerut melihat segerombolan orang-orang berpakaian kantor yang ada di hadapannya.

“Eh, kami sih cuma ngobrol santai aja. Namanya juga hiburan di kantor, ya kan? Kalau Mbak Raisa terganggu, ya, maaf, ya,” ucap salah satu di antara mereka berusaha mencairkan suasana dan menyeruput kembali kopinya.

Hati Raisa mencelos dan ingin sekali rasanya dia menjejalkan sambal rica-rica. Raisa menahan otot di rahangnya yang mengejang, “tidak apa-apa, Mbak. Kalau obrolannya membuat hari mbak-mbak dan Mas di sini lebih bahagia, ya lanjutkan saja,,” ucap Raisa seraya memalsukan senyum dan berlalu dengan mengucapakan kata permisi.

Bagi Raisa orang-orang yang ada di hadapannya itu adalah musuh dalam selimut. Kalau saja ada di antara mereka adalah salah satu pelaku atas kejadian yang menimpanya bersama Adrian maka bukan hanya sambal rica-rica saja yang ingin dia jejalkan ke mulut, tapi juga minyak panas yang berasap.

“Apa yang kalian lihat bukan cuman hiburan semata. Saya akan menikahi dengan Raisa.” Adrian tiba-tiba muncul membuat semua orang ternganga.

“Saya akan menikahi Raisa besok karena kami memang sudah lama menjalin hubungan diam-diam. Saya kagum dengan kinerja dan kepribadian Raisa yang mandiri dan saya memutuskan untuk menikah dengan Raisa. Jangan lupa hadir semuanya saya undang,” ucap Adrian seraya memasukkan kedua tangan ke saku celananya lalu berjalan dengan badannya yang tegap.

Semua mata membelalak mendengar ucapan Adrian yang terkenal dingin itu Jadi, selama ini dia menghindari tatapan wanita hanya untuk menjaga hati Raisa? Seorang wanita cleaning service itu? Sulit dipercaya.

Raisa menghentikan langkahnya dan mendadak kelu. Sungguh seperti ada batu besar yang menghimpit dada Raisa. Rumah tangga macam apa yang dibangun dengan kebohongan? Ingin sekali dia berteriak di depan Adrian. Namun, tanggung jawabnya terhadap keluarga seolah menghalangi suaranya untuk protes di hadapannya. Raisa hanya bisa menatapnya dengan senyum getir.

Desas-desus langsung terdengar di telinga, tapi tak ada satu pun yang berani menyangkal kenapa direktur utama itu mau menikahi seorang cleaning service.

Sementara itu, di balik pintu kaca berdiri seorang wanita dengan gincu merah menyala dan hati yang menyala-nyala pula. Dia mengepalkan kedua tangan dan hampir ingin memukul pintu kaca, namun tangannya menggantung di udara. Apa maksud dan tujuannya sebenarnya?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 21

    “Ya,” jawab Pak Brengos singkat yang tetap menatap layar ponselnya ketika aku berada di depan meja kerjanya. Lelaki itu belum dikatakan tua. Dari penampakannya kutaksir usianya masih tiga puluh lima sampai empat puluh tahun. Tentang kenapa semua orang memanggilnya ‘Brengos’ mungkin wajahnya terlalu banyak bulu hingga agak menyeramkan.“Saya ingin meminta pabrik ini untuk lebih memperhatikan limbahnya. Saya membawa laporan bahwa pabrik Bapak ini membuang limbah ke sembarang tempat. Hingga bahan kimia-nya meracuni tanah di kebun duku dan durian kami, Pak.”“Ngomong sama manajer sana!”Astaga. Apa semua orang di pabrik ini segitu cueknya dengan orang lain. Sedari tadi aku selalu bertemu dengan orang yang tiada kepedulian terhadap tamu. Satpam yang meremehkan, staf yang tak menghargai, dan kepala pabrik yang sama tak pedulinya. Aku mengelus dada, menarik napas dalam. Sabat, Cinta.“Maaf, tapi Bapak kepala pabrik.”Tatapannya baru terarah kepadaku, membuatku agak menunduk agar tatapan kam

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 20

    KUTUTUP PINTU ruangan direktur. Kami beranjak menuju lift. Namun, betapa terkejut di dekat lift api sudah membakar besar sekali.“Astaghfirullah, Allahuakbar,” pekikku. Aku menarik Mas Rama menuju jalan darurat di tangga belakang. Namun kudapati di sana api pun sudah membesar. Kami terjebak. Kalau aku nekad melewati api itu, bisa-bisa sebagian besar tubuhku ikut tebakar pula. Belum lagi Mas Rama yang masih lambat, ia tak bisa berlari melewati api.Bagaimana ini? Aku berpikir. Namun detak jantung kecemasan terlanjur menguasai kalbu hingga ketakutan yang ada.“Bu Cinta, Pak Rama, anda di dalam sana?” suara Dennis terdengar memekik dari lantai bawah. “Iya, Den. Kami di sini. Apinya besar, Den.”“Mumpung apinya masih kecil, terobos, Pak, Bu!”“Mas, ayo kita terobos apinya.” Aku menarik tangan Mas Rama. Namun suamiku itu malah terbengong. Ya Allah, di saat seperti ini biasanya Mas Rama orang yang menengkanku. Dia orang pertama yang membuatku merasa sejuk dalam hati, ringan dalam napas. Na

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 19

    “ULYA, jaga mulut kamu!” ucapku dengan tegas pada dokter muda nan cantik itu. Apa, cantik? Hilang semua kecantikannya, terbatalkan oleh akhlak kasarnya. Kalimatnya barusan meruntuhkan semua image-nya.“Auu.” Ulya memegangi pipinya. “Kurang ajar kamu, Cinta.”Tamparanku memang tak seberapa kerasnya. Mungkin ia tak merasa sakit sama sekali, tapi aku hanya ingin menunjukkan kalau aku tak mau kalah dengan serangan mentalnya itu. Aku paham ia hanya menjatuhkan keyakinanku pada diriku sendiri, agar perlahan mundur dari Mas Rama. Tentu saja tidak semudah itu.“Mulutmu yang harus disekolahkan. Bisa bicara yang menenangkan aja saat seperti ini? Pahami kondisi. Jangan asal ceplos, di saat yang salah dan pada orang yang salah.”Tap tap. Suara langkah Dennis mendekat. Dengan segera ia memasangkan badan di depan diriku, menjadi tameng.“Maaf, saya tidak akan membiarkan Bu Cinta lebih jauh lagi berbicara dengan anda,” ucap Dennis.Ulya tersenyum sebelah bibir. “I don’t care.”Ulya melangkahkan kaki

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 18

    “Aku hanya berjaga-jaga,” jawab Raisa menghindari tatapan Adrian. “Berjaga-jaga dari siapa?” Adrian sebenarnya tahu bahwa akan ada banyak orang yang mengincar Raisa. Termasuk pria bertopeng itu. Orang yang pernah menikam lengan Raisa. Kemudian, Kirana atau bisa jadi orang suruhan Selena. Raisa terdiam dengan napasnya tersengal-sengal. Adrian menyentuh tangannya lembut. “Aku tidak ingin kau hidup dalam ketakutan, Raisa.” “Aku tidak takut. Aku hanya bersiap-siap. Apa pun bisa terjadi denganku, Adrian,” jawab Raisa menarik lengannya. Adrian menggeser posisinya dengan duduk di bibir ranjang, lalu mengulurkan tangannya ke pipi sang istri. “Aku tahu kau kuat, Raisa. Tapi, kau tak perlu melakukan ini sendirian,” ucap Adrian mengiba. Raisa menatap Adrian penuh emosi. “Aku sudah sendirian selama bertahun-tahun, ini bukan hal baru bagiku, Adrian.” “Hei. Lihat aku. Lihat! Aku di sini,” bisik Adrian. “Kau tidak sendiri, Raisa. Ada aku. Suamimu,” lanjut Adrian menghela napas. Hening. Rais

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 17

    “Kau sudah gila, Adrian?! Menikahi seorang wanita tanpa nama, tanpa status! Apa kau tahu berapa banyak investor yang mulai meragukan perusahaan kita?!” Adrian dengan tenang menyesap kopinya, “Ini pernikahanku, bukan urusan bisnis, Papa. Lagi pula kenyataannya tidak begitu. Justru Raisa bisa mengatasi permasalahan perusahaan dengan cerdas. Dia bukan cleaning service biasa.” Selena tertawa sinis, menyilangkan tangan di dada. “Jangan naif, Adrian. Semua yang kita lakukan ada dampaknya bagi perusahaan. Reputasimu akan tetap dipertanyakan publik.” Meja panjang dari marmer hitam berkilau di bawah cahaya lampu gantung kristal yang menjuntai di langit-langit. Di ruang makan keluarga suasana menegang. Adrian menatap Selena tajam. “Aku tidak peduli dengan reputasi yang dibuat-buat. Aku hanya peduli dengan kebenaran.” William— papa Adrian mendengus lalu berkata, “kebenaran? Apa maksudmu?!” “Aku mulai menyelidiki. Tentang Raisa. Tentang keluarganya. Dan ternyata, ada hubungan antara ke

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 16

    Malam turun dengan tenang, tapi udara di balkon terasa berat oleh percakapan yang belum terucap. Langit gelap membentang luas, hanya diterangi bintang-bintang yang bersinar samar, sementara angin malam berembus pelan membawa aroma embun dan sisa wangi bunga dari halaman. Adrian menemukan Raisa duduk di balkon sedang menatap langit malam dengan ekspresi sendu. “Aku ingin bicara denganmu,” ucap Adrian dingin. Raisa menoleh, melihat ekspresi Adrian yang begitu sulit diartikan. Wanita berpiyama Bortuques itu menghela napas, lalu berdiri. “Aku juga ingin bicara denganmu, Adrian.” “Aku tahu kau ingin mendapatkan keadilan untuk keluargamu, Raisa,” ucap Adrian menatapnya tajam. Raisa terdiam. Adrian melangkah lebih dekat, ekspresinya seolah menegang. “Tapi aku ingin tahu satu hal. Apakah kau benar-benar mencintaiku? Atau semua ini hanya bagian dari rencanamu?” Raisa menahan napas. Tangannya mencengkeram kuat pagar besi yang dingin. Pertanyaan itu menusuk langsung ke hatinya. Dia

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status