Selepas Magrib, Rizky belum juga sampai di rumah. Ia sama sekali tidak memberi kabar apa pun kepada Luna, hingga membiarkan sang istri menunggu di rumah dengan perasaan resah. Ketika dihubungi, ponselnya tak aktif. Hal tersebut tentu saja membuat Luna kian dilanda gundah gulana. Pikirannya kembali berkecamuk. Lagi-lagi bayangan Zizi menari-nari di pelupuk mata. Perempuan itu sudah terang-terangan menunjukkan kesukaan kepada Rizky di media sosial. Siapa pun yang mengenal pria di balik foto blur, pasti bisa saja menebak.Luna menggeleng resah. Ia tidak bisa menelepon suami sendiri. Bahkan untuk pergi keluar pun ia tak berani. Langit sudah menggelap.Pada akhirnya, dia kembali merebahkan tubuh di sofa tamu. Jemari lincah mengetuk-ngetuk layar. Ia mengirimkan pesan untuk sang suami. Lelaki itu pasti bisa membaca setelah ponselnya aktif.[Abang, di mana? Kenapa teleponnya nggak aktif? Katanya janji pulang cepat. Aku udah masak banyak. Tapi nggak ada yang makan.]Luna memeluk sepi. Ia takut
“Maaf, tapi saya nggak bisa. Istri saya nunggu di rumah. Ini udah terlalu malam.”Rizky tetap menolak. Imti dan Bayu yang mengendarai sepeda motor, mengelakson. Sedangkan Mirna suaminya sudah menunggu sejak tadi. Mereka pun telah pergi lebih dulu. Pak Kabid juga baru berlalu sebentar ini. Ia pikir semua bawahannya sudah bisa mengatur kepulangan masing-masing. Sama sekali tak terpikir ada satu yang tercecer—Zizi.“Abang. Mereka semua udah pulang. Aku takut tinggal sendirian di sini. Nanti kenapa-napa.”Kali ini Zizi benar-benar pias. Ia sungguh berharap Rizky akan memberi tumpangan. Walau pada awalnya hanya ingin modus. Sengaja pula tak membawa kendaraan seperti biasa, agar bisa nebeng dengan Rizky.Sejak berbalas pesan dengan Luna yang mengatasnamakan Rizky, semalam. Berakhir nomornya diblokir oleh Luna. Zizi jadi kian getol hendak mendapatkan pria incaran sepenuhnya. Tak peduli sudah beristri sekalipun. Terlebih di mata gadis itu, Luna tidak ada apa-apanya. Ia lebih cantik, jauh ket
“Sayang … Luna, Abang pengen bicara. Ke sini dulu. Kamu nggak bisa kayak gini terus, Yank.”Rizky masih mencoba menyabarkan hati. Ia harus mampu mengendalikan diri dan emosi. Jangan sampai membuat rumah tangga mereka jadi tidak harmonis hanya karena menuruti bisikan setan. Ia tak boleh seperti itu.Sementara Luna, tidak mau mendengarkan. Ia terus melangkah keluar dari kamar sambil terus menyeka air mata. Tak tinggal diam, Rizky pun menyusul.“Kamu kenapa? Cerita sama Abang. Kalau ada masalah, sebaiknya kita bicarakan baik-baik. Apa yang pengen kamu tanyakan?” Pria yang masih mengenakan seragam kerja, duduk di sebelah istrinya. Tadinya Luna hendak beranjak lagi, tetapi ditahan oleh Rizky. “Kamu jangan seperti ini terus, Yank. Jangan turuti kemauan setan untuk bertengkar dengan suamimu.”Luna menepis tangan Rizky. Namun, tenaganya kalah telak oleh sang suami. Pria itu memegangi dengan kuat, bahkan hendak memeluk istrinya.“Kalau kamu begini terus, jangan salahkan jika kita akan sering b
Rizky bangun sebelum subuh dan tak mendapati Luna di sebelah pembaringan. Tangannya meraba lalu langsung bangkit karena takut terjadi apa-apa pada istrinya yang keras kepala itu. Cepat pintu kamar dibuka, lalu melongok ke ruang tamu. Rupanya, Luna sudah tertidur sendirian tanpa selimut di sofa. Kasihan.Rizky tiba-tiba saja merasa sangat bersalah. Ia tak tega melihat Luna seperti itu. Perlahan didekati, lalu tangan mengusap kepala sang istri. Seketika perempuan itu terjaga. Padahal, Rizky sudah tersenyum dan menghilangkan kejengkelannya semalam, tetapi sikap Luna yang menepis tangannya membuat perasaan lelaki itu terusik kembali.“Kamu masih mau masalah kita berlanjut?” tanyanya serius.Luna bangkit dari pembaringan, lalu pergi meninggalkan Rizky di ruang tamu tanpa berkata apa pun.“Mau ke mana lagi, Luna? Ini sudah pagi dan Abang pikir semua udah selesai. Ternyata kamu tetap aja keras hati dan melawan seperti ini,” ucap Rizky dengan sedikit mengeraskan suara sambil berdiri. Manik ma
[Hai ganteng, spill istrinya dong. Katanya bukan bujangan lagi. Tapi kenapa istrinya nggak pernah diposting?]Komentar pertama dan bernada miring dari pemilik akun bernama Selvi, di sebuah foto yang baru saja di-upload Rizky ke Facebook.Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu, saat ini tengah menghadiri seminar dengan para pelaku usaha mikro, salah satu bank BUMN, bank BUMD dan tak lupa OJK serta Bank Indonesia. Sedangkan Rizky sendiri merupakan utusan dari Kantor Gubernur Sumatra Barat, bersama dua rekannya yang lain. Pemerintah provinsi akan mengadakan suatu program pembiayaan untuk membantu perekonomian daerah Sumatra Barat, begitulah isi wacananya.Baru beberapa menit ditinggal, sudah banyak saja komentar di foto yang memperlihatkan tangkapan layar proyektor. Ketika Rizky membuka pemberitahuan FB, ia terkejut dengan balasannya terhadap komentar dari akun Selvi. Padahal, sejak tadi pria itu hanya serius memperhatikan pihak bank BUMN yang bicara di depan, menjelaskan tentang skema p
“Hem. Kamu kenapa, sih? Bilang, dong, sama Abang. Kalau Abang memang ada salah, Abang akan minta maaf sama kamu.” Rizky kembali membujuk. Ia berusaha abai terhadap tatapan mengerikan sang istri ke arahnya.“Kenapa komentar tadi dihapus?” tanya Luna sambil melipat tangan di depan dada.“Komentar yang mana, ya?” Pria itu malah balik bertanya. Padahal ia ingat dengan tragedi postingan pagi tadi.“Nggak usah pura-pura pikun Abang, ya! Entar pikun beneran baru tahu rasa.”“Aduh, Yank. Jangan nyumpahin kek gitu, lho.”“Makanya, jujur aja jawab. Nggak usah pake acara pura-pura nggak inget! Sampai dihapus segala lagi fotonya. Kenapa? Takut, ya, sama si Selvi-selvi itu! Abang sebenernya pilih aku atau dia, sih?”Luna kian meradang. Ia sampai membandingkan diri sendiri dengan sosok yang entah siapa. Rizky saja tidak mengenal wanita itu.“Astaghfirullah, Sayang. Jangan begitu ngomongnya. Masa iya, kamu mau dibandingin sama orang yang cuma ada di dunia maya. Abang aja nggak kenal, kok, sama dia …
Perasaan hati Luna masih tidak baik-baik saja. Ia lebih banyak diam, hingga Rizky pergi ke kantor, tadi. Perempuan itu kini berdiri dan mematut diri di depan cermin. Ia menyaksikan penampilan dan bentuk tubuhnya yang makin tidak ideal, lalu membandingkan dengan sosok Zizi yang terekam jelas di ingatan. Sungguh miris.Perlahan, sebelah tangan meraba wajah yang begitu buruk. Padahal sebelumnya, meski masih ada jerawat, tetapi tidak separah ini. Setidaknya, cukup bisa ditutupi dengan alas bedak atau BB krim yang dijual di pasaran. Sedangkan jika seperti ini, bagaimana cara mengakali wajah yang meradang, bengkak, kasar. Bahkan, kulit aslinya yang putih saja sampai tidak terlihat dari muka itu.Luna mundur, lalu terduduk di tepian dipan. Ia meremas dada. Ingin rasanya kembali ke saat-saat dulu, di mana rupanya baik-baik saja. Tubuhnya masih bagus, tidak segembrot sekarang. Andai, stres tidak membuatnya kalap makan. Jika saja, rasa bahagia karena telah diratukan oleh Rizky setelah menikah t
Sudah pukul delapan malam, tetapi Rizky belum juga pulang. Luna sebenarnya ingin menanyakan, sekedar mengirimkan pesan, namun gengsi. Rasa sakit di hatinya karena melihat chat Zizi dan dugaan Rizky pergi karaoke dengan orang-orang kantor, membuat dadanya kian sesak. Ia tak ingin suaminya pergi dengan wanita lain, meski ramai sekali pun. Akan tetapi, sejak tadi, ia pun tak pula sudi menanyakan. Padahal, siang tadi, Rizky sempat menelepon, tetapi tidak dijawab sama sekali. Chat-nya pun juga diabaikan. Kalau sudah begini kejadiannya, siapa yang perlu dipersalahkan?Sejak Magrib, perut Luna sudah terasa perih karena lapar. Terakhir mengisi lambung, tengah hari tadi. Cemilan di dalam lemari pendingin pun juga sudah ludes, dan tak mampu menyangga rasa lapar terlalu lama.Lima menit kemudian, terdengar suara pagar dibuka. Tanpa melihat pun, Luna sudah tahu jika yang pulang adalah suaminya. Debar di dada kian kencang, ketika Rizky mengucapkan salam di ambang pintu yang juga tidak dikunci. Lun