Share

Istriku Pemalas
Istriku Pemalas
Penulis: Maey Angel

biasa

Fase lelah wanita bergelar istri, ketika suaminya enggan memberinya perhatian receh*

----

"Sisa uang pembayaran listrik dan Air mana, Dek?" tanya Ardan.

"Bukanya udah diminta Mas kemarin?" sahut Mimi.

"Di struk 125 ribu. Kamu kasih Mas 50 ribu. Masih sisa 25 ribu di kamu. Mau kamu korupsi juga? Kan sudah Mas kasih jatah sendiri buat belanja," cecarnya.

"Buat beli daster, Mas. Kebetulan ada pedagang keliling obral daster. Mas kan juga ngerasain sendiri dasternya," sungut Mimi tak suka jika suaminya selalu saja mencecarnya banyak hal mengenai ke mana uangnya habis.

"Memang Mas pake daster? Alasan saja kamu. Mana uangnya, Mas sudah siang ini. Mau buat beli bensin," ujarnya kesal.

"Kan Mas menghayati, buktinya langsung tancap gas pas aku pake baju itu. Uang yang mana lagi? Sisa 25 ribu aja diminta balik. Pelit kok turunan!" sungut Mimi.

"Udah mana? Jatah kamu kan ada. Masih saja korupsi!"

Malas berdebat, akhirnya Mimi mengeluarkan uang sisa belanja pagi tadi. Dengan kesal ia memberikan uang itu, karena Ardan tidak mau tahu akan hal itu.

***

"Hari ini lembur lagi, Mas?" tanya Mimi pada Ardan --suaminya-- lewat pesan singkat di aplikasi hijau miliknya.

"Ya," balasnya singkat.

Mimi sedikit tenang karena pesannya sudah dibalas oleh Ardan. Biasanya lelaki yang bergelar suaminya itu hanya membaca tanpa membalas pesan yang ia kirim. Ia yakin, Ardan masih kesal dengan kejadian palak uang tadi pagi.

Badan tinggi kulit putih santun dan juga ramah terhadap semua orang. Siapa yang menyangka jika lelaki sebaik dan seramah itu, justru sering menyakiti hati istrinya sendiri. Meskipun hanya kadang perbuatan remeh seperti mengabaikan pesan, tidak menghabiskan sarapan atau bahkan tidak sarapan sama sekali ketika berangkat bekerja, kadang membuat hati Mimi terluka. Terlebih sikap suaminya yang pelit dan perhitungan, ditambah kurang peka dan tidak pengertian terhadap semua aktivitasnya di rumah. Selama 5 tahun pernikahan, sama sekali Ardan belum pernah melakukan pekerjaan rumah.

Mimi Herlina, wanita yang dinikahi Ardan 5 tahun yang lalu dan kini sudah memiliki seorang anak berusia empat tahun, Laila namanya. Gadis desa yang dinikahi Ardan karena perjodohan orang tua.

Ardan dan Mimi bukanlah dari keluarga berada. Keluarga Mimi adalah seorang pedagang dan keluarga Ardan adalah seorang petani kopi di daerah pedesaan tempatnya tinggal.

Tempat tinggal Ardan jauh di pedalaman sehingga mereka memutuskan tinggal di tempat Mimi yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kota.

Keluarga Mimi sangat senang karena Ardan merupakan lelaki yang sangat santun dan juga dermawan saat pertama kali bertemu. Tak segan-segan Ardan memberikan banyak hasil olahan kebun dan juga sejumlah uang sehingga membuat keluarga Mimi yakin dengan perjodohan ini.

Meski keluarga Ardan seorang petani, tetapi Ardan adalah seorang perantau yang kebetulan sedang pulang ke kampungnya saat itu. Awal Pertemuan singkat antara Ardan dan keluarga Mimi sehingga mereka memutuskan untuk serius meminang Mimi sebagai istri Ardan.

"Ardan ini lelaki sholeh, calon imam yang baik. Dia juga bisa bekerja di mana saja. Sudah pasti kemampuannya tidak bisa diragukan lagi. Selain pekerja keras dia juga bertanggung jawab, buktinya baru kenal satu bulan dia sudah berani melamarmu. Tidak seperti kekasihmu si Hendri itu, pacaran sudah 3 tahun tetapi tidak berani melamar sama sekali. Lebih baik yang sudah pasti saja, lelaki itu yang dicari tanggung jawab dan kerja kerasnya bukan sekedar janji dan omong kosong belaka."

Ucapan Ayah Mimi saat itu masih terngiang jelas sampai sekarang, sehingga ketika dia menanyakan pada dirinya sendiri apakah dia menyesal menikahi Ardan, tentu saja iya. Mimi merasa bodoh karena terlalu terburu-buru tanpa melihat sosok lain dari Ardan suaminya.

Sekarang ketika sudah memiliki anak, tidak terbersit sedikitpun untuknya bercerai atau pun pergi meninggalkan Ardan. Ardan adalah Imam dan bagaimanapun ia harus tetap mempertahankan hubungan meski harus perlahan memperbaiki yang tidak baik dari sikap Ardan kepadanya. Namun, akhir-akhir ini sikap pelitnya entah kenapa sangat kentara. Membuat Mimi kadang ke dibuatnya.

Pukul sebelas malam, Mimi masih gusar menunggu kepulangan suaminya. Dua tahun sudah ia bekerja sebagai teknisi sebuah perusahaan elektronik sebagai karyawan tetap, sering diajak bosnya untuk mengerjakan pekerjaan di luar kota bahkan sampai tidak pulang.

Yang sering membuat Mimi jengkel, Ardan sama sekali tidak memberinya kabar jika tidak akan pulang atau lembur di tempat kerja.

"Tak bisakah kamu memberi kabar aku Mas, jika mau pulang larut seperti ini? Aku sampai terkantuk-kantuk di depan televisi seorang diri."

Tanpa menjawab omelan Mimi, Ardan langsung meletakkan tas yang ia bawa dan melepas semua bajunya untuk segera mandi.

"Air hangat sudah aku siapkan, sudah makan malam apa belum?" tanya Mimi saat memberikan handuk pada Ardan.

"Sudah," jawabnya singkat lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Mimi memandangi masakan yang ia buat tadi sore. Walau sering suaminya itu jarang makan malam di rumah, tetapi ia selalu menyiapkan. Karena kadang-kadang suaminya itu menanyakan, ' masak apa malam ini?'.

Dimasakkan salah tidak dimasukkan lebih-lebih salah. Jadi Mimi cari aman dengan selalu menyediakan makan setiap malam.

Mimi menyiapkan baju ganti untuk suaminya setelah mandi dan menggelarkan sajadah untuknya salat Isya. Jika bukan Mimi yang mengingatkan, kadang suaminya itu melalaikan kewajibannya kepada sang pencipta.

"Mau langsung tidur atau mau makan lagi?" katanya Mimi mengulangi tawarannya makan.

"Nggak."

"Oke, aku tidur dulu ya?"

Ardan tak menjawab, langsung memakai pakaian dan sarungnya lalu melakukan ibadah salat Isya.

Mimi bersiap untuk tidur. Rumah yang terbuat dari papan harplek dan juga ranjang bambu, membuat bunyi yang kadang mengganggu ketika bergerak-gerak.

Mimi memindahkan Laila yang tertidur di atas kasurnya ke kamar di sebelahnya. Rumah sederhana ini memiliki 2 kamar sederhana. Dengan berlantai semen dan juga kamar mandi yang ada di belakang samping dapur.

"Ma, pijitin."

Baru akan memejamkan matanya, Ardan membangunkan Mimi.

"Tadi ditanya diem aja, giliran aku sudah ngantuk dan mau tidur, dibangunin," gerundel Mimi.

"Gak ikhlas jadi istri?" ucapnya dingin dan terdengar sangat menyebalkan bagi Mimi. Jika dia tidak melakukannya maka bisa saja 5 hari kedepan dia akan didiamkan tanpa mau mengeluarkan sepatah katapun padanya dan Laela. Parahnya, dia sampai tidak memberikan jatah belanja sama sekali.

"Ikhlas kalau sudah lupa, kalau masih ingat nggak bakalan ikhlas. Itu 'kan teori dari Mas?" ucap Mimi sambil memijat bagian tubuh suaminya.

"Ingat-ingat itu yang baik-baik, kalau yang buruk jangan dipakai," kata Ardan sambil terpejam. Meski sambil menggerutu tetapi pijatan Mimi bikin candu, tak pernah terlewatkan pijatan dari istrinya itu. Jika sedang marah saja Ardan enggan disentuh oleh Mimi, itu juga yang kadang membuat Mimi menghindari berdebat dengan Ardan dan memilih untuk mengalah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ima Pereira
suami pelit bangat si ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status