Share

Bab 3

Author: Nur Meyda
last update Last Updated: 2023-06-19 20:22:12

Bab 3 - Cemburukan? 

 

"Kamu jangan memfitnah kami, ya, Leon. Kami ini juga punya hak tinggal di sini. Jadi buat apa kami punya niat untuk menguasai harta Papa kamu!" bantah mama tiri ku. 

 

Aku tak berniat membantahnya. Kutinggalkan mereka berdua, ibu dan anak yang kerjanya hanya menghabiskan harta papa saja. Semasa papa masih hidup, hampir setiap hari mereka shopping serta makan di resto mewah dan mahal.

 

Kini setelah papa tiada, mereka hanya mendapat jatah 5 juta perbulan. Aku tau betapa tersiksanya mereka karena tak bisa belanja sesuka hatinya lagi. Berbagai usaha mereka lakukan agar aku mau berbaik hati menambah jatah bulanan mereka.

 

Selain itu mama tiri ku selalu mengenalkan teman-teman anaknya padaku. 

 

Mama tiri ku berulangkali ingin menjodohkan aku dengan gadis pilihannya. Aku tahu maksudnya, agar aku bisa mereka atur dan pada akhirnya semua harta papa akan mereka kuasai. 

 

"Om, kenapa sih Papa tidak mengizinkan aku mengusir mereka!" keluhku suatu hari pada Om Mirza, pengacara keluargaku.

 

"Papa kamu gak ingin sampai Yola, adikmu itu terlantar. Walau bagaimanapun juga, dia itu tetap lah adik kamu." 

 

Aku menghela napas, kalau begini rumit jadinya. Aku merasa gak nyaman karena masih ada mereka di rumahku.

 

"Lalu, mengapa Papa tidak memilih opsi untuk membagi dua saja warisannya. Setengah untukku, setengah lagi untuk Yola! Soal mamanya, biar ikut bersamanya!" 

 

Om Mirza tersenyum, jarinya menari dengan lincah di atas keyboard laptopnya. Aku memang sengaja datang di saat jam kerja, karena jika aku datang sore hari, pasti Om Mirza sudah keluar kantor menemui kliennya yang lain. 

 

Papamu takut jika dibuat seperti itu, Yola akan sengsara nanti. Papa kamu tahu kalau mereka berdua itu sangat boros. Jadi  Papa kamu menyerahkan semuanya pada kamu untuk dikelola dengan baik. 

 

Jadi mulai sekarang aku harus bisa mengelola perusahaan dengan baik. Jangan sampai apa yang sudah papaku rintis menjadi hancur begitu saja. 

 

Aku harus memutar otak, memikirkan bagaimana caranya menghadapi mama tiri yang selalu ingin ikut campur dalam hal keuangan, bahkan sekarang dia ingin mengatur hidupku. 

 

"Umur kamu itu sudah berapa, Leon? Apa tidak sebaiknya kamu menikah, kebetulan anak teman mama sedang mencari jodoh. Anaknya cantik, sepertinya cocok sama kamu!" 

 

Entah sudah yang keberaoa mama tiri ku menjodohkan aku dengan kenalannya. Dari semua gadis yang dikenalkannya padaku, semua mempunyai satu kesamaan. Mereka tunduk dengan ucapan mama tiri ku. 

 

"Aku tidak suka dijodohkan, aku juga bisa mencari sendiri calon istriku!" tegasku.

 

"Coba saja, kita lihat apa dia sanggup menghadapi kami berdua. Akan kami buat dia tidak betah tinggal di rumah ini!"  ancam Yola dengan sinisnya.

 

----;-----------------

 

"Mas! Mas Leon!" teriak Bela membawa kesadaranku kembali  

 

"Ada apa?" tanyaku dengan bego 

 

"Ya, ampun. Di ajak ngobrol malah melamun!" 

 

"Maaf!" ucapku setelah menyadari kesalahanku. "Jadi, bagaimana? Kamu setuju dengan rencanaku tadi?" tanyaku lebih lanjut.

 

"Sebentar! Apa keuntungannya buatku?" 

 

Kutatap wajah Bela yang polos tanpa make-up, cantik. Bela membuang pandangan saat mata kami saling bertemu. "Jika kamu berhasil, lima puluh juta cash masuk ke rekening mu. Bagaimana?"

 

"Aku pikir-pikir dulu, ya, Mas!" jawabnya.

 

Luar biasa! Mendengar jumlah uang begitu banyak, Bela tak langsung tergiur. Benar-benar bukan gadis biasa! 

 

"Sudah sore, Mas. Aku harus kembali ke pasar!" kata Bela sambil berdiri.

 

"Oh, maaf Bel! Karena aku, kamu kehilangan waktu istirahat!" ucapku merasa tak enak hati.

 

"Ah, gak masalah itu. Setidaknya aku dapat makan siang gratis hari ini." Bela masih bisa bercanda, dengan senyumnya yang kelihatan sangat manis.

 

Setelah mengantarnya kembali ke pasar, aku juga kembali ke kantorku. Suasana kantor masih sibuk dengan aktivitas masing-masing karyawanku. 

 

Aku juga kembali larut dengan kesibukanku. Sampai terdengar ketukan di pintu di iringi suara lembut sekretarisku.

 

"Selamat sore, Pak. Ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak." 

 

"Suruh masuk!" jawabku tanpa menoleh ke pintu yang terbuka.

 

Namun, aroma wangi yang langsung menyerbu indera penciuman ku, membuatku menoleh ke arah pintu. Seorang wanita dengan pakaian seksi masuk. 

 

Hatiku langsung merasa tak enak, aku yakin sekali wanita ini adalah orang suruhan mama tiriku. 

 

"Selamat siang, Pak Leon. Perkenalkan saya Nadine, pemilik perusahaan yang mengirimkan surat penawaran kerja sama kemarin," katanya memperenalkan diri.

 

Ternyata aku salah sangka, dia adalah pemilik perusahaan rekanan yang akan menjalin kerja sama dengan perusahaanku.

 

Nadine ternyata gadis yang asyik di ajak untuk berdiskusi, ternyata dia juga sama sepertiku. Menggantikan posisi papanya yang sedang dirawat di rumah sakit.

 

Aku mendengarkan penjelasan Nadine sambil membayangkan jika saja Bela berdandan, pasti kecantikannya akan melebihi kecantikan Naddine. 

 

"Jadi bagaimana tanggapan Bapak?" 

 

"Kamu cantik sekali, Bela!" Tanpa sadar aku menyebut nama Bela.

 

"Bela, siapa dia?" tanya Nadine bingung. 

 

"Eh, maaf. Pikiranku sedang tidak fokus," ucapku malu. 

 

Nadine tersenyum lalu mengangguk mengerti. Perbincangan kami lanjutkan kembali sampai hati menjelang sore. Nadine permisi pulang, lalu aku juga bersiap untuk pulang. 

 

Namun, baru beberapa meter aku menyetir, kulihat Nadine sedang kebingungan berdiri d samping mobilnya. Sepertinya dia sedang mengalami kesulitan. 

 

Segera kutepikan mobilku, wajah Nadine kelihatan sangat lega begitu melihatku.

 

"Oh, thakns God. Syukurlah, mobil saya mogok, Pak!" serunya sambil menggandeng tanganku  

 

Aku melirik lenganku yang dipeluknya, rupanya di sadar dan langsung melepaskan lenganku sambil meminta maaf. 

 

Aku hanya mengangguk, kemudian memeriksa mesin mobilnya. Aku tak bisa menemukan kerusakan yang membuat mobilnya mogok.

 

Akhirnya aku menghubungi montir langganan ku, aku mengajak Nadine ke cafe yang ada di dekat situ sambil menunggu Montir yang kupesan datang.

 

Kami kembali mengobrol tetapi topik obrolan kami kali ini lebih santai. Rupanya Nadine baru saja pulang dari luar negeri, selama ini dia tinggal di Paris dan bekerja di sana. 

 

Nadine pulang karena papanya sakit dan harus menggantikannya. Obrolan kami terhenti sejenak karena montir yang kupesan datang, setelah menunjukkan mobil yang harus diperbaiki, aku kembali menemani Nadine. 

 

"Pak Leon!" panggil seseorang di belakangku.

 

"Bela, kok kamu bisa ada di sini?" tanyaku heran.

 

Bela melirik pada Nadine yang sedang memperhatikan interaksi kami berdua.

 

"Ini masih wilayah pasar 'kan? Aku mau pulang tadi, tetapi aku melihat Bapak sedang bersama montir di pinggir jalan tadi. Jadi aku kemari, aku mau memberi jawaban tetapi sepertinya gak perlu lagi. Aku pamit, ya, Pak!" 

 

Selesai berkata, Bela berbalik meninggalkan kami. Aku berusaha mengejar dan aku berhasil menahan langkahnya di parkiran cafe.

 

"Tunggu, Bel. Mengapa kamu pergi begitu saja? Apa yang ingin kau katakan padaku?"

 

Bela membuang pandangan, tampak kilatan marah di manik matanya. Mengapa Bela bertingkah seperti itu?

 

"Maaf, Pak. Saya ... ah, lupakan! Tadinya saya ingin memberi jawaban atas permintaan Bapak tadi siang secepatnya. Jadi waktu saya melihat Bapak ada di tepi jalan, saya turun dari angkot untuk menemui Bapak," terang Bela tanpa melihatku. 

 

"Namun, sepertinya saya datang di saat yang salah. Oh, iya, wanita tadi begitu cantik dan sempurna. Mengapa Bapak tidak minta tolong saja dengannya?" sambung Bela membuatku bingung 

 

Wanita itu? Maksudnya Nadine? Mengapa aku menangkap nada cemburu pada ucapannya? 

 

Apa ... Bela menyukaiku?

**

Setelah Bela pergi dengan angkot yang lewat, aku kembali masuk ke cafe. Tampak Nadine tengah sibuk dengan ponselnya. Sepertinya dia sedang berbalas chat dengan seseorang. 

Suara kursi yang kugeser membuat Nadine kaget dan menyadari kehadiranku.


 


"Eh, sudah selesai urusannya, Pak?" 


 


Aku mengangguk, lalu menghabiskan sisa makanan yang tinggal sedikit. Melihat reaksiku, sepertinya Nadine paham kalau aku sedang tak ingin membahas masalah tadi  


 


"Oh, iya, bagaimana mobil saya? Montirnya bisa memperbaikinya 'kan?" Nadine mengganti topik pembicaraan. 


 


Sebenarnya moodku sedang tak enak karena ucapan Bela tadi. Namun, aku harus profesional dalam bekerja. 


 


"Sepertinya bisa, kita tunggu saja di sini! Kalau kamu masih lapar, boleh pesan lagi. Aku yang traktir!" jawabku.


 


Nadine malah tertawa, kepalanya menggeleng berulang kali membuat aroma wangi dari rambutnya menguar dan langaung menggoda indera penciumanku.


 


Rupanya Nadine ini penggemar Strawberry, sampai samponya pun beraroma buah tersebut.


 


"No, ini sudah cukup. Saya gak mau gendut, Pak!" ucap Nadine masih dengan tawanya. 


 


"Oke, gak masalah." Topik obrolan pun kembali pada masalah pekerjaan. Sampai montir yang memperbaiki mobil Nadine menemui kami. Rupanya mobil Nadine sudah bisa diperbaiki.


 


Setelah membayar ongkosnya, Nadine pamit pulang. Aku pun pulang ke rumah dan harus bertemu lagi dengan benalu tak tahu diri. Entah sampai kapan dia bisa hilang dari hadapanku. 


 


Jika menunggu sampai Yola menikah, itu pasti masih sangat lama. Karena saat ini, Yola saja masih berumur 15 tahun dan masih duduk di kelas 3 SMP.


 


"Mas, minta uang, dong! Aku mau main sama teman." Yola sudah menodongku di teras rumah, belum juga aku buka sepatu.


 


"Main ke mana?"


 


"Pokoknya main lah! Mas gak perlu tahu!" jawab nya sengit. 


 


Aku masuk ke rumah,.Yola mengikutiku sampai di depan pintu kamar. Dia menahan pintu saat akan kututup.


 


"Mas, aku minta belum dikasih. Kok mau ditutup pintunya?" protesnya.


 


"Jatah lima juta sebulan untuk ukuran anak seumur kamu itu sudah berlebih, Yola!" 


 


"Uangnya diambil Mama."


 


"Kalau begitu minta sama Mama kamu!" tegadku sambil mendorong tubuhnya agar menjauh dari pintuku.


 


Masih bisa kudengar teriakannya walau pintu kamar sudah ditutup. "Mas Leon jahat, pelit amat sama adiknya sendiri!" 


 


Aku tak peduli, Yola harus diberi pengajaran kalau dia tidak bisa seenaknya dirumah ini.


 


--------------- 

 

Bersambung.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Preman Pasar    Bab 51

    Bab 51 Kok Bisa Sama"Kita juga masih berusaha mendapatkan darah di PMI pusat, Bu. Karena stok darah tersebut sedang kosong di sini. Namun, Zaki harus segera mendapatkan transfusi darah tersebut. Kalau tidak—""Pakai darah saya saja, Dok. Golongan darah saya sama dengan Zaki," ucap Leon memotong ucapan sang dokter. Semua yang berada di depan ruang IGD menoleh pada Leon. Intan tampak tersenyum samar. Dia bahagia karena yakin akan hubungan Leon dan Bela serta Zaki. "Baiklah, kalau begitu anda ikut saya!" balas sang dokter. Leon menoleh pada Bela yang masih menundukkan wajahnya, kemudian mengikuti langkah dokter tersebut ke dalam ruangan di mana Zaki sedang dirawat. Intan menarik napas lega, seusianya Maslaah darah sudah terselesaikan. Dia pun mengajak Bela untuk duduk dan sabar menunggu sampai operasi selesai dilaksanakan. "Saya takut, Bu. Hanya Zaki satu-satunya milik saya di dunia ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengannya, ah, saya bisa mati dengan membayangkannya saja," keluh

  • Istriku Preman Pasar    Bab 50

    Bab 50 - Kecelakaan ZakiPOV AuthorBela sedang menerima tamu yang dibawa Leon untuk melihat-lihat kondisi panti yang diasuhnya. Intan dan Rangga, beserta ketiga anaknya tidak hanya berkunjung, tetapi mereka juga membawa banyak barang untuk kebutuhan Panti. Tentu saja Bela merasa senang sekaligus bersyukur. Tiba-tiba saja, seorang anak panti berlari mengulitinya dengan wajah cemas. "Ibu, Zaki!" seru sang anak ketakutan. "Zaki kenapa?" tanya Bela ikut khawatir. "Zaki jatuh dari pohon mangga, Bu. Kepalanya berdarah kena batu!" jawab si anak laki-laki takut. "Apa, di mana dia sekarang?" Bela mulai panik, dia langsung berlari mendapati Zaki setelah si anak laki-laki itu memberitahu kalau Zaki ada di kebun belakang. Bagian belakang panti memang anak ditumbuhi pohon buah-buahan seperti Mangga, Rambutan, Jambu Air dan beberapa jenis buah lainnya. Rangga dan keluarga juga ikut berlari menyusul Bela. Sampai di kebun belakang panti, Intan sangat kaget melihat Zaki yang tergeletak di tana

  • Istriku Preman Pasar    Bab 49

    Bab 49 Ketakutan Bela"Suka, Om. Boleh, kan, Ma?" Zaki memandang padaku dengan pandangan memohon. Dia tahu kalau aku tak suka Zaki menerima tawaran makan dari orang lain. Aku memang pernah melarangnya, bukan karena apa-apa. Aku hanya tak ingin dia jadi sering berharap diajak makan oleh siapapun. Namun, kali ini aku tak kuasa menolak permintaannya.Apa lagi yang mengajaknya makan adalah Papanya sendiri. "Boleh, kali ini saja, ya!" kataku akhirnya. "Yeay, Mama paling baik, deh." Zaki memelukku dengan senang hati, lalu kami pun turun ke lantai bawah. Mas Leon mengajakku dan Zaki masuk ke restoran cepat saji asal negeri Paman Sam dengan maskot kakek tua itu. Ternyata pengunjung sedang ramai saat itu, kami kesulitan mencari kursi dan meja yang kosong. Untunglah mata jeli Mas Leon dapat menemukan satu meja yang kosong."Kalian tunggu di sini saja, biar Om yang memesan makanannya, ya!" kata Mas Leon pada Zaki dan tentu saja padaku juga. Mas Leon meninggalkan kami menuju ke kasir. Dia

  • Istriku Preman Pasar    Bab 48

    Bab 48 - Dia juga SukaPOV BelaSetelah percakapan kami sore itu, Zaki tak pernah lagi mengungkit keinginannya itu. Walaupun aku tahu kalau dia masih memendam keinginannya di dalam hati. Maafkan Mama, ya, Sayang. Mama tak mungkin memenuhi keinginan kamu itu.Untuk mengobati kekecewaannya, aku berinisiatif mengajak Zaki berjalan-jalan ke Mal. Kami pergi sejak siang setelah salat Zuhur. Kami hanya pergi berdua saja, sementara panti dan anak-anak yang lainnya kutitipkan pada Bi Ijah. Bi Ijah adalah orang yang membantuku memasak dan mengurus panti selama ini setelah kepergian Umi."Mama, Zaki mau naik mainan yang itu!" seru Zaki menyentak lamunanku. "Iya, Sayang. Ayo kita beli tiketnya dulu, ya," kataku seraya berjalan menuju ke stand penjualan tiket. Aku membeli tiket untuk permainan Komidi putar. Zaki kelihatan sangat bahagia. Sudah lama aku tak melihat tawanya selebar itu. Zaki memilih menaiki kuda bertanduk. Kata Zaki namanya Unicorn, entahlah benar atau tidak. Aku tak pernah men

  • Istriku Preman Pasar    Bab 47

    Bab 47 - Keinginan ZakiTampaknya dia masih penasaran dengan informasi tentang Zaki. Ini sangat membahayakan diriku. Bagaimana jika dia akhirnya mengetahui kalau Zaki--memanggil anaknya. Aku takut, Mas Leon akan mengetahui kebenarannya lalu membawa Zaki dari hidupku. Tidak! Itu tak boleh terjadi!"Papa nya seorang pelaut, tapi sekarang sudah meninggal. Kapalnya tenggelam di laut beberapa waktu."Aku menuturkan cerita yang pernah keceitakan juga pada Zaki. Maafkan Mama, Nak!"Kasihan sekali Zaki, tapi sepertinya dia bahagia.""Tentu saja dia bahagia, apa yang membuatnya tidak bahagia di sini?" tanyaku heran. "Oh, maaf. Maksud saya. Dia tampak tidak tertekan dan baik-baik saja tinggal di panti.""Dia bahagia karena lebih beruntung dari anak-anak yang lain. Dia masih punya Mama dan bisa tinggal bersama mamanya. Sedangkan anak yang lain, orang tua mereka saja entah dimana keberadaanya."Mas Leon sudah selesai sarapannya, aku pun mengajaknya ke depan agar obrolan masalah pribadi selesai

  • Istriku Preman Pasar    Bab 46

    Bab 46 - Leon CurigaPOV BelaKesibukan orang-orang dari WO yang menangani acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon menjadi pemandangan menarik bagi anak-anak asuhanku.Mereka senang melihat aneka macam bunga yang mulai disusun di halaman panti yang lumayan luas. "Ma, jadi orang kaya itu enak, ya?" tanya Zaki padaku. "Enak apanya?" "Ya, enak. Bajunya bagus-bagus, makanannya enak-enak terus punya mobil, rumah yang besar juga uang yang banyak," jawab Zaki dengan bersemangat."Gak semua orang kaya itu hidupnya bahagia, Sayang. Untuk mendapatkan kekayaan juga gak gampang, harus bekerja keras dan tidak boleh menyerah. Makanya Zaki sekolah yang rajin, biar pintar dan bisa meraih semua impian Zaki."Zaki mengangguk dengan senang, matanya berbinar mendengar nasihatku. Dia pun menurut saat kusuruh untuk main dengan yang lain di dalam saja, agar tak mengganggu karyawan WO yang sedang bekerja. Besok adalah hari H acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon. Persiapannya sudah hampir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status