Share

Bab 4

Bab 4 - Bela suka membela

POV Bela

 

Aku telah sampai di rumah, tetapi  masih merenung di teras rumah.  Entah kenapa hari ini aku merasa kesal, padahal siang tadi aku merasa senang saat Mas Leon mengajak makan siang.

 

Kapan lagi bisa makan bareng dengan orang kaya, ganteng pula. Hatiku juga merasa senang saat dia meminta aku menjadi istrinya, jantungku mendadak bergemuruh. Namun demi jaga gengsi hanya tak langsung setuju dengan permintaannya. 

 

Aku sudah bermimpi akan menjadi istrinya walau itu hanya settingan saja. Namun, sepertinya impianku harus kukubur dalam-dalam. Wanita yang bersama Mas Leon tadi sangat cantik, dan sepertinya mereka saling tertarik.

 

Aku bisa melihat tatapan mata wanita itu yang terus tertuju pada Mas Leon. Mereka lebih cocok dan pantas menikah dari pada aku. 

 

"Ah, sudahlah. Mungkin Mas Leon memang bukan jodohku!" putusku, kemudian masuk ke rumah untuk beristirahat.

 

Keesokan harinya, aku baru akan menagih uang keamanan, saat tiba-tiba Ujang, temanku datang dengan tergopoh-gopoh.

 

Bang Ramon, yang sedang menikmati kopinya juga ikut terkejut seperti aku.

 

"Bang, gawat! Gengnya Jalu sudah mulai berani, mereka sedang mengutip uang keamanan pada pedagang kaki lima di depan Bank sana!" 

 

Bang Ramon berdiri sambil menggebrak meja, lalu berjalan dengan tergesa setelah mengambil parangnya dari bawah meja. Aku beserta anak buahnya yang lain juga bergerak mengikutinya. 

 

"Bela, kamu jaga pasar saja! Biar kami yang pergi kesana!" perintahnya padaku.

 

Tentu saja aku menolaknya, Bang Ramon akhirnya mengijinkan aku ikut dengannya. Kami berlarian menuju ke lokasi yang dikatakan oleh Ujang tadi. 

 

Benar saja, Susana telah ramai oleh gengnya Jalu. Mereka langsung bersiap ketika melihat kehadiran kami. 

 

Bang Jalu sang Bang Ramon saling  berdiri berhadapan. Seperti film Koboy yang pernah kutonton, mereka saling beradu pandang sambil berkacak pinggang.

 

"Jalu! Apa kau tahu apa kesalahan mu?" Bang Ramon akhirnya membuka percakapan.

 

"Tentu saja aku tahu tetapi aku tak peduli!"

 

"Bangs**! Sepertinya kau mencari mati!" Bang Ramon langsung menyerang Bang Jalu yang juga telah bersiap. 

 

Aku dan yang lain juga tak tinggal diam. Keributan pun tak dapat dihindarkan lagi. Aku mendapat lawan yang lumayan besar tubuhnya. Namun, dia langsung roboh begitu mendapat tendanganku tepat di benda pusakanya. 

 

Segera kubantu yang lain, jumlah kami yang sedikit tak membuat kami takut, buktinya sudah lebih dari separuh anak buah Bang Jalu yang roboh kena tendanganku dan yang lain.

 

Kelihatannya Bang Jalu juga mulai kewalahan menghadapi serangan Bang Ramon. Sayangnya suara sirine mobil polisi membuyarkan semuanya.

 

Kami harus kabur kalau tidak ingin tertangkap. Aku dan yang lain berlarian memasuki gang kecil yang bisa tembus ke depan pasar. Aku terus berlari sampai napasku mau putus rasanya.

 

Begitu sampai di pasar, kami baru bisa menarik napas lega.

 

"Kurang ajar si Jalu, sayang sekali polisi datang. Kalau tidak, habis dia kubantai!" gerutu Bang Ramon.

 

"Paling, gak dia bakal berpikir dua kali lagi kalau mau menantang kita, Bang!" hiburku.

 

Bang Ramon menoleh padaku, tawanya membahana membuatku kaget.

 

"Kamu hebat Bel, gak sia-sia ilmu yang  kuturunkan padamu selama ini. Berapa orang yang benda pusakanya kau tendang?" tanyanya masih sambil tertawa.

 

"Lupa menghitungnya, Bang," jawabku malu.

 

"Bel, ada yang nyariin, tuh, di depan," temanku yang lain memberitahu padaku. 

 

"Siapa?" 

 

"Gak tau, tetapi orangnya ganteng." 

 

Ganteng, berarti seorang pria. Siapa yang ingin bertemu denganku? Karena merasa penasaran aku segera keluar menuju ke Lobi kantor.

 

"Mas Leon!" gumamku lirih, saat melihat Mas Leon sedang berdiri membelakangiku. 

 

Mas Leon menoleh karena menyadari kehadiranku, senyumnya mengembang. Lalu mengajakku ke cafe depan. Tempat aku dan dia kemarin bertemu.

 

Saat kami menyebrang jalan, tiba-tiba tiga buah motor berhenti di depan kami. Mereka turun lalu menunjuk-nunjuk padaku.

 

"Itu dia orangnya Bos, dia salah satu anggotanya Ramon!" teriak salah seorang dari mereka. 

 

"Gawat, ternyata mereka mengikuti kami sampai ke pasar!" pekikku panik.

 

Mas Leon hanya terbengong saja melihat ke enam orang di depannya.

 

"Mas, tunggu di pinggir saja. Aku mau olahraga sejenajt! bisikku. 

 

Mas Leon menurut, kaku menyingkir ke pinggir. Keenam orang itu menikah padanya tetapi cepa aku berteriak memberitahu mereka, kalau Mas Leon itu pengunjung pasar. 

 

Ke enam orang itu mengepungku sekarang. Langsung saja kupasang kuda-kuda dan bersiap menerima serangan mereka  

 

Dua orang yang maju terlebih dahulu jadi sasaran tendangan ku. Mereka terjungkal ke belakang. Dua orang kembali menyerangku, kembali kubuat terkapar karena tendanganku. 

 

Dua irang sisanya saling memandang laku oeelahan mengeluarkan senjata dari balik kemeja yang mereka pakai  

 

Sedikitpun aku tak merasa takut melihat senjata yang mereka pakai.

 

Seorang yang memegang belati berlari ke arahku sambil berteriak kencang, dengan mudah aku berkelit ke kiri yang satu lagi menyerangku juga. 

 

Sebenarnya aku gak merasa gentar sedikitpun, tetapi rasanya hatiku sedikit lega saat Bang Ramon dan teman-temanku datang sambil berteriak. Kedua musuhku melihat pada mereka lalu kabur meninggalkan keempat temannya yang pingsan karena tendanganku tadi 

 

Aku melirik Mas Leon yang masih terpaku dengan wajah pucat pasi. Kasihan dia, pasti baru kali ini melihat gadis cantik berkelahi secara langsung, pikirku dengan pedenya.

 

Bersambung.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status