Share

Bab 5

Bab 5 - Mulai Berubah

 

POV Leon

 

Tanganku masih gemetar saat membuka pintu kamarku. Betapa tidak, baru kali ini aku menyaksikan sendiri orang berkelahi apa lagi sampai menggunakan senjata seperti tadi.

 

Aku tahu kalau Bela pandai membela diri karena telah melihatnya sendiri saat menggagalkan penjambretan dulu. Namun, yang kulihat kali ini membuatku harus berpikir ulang dengan rencana semula.

 

Agak ngeri juga sih, jika aku sampai menikah dengan Bela  dan suatu saat dia marah karena sesuatu hal, bisa-bisa benda pusaka ku yang jadi sasaran kemarahannya.

 

Aku bergidik ngeri, untung lah teman-temannya datang serta membawanya pergi tadi. Bela hanya melihat padaku menunggu responku, sementara aku sendiri masih terkejut dan syok.

 

Aku tak tahu harus berbuat apa. Semuanya terjadi begitu cepat dan diluar dugaanku. Sepertinya aku harus memikirkan kembali semuanya sebelum terlambat.

 

Ting ... sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselku. 

 

[Selamat malam, Pak Leon. Sudah sampai di rumah 'kan?] Begitu pesan yang kuterima dari Nadine.

 

[Selamat malam juga, aku sudah sampai di rumah. Oh, ya, rasanya saya jadi sangat tua karena dipanggil Bapak terus, bagaimana kalau mulai sekarang kamu panggil saya Mas saja jika diluar urusan kantor.] balasku dengan cepat.

 

Nadine membalas dengan emotikon jempol dan senyum lebar. Berbalas pesan pun berlanjut sampai aku tak sadar jika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. 

 

Aku menyudahi obrolan kami di pesan walau sebenarnya aku masih ingin melanjutkannya. Berbincang dengan Nadine sangat asyik baik langsung ataupun melalui pesan WA. Dia menguasai  berbagai topik obrolan bahkan soal sepak bola pun dia tahu.

 

Malam ini aku tertidur dengan perasaan senang. Semoga mimpiku pun sama indahnya dengan apa yang kualami hari ini.

 

--------------

 

Keesokan harinya, pagi sekali aku sudah duduk dengan manis di meja makan menunggu Bi Sumi menyiapkan sarapan untukku. Hari ini ada rapat dengan pimpinan divisi di kantorku. Aku harus cepat datang agar dapat menyiapkan diri untuk rapat penting ini. 

 

Setelah selesai sarapan aku langsung bergerak meninggalkan rumah. Perjalanan ke kantor butuh waktu sekitar setengah jam jika tidak terkena macet di jalan.

 

Aku hampir sampai di kantor, sekarang aku sedang menunggu lampu menjadi hijau di perempatan jalan menuju ke kantorku. Aku ingat ini adalah persimpangan yang berada di dekat pasar dimana Bela bekerja.

 

Pasti Bela juga sedang menuju ke tempat kerjanya, dan tebakanku tepat karena kini aku melihat Bela sedang berjalan ke arahku bersama dua orang pria di sebelah kiri dan kanannya. 

 

Aku terus memperhatikan Bela yang sedang berjalan sambil bercanda dengan kedua temannya itu. Sesekali mereka tertawa, dan aku sampai menggeleng karena melihat cara Bwla tertawa. 

 

Benar-benar berbeda dengan wanita lain, dia tertawa begitu lepas dan semaunya. Aku semakin ragu dengan rancanaku semula. Sepertinya Bela susah jika diajak ke dalam pergaulanku. 

 

Bagaimana nanti jika aku mengajaknya ke acara pesta yang dihadiri oleh orang-orang kalangan atas. Apa Bela bisa menyesuaikan diri, atau  malah dia akan mempermalukan dirinya sendiri dan tentu juga diriku.

 

Lampu sudah menjadi hijau, dan itu tepat saat Bela berada di depan mobilku, rupanya dia melihat keberadaan ku. Bela tersenyum melihatku, tetapi entah kenapa mulut ini berat rasanya membalas senyumannya itu. 

 

Tangan Bela ditarik oleh kedua temannya karena Bela masih berdiri di tengah jalan menghalangi mobilku dan beberapa mobil dibelakang yang sudah tak sabar ingin segera melanjutkan perjalanannya.

 

Aku berlaku tanpa menoleh pada Bela, dari kaca spion mobil aku dapat melihat kalau Bela masih saja memandangi mobilku sampai aku tak bisa melihatnya lagi di belokan jalan.

 

Aku melanjutkan perjalanan menuju ke kantor, tak lama kemudian aku pun tiba di sana. Kesibukan telah menungguku di dalam ruangan yang sengaja ku dekor dengan tema alam. 

 

Nuansa yang diciptakan oleh dinding yang berwarna biru dengan campuran putih di beberapa tempat membuatku seraasa sedang berada di alam terbuka. Ditambah dengan hiasan bunga-bunga segar yang selalu diganti tiga hari sekali oleh pemilik toko bunga yang berada tak jauh dari kantorku. 

 

Aku sedang sibuk membaca berjas yang baaru saja diberikan oleh sekretaris ku, ketika sebuah ketukan di pintu membuatku berhenti membaca.

 

"Masuk!" perintahku.

 

Pintu terbuka, sekretarisku  masuk, di belakangnya berdiri Nadine. Kejutan yang menyenangkan, batinku 

 

Aku berdiri menyambutnya, dia tersenyum manis membuat jantungku tiba-tiba berdebar tak karuan. 

 

"Selamat pagi, Pak. Maaf kalau saya mengganggu," ucapnya saat kami tinggal berdua saja di ruangan ini.

 

"Kamu lupa apa yang aku katakan semalam? Jangan panggil aku Pak kalau kita hanya berdua. Aku jadi merasa sangat tua jadinya," protes ku.

 

Nadine tertawa kecil, barisan gigi yang tersusun rapi menambah indah wajahnya. Sungguh sempurna apa yang ada di diri Nadine. Sungguh beruntung pria yang akan menjadi suaminya kelak.

 

"Iya Mas, aku lupa. Maaf ya," pintanya dengan suara lembut.

 

Aku mendehem kecil, pikiranku sudah melantur kemana-mana.

 

"Hm, gak apa-apa. Apa masih ada yang belum jelas dari pembicaraan kita kemarin? Sebenarnya kamu bisa menghubungi melalui ponsel saja, Nadine," kataku tanpa melihatnya 

 

"Apa ... kedatanganku mengganggu waktumu, Mas. Kalau begitu aku pamit saja!" Nadine hendak beranjak dari duduknya yang langsung kularang.

 

"Eh, bukan begitu! Maksudnya, kalau ada keperluan mendesak kamu gak perlu repot-repot datang ke sini. Urusan kamu 'kan banyak," terangku panjang lebar. 

 

Nadine duduk kembali dengan wajah cerah. "Aku kira Mas gak suka kalau aku datang ke sini."

 

"Tentu saja tidak, masa aku marah didatangi oleh bidadari cantik seperti kamu."

 

Wajah Nadine berubah bersemu merah, sepertinya dia merasa malu karena omonganku barusan. Namun, aku bukan merayu, kok. Aku hanya berkata yang sebenarnya.

 

Masa aku menolak didatangi wanita secantik Nadine. Sesibuk apapun, pasti aku akan mendahulukan menemaninya. 

 

Kukira aku sudah mulai suka pada Nadine, apa dia saja yang aku jadikan istri. 

 

Bersambung.

 

 

 

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status