Share

Bab 5

Author: Nur Meyda
last update Last Updated: 2023-06-19 20:31:04

Bab 5 - Mulai Berubah

 

POV Leon

 

Tanganku masih gemetar saat membuka pintu kamarku. Betapa tidak, baru kali ini aku menyaksikan sendiri orang berkelahi apa lagi sampai menggunakan senjata seperti tadi.

 

Aku tahu kalau Bela pandai membela diri karena telah melihatnya sendiri saat menggagalkan penjambretan dulu. Namun, yang kulihat kali ini membuatku harus berpikir ulang dengan rencana semula.

 

Agak ngeri juga sih, jika aku sampai menikah dengan Bela  dan suatu saat dia marah karena sesuatu hal, bisa-bisa benda pusaka ku yang jadi sasaran kemarahannya.

 

Aku bergidik ngeri, untung lah teman-temannya datang serta membawanya pergi tadi. Bela hanya melihat padaku menunggu responku, sementara aku sendiri masih terkejut dan syok.

 

Aku tak tahu harus berbuat apa. Semuanya terjadi begitu cepat dan diluar dugaanku. Sepertinya aku harus memikirkan kembali semuanya sebelum terlambat.

 

Ting ... sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselku. 

 

[Selamat malam, Pak Leon. Sudah sampai di rumah 'kan?] Begitu pesan yang kuterima dari Nadine.

 

[Selamat malam juga, aku sudah sampai di rumah. Oh, ya, rasanya saya jadi sangat tua karena dipanggil Bapak terus, bagaimana kalau mulai sekarang kamu panggil saya Mas saja jika diluar urusan kantor.] balasku dengan cepat.

 

Nadine membalas dengan emotikon jempol dan senyum lebar. Berbalas pesan pun berlanjut sampai aku tak sadar jika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. 

 

Aku menyudahi obrolan kami di pesan walau sebenarnya aku masih ingin melanjutkannya. Berbincang dengan Nadine sangat asyik baik langsung ataupun melalui pesan WA. Dia menguasai  berbagai topik obrolan bahkan soal sepak bola pun dia tahu.

 

Malam ini aku tertidur dengan perasaan senang. Semoga mimpiku pun sama indahnya dengan apa yang kualami hari ini.

 

--------------

 

Keesokan harinya, pagi sekali aku sudah duduk dengan manis di meja makan menunggu Bi Sumi menyiapkan sarapan untukku. Hari ini ada rapat dengan pimpinan divisi di kantorku. Aku harus cepat datang agar dapat menyiapkan diri untuk rapat penting ini. 

 

Setelah selesai sarapan aku langsung bergerak meninggalkan rumah. Perjalanan ke kantor butuh waktu sekitar setengah jam jika tidak terkena macet di jalan.

 

Aku hampir sampai di kantor, sekarang aku sedang menunggu lampu menjadi hijau di perempatan jalan menuju ke kantorku. Aku ingat ini adalah persimpangan yang berada di dekat pasar dimana Bela bekerja.

 

Pasti Bela juga sedang menuju ke tempat kerjanya, dan tebakanku tepat karena kini aku melihat Bela sedang berjalan ke arahku bersama dua orang pria di sebelah kiri dan kanannya. 

 

Aku terus memperhatikan Bela yang sedang berjalan sambil bercanda dengan kedua temannya itu. Sesekali mereka tertawa, dan aku sampai menggeleng karena melihat cara Bwla tertawa. 

 

Benar-benar berbeda dengan wanita lain, dia tertawa begitu lepas dan semaunya. Aku semakin ragu dengan rancanaku semula. Sepertinya Bela susah jika diajak ke dalam pergaulanku. 

 

Bagaimana nanti jika aku mengajaknya ke acara pesta yang dihadiri oleh orang-orang kalangan atas. Apa Bela bisa menyesuaikan diri, atau  malah dia akan mempermalukan dirinya sendiri dan tentu juga diriku.

 

Lampu sudah menjadi hijau, dan itu tepat saat Bela berada di depan mobilku, rupanya dia melihat keberadaan ku. Bela tersenyum melihatku, tetapi entah kenapa mulut ini berat rasanya membalas senyumannya itu. 

 

Tangan Bela ditarik oleh kedua temannya karena Bela masih berdiri di tengah jalan menghalangi mobilku dan beberapa mobil dibelakang yang sudah tak sabar ingin segera melanjutkan perjalanannya.

 

Aku berlaku tanpa menoleh pada Bela, dari kaca spion mobil aku dapat melihat kalau Bela masih saja memandangi mobilku sampai aku tak bisa melihatnya lagi di belokan jalan.

 

Aku melanjutkan perjalanan menuju ke kantor, tak lama kemudian aku pun tiba di sana. Kesibukan telah menungguku di dalam ruangan yang sengaja ku dekor dengan tema alam. 

 

Nuansa yang diciptakan oleh dinding yang berwarna biru dengan campuran putih di beberapa tempat membuatku seraasa sedang berada di alam terbuka. Ditambah dengan hiasan bunga-bunga segar yang selalu diganti tiga hari sekali oleh pemilik toko bunga yang berada tak jauh dari kantorku. 

 

Aku sedang sibuk membaca berjas yang baaru saja diberikan oleh sekretaris ku, ketika sebuah ketukan di pintu membuatku berhenti membaca.

 

"Masuk!" perintahku.

 

Pintu terbuka, sekretarisku  masuk, di belakangnya berdiri Nadine. Kejutan yang menyenangkan, batinku 

 

Aku berdiri menyambutnya, dia tersenyum manis membuat jantungku tiba-tiba berdebar tak karuan. 

 

"Selamat pagi, Pak. Maaf kalau saya mengganggu," ucapnya saat kami tinggal berdua saja di ruangan ini.

 

"Kamu lupa apa yang aku katakan semalam? Jangan panggil aku Pak kalau kita hanya berdua. Aku jadi merasa sangat tua jadinya," protes ku.

 

Nadine tertawa kecil, barisan gigi yang tersusun rapi menambah indah wajahnya. Sungguh sempurna apa yang ada di diri Nadine. Sungguh beruntung pria yang akan menjadi suaminya kelak.

 

"Iya Mas, aku lupa. Maaf ya," pintanya dengan suara lembut.

 

Aku mendehem kecil, pikiranku sudah melantur kemana-mana.

 

"Hm, gak apa-apa. Apa masih ada yang belum jelas dari pembicaraan kita kemarin? Sebenarnya kamu bisa menghubungi melalui ponsel saja, Nadine," kataku tanpa melihatnya 

 

"Apa ... kedatanganku mengganggu waktumu, Mas. Kalau begitu aku pamit saja!" Nadine hendak beranjak dari duduknya yang langsung kularang.

 

"Eh, bukan begitu! Maksudnya, kalau ada keperluan mendesak kamu gak perlu repot-repot datang ke sini. Urusan kamu 'kan banyak," terangku panjang lebar. 

 

Nadine duduk kembali dengan wajah cerah. "Aku kira Mas gak suka kalau aku datang ke sini."

 

"Tentu saja tidak, masa aku marah didatangi oleh bidadari cantik seperti kamu."

 

Wajah Nadine berubah bersemu merah, sepertinya dia merasa malu karena omonganku barusan. Namun, aku bukan merayu, kok. Aku hanya berkata yang sebenarnya.

 

Masa aku menolak didatangi wanita secantik Nadine. Sesibuk apapun, pasti aku akan mendahulukan menemaninya. 

 

Kukira aku sudah mulai suka pada Nadine, apa dia saja yang aku jadikan istri. 

 

Bersambung.

 

 

 

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Preman Pasar    Bab 51

    Bab 51 Kok Bisa Sama"Kita juga masih berusaha mendapatkan darah di PMI pusat, Bu. Karena stok darah tersebut sedang kosong di sini. Namun, Zaki harus segera mendapatkan transfusi darah tersebut. Kalau tidak—""Pakai darah saya saja, Dok. Golongan darah saya sama dengan Zaki," ucap Leon memotong ucapan sang dokter. Semua yang berada di depan ruang IGD menoleh pada Leon. Intan tampak tersenyum samar. Dia bahagia karena yakin akan hubungan Leon dan Bela serta Zaki. "Baiklah, kalau begitu anda ikut saya!" balas sang dokter. Leon menoleh pada Bela yang masih menundukkan wajahnya, kemudian mengikuti langkah dokter tersebut ke dalam ruangan di mana Zaki sedang dirawat. Intan menarik napas lega, seusianya Maslaah darah sudah terselesaikan. Dia pun mengajak Bela untuk duduk dan sabar menunggu sampai operasi selesai dilaksanakan. "Saya takut, Bu. Hanya Zaki satu-satunya milik saya di dunia ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengannya, ah, saya bisa mati dengan membayangkannya saja," keluh

  • Istriku Preman Pasar    Bab 50

    Bab 50 - Kecelakaan ZakiPOV AuthorBela sedang menerima tamu yang dibawa Leon untuk melihat-lihat kondisi panti yang diasuhnya. Intan dan Rangga, beserta ketiga anaknya tidak hanya berkunjung, tetapi mereka juga membawa banyak barang untuk kebutuhan Panti. Tentu saja Bela merasa senang sekaligus bersyukur. Tiba-tiba saja, seorang anak panti berlari mengulitinya dengan wajah cemas. "Ibu, Zaki!" seru sang anak ketakutan. "Zaki kenapa?" tanya Bela ikut khawatir. "Zaki jatuh dari pohon mangga, Bu. Kepalanya berdarah kena batu!" jawab si anak laki-laki takut. "Apa, di mana dia sekarang?" Bela mulai panik, dia langsung berlari mendapati Zaki setelah si anak laki-laki itu memberitahu kalau Zaki ada di kebun belakang. Bagian belakang panti memang anak ditumbuhi pohon buah-buahan seperti Mangga, Rambutan, Jambu Air dan beberapa jenis buah lainnya. Rangga dan keluarga juga ikut berlari menyusul Bela. Sampai di kebun belakang panti, Intan sangat kaget melihat Zaki yang tergeletak di tana

  • Istriku Preman Pasar    Bab 49

    Bab 49 Ketakutan Bela"Suka, Om. Boleh, kan, Ma?" Zaki memandang padaku dengan pandangan memohon. Dia tahu kalau aku tak suka Zaki menerima tawaran makan dari orang lain. Aku memang pernah melarangnya, bukan karena apa-apa. Aku hanya tak ingin dia jadi sering berharap diajak makan oleh siapapun. Namun, kali ini aku tak kuasa menolak permintaannya.Apa lagi yang mengajaknya makan adalah Papanya sendiri. "Boleh, kali ini saja, ya!" kataku akhirnya. "Yeay, Mama paling baik, deh." Zaki memelukku dengan senang hati, lalu kami pun turun ke lantai bawah. Mas Leon mengajakku dan Zaki masuk ke restoran cepat saji asal negeri Paman Sam dengan maskot kakek tua itu. Ternyata pengunjung sedang ramai saat itu, kami kesulitan mencari kursi dan meja yang kosong. Untunglah mata jeli Mas Leon dapat menemukan satu meja yang kosong."Kalian tunggu di sini saja, biar Om yang memesan makanannya, ya!" kata Mas Leon pada Zaki dan tentu saja padaku juga. Mas Leon meninggalkan kami menuju ke kasir. Dia

  • Istriku Preman Pasar    Bab 48

    Bab 48 - Dia juga SukaPOV BelaSetelah percakapan kami sore itu, Zaki tak pernah lagi mengungkit keinginannya itu. Walaupun aku tahu kalau dia masih memendam keinginannya di dalam hati. Maafkan Mama, ya, Sayang. Mama tak mungkin memenuhi keinginan kamu itu.Untuk mengobati kekecewaannya, aku berinisiatif mengajak Zaki berjalan-jalan ke Mal. Kami pergi sejak siang setelah salat Zuhur. Kami hanya pergi berdua saja, sementara panti dan anak-anak yang lainnya kutitipkan pada Bi Ijah. Bi Ijah adalah orang yang membantuku memasak dan mengurus panti selama ini setelah kepergian Umi."Mama, Zaki mau naik mainan yang itu!" seru Zaki menyentak lamunanku. "Iya, Sayang. Ayo kita beli tiketnya dulu, ya," kataku seraya berjalan menuju ke stand penjualan tiket. Aku membeli tiket untuk permainan Komidi putar. Zaki kelihatan sangat bahagia. Sudah lama aku tak melihat tawanya selebar itu. Zaki memilih menaiki kuda bertanduk. Kata Zaki namanya Unicorn, entahlah benar atau tidak. Aku tak pernah men

  • Istriku Preman Pasar    Bab 47

    Bab 47 - Keinginan ZakiTampaknya dia masih penasaran dengan informasi tentang Zaki. Ini sangat membahayakan diriku. Bagaimana jika dia akhirnya mengetahui kalau Zaki--memanggil anaknya. Aku takut, Mas Leon akan mengetahui kebenarannya lalu membawa Zaki dari hidupku. Tidak! Itu tak boleh terjadi!"Papa nya seorang pelaut, tapi sekarang sudah meninggal. Kapalnya tenggelam di laut beberapa waktu."Aku menuturkan cerita yang pernah keceitakan juga pada Zaki. Maafkan Mama, Nak!"Kasihan sekali Zaki, tapi sepertinya dia bahagia.""Tentu saja dia bahagia, apa yang membuatnya tidak bahagia di sini?" tanyaku heran. "Oh, maaf. Maksud saya. Dia tampak tidak tertekan dan baik-baik saja tinggal di panti.""Dia bahagia karena lebih beruntung dari anak-anak yang lain. Dia masih punya Mama dan bisa tinggal bersama mamanya. Sedangkan anak yang lain, orang tua mereka saja entah dimana keberadaanya."Mas Leon sudah selesai sarapannya, aku pun mengajaknya ke depan agar obrolan masalah pribadi selesai

  • Istriku Preman Pasar    Bab 46

    Bab 46 - Leon CurigaPOV BelaKesibukan orang-orang dari WO yang menangani acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon menjadi pemandangan menarik bagi anak-anak asuhanku.Mereka senang melihat aneka macam bunga yang mulai disusun di halaman panti yang lumayan luas. "Ma, jadi orang kaya itu enak, ya?" tanya Zaki padaku. "Enak apanya?" "Ya, enak. Bajunya bagus-bagus, makanannya enak-enak terus punya mobil, rumah yang besar juga uang yang banyak," jawab Zaki dengan bersemangat."Gak semua orang kaya itu hidupnya bahagia, Sayang. Untuk mendapatkan kekayaan juga gak gampang, harus bekerja keras dan tidak boleh menyerah. Makanya Zaki sekolah yang rajin, biar pintar dan bisa meraih semua impian Zaki."Zaki mengangguk dengan senang, matanya berbinar mendengar nasihatku. Dia pun menurut saat kusuruh untuk main dengan yang lain di dalam saja, agar tak mengganggu karyawan WO yang sedang bekerja. Besok adalah hari H acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon. Persiapannya sudah hampir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status