Bab 6 - Malaikat Tak Bersayap"Ma, Mas Leon bawa cewek cakep banget," Aku yang akan masuk ke kamar menghentikan langkahku karena mendengar suara Yola yang bicara pada mamanya."Dimana dia sekarang?" Kudengar suara mama bertanya pada Yola. Pasti mereka merasa penasaran karena sore ini aku membawa Nadine ke rumah. Yola masih hendak menjawab tetapi dibatalkannya karena mendengar pintu kamar kubuka dengan kasar. Aku memang sengaja melakukannya, agar mereka tak bergunjing lagi saat aku ada di rumah.Tak terdengar lagi suara mereka berdua, aku pun melanjutkan rencana ku untuk mandi. Setelah selesai aku pun keluar dari kamar. Namun, aku kaget saat melihat pemandangan yang ada di depan mata.Dua wanita yang kubenci itu sedang mengobrol akrab dengan Nadine. Mereka bahkan sampai tertawa akrab begitu."Eh, itu Leon. Kalian mau pergi, ya. Bagaimana kalau kita makan di rumah saja biar Mama yang masak!" Mama bicara sambil menggenggam tangan Nadine dengan erat."Saya, sih, terserah Leon saja, Tant
Bab 7POV ARABELASebenarnya sejak awal aku sudah menyadari keberadaan Mas Leon. Aku mengenali mobilnya yang terparkir di dekat warung tempat aku biasa membeli nasi. Kubiarkan saja dia mengikuti aku, siapa tahu dia merasa tergerak juga untuk melakukan hal yang sama. Setiap Jumat malam aku memang biasa membagikan nasi bungkus pada orang yang membutuhkan di sekitarku. Jumat berkah istilahnya, aku sih dengarnya dari pak ustaz yang sering kasih ceramah di masjid dekat rumah. Alhamdulillah sudah empat tahun ini aku bisa menjalankannya. Sempat terhenti sebentar karena nenekku meninggal dunia, tapi tak lama aku melanjutkannya kembali.Kembali ke Mas Leon, dia merasa kaget saat tiba-riba aku menyapanya. Mungkin dia gak menyangka kalau aku tahu keberadaannya di situ. Setelah puas mengikutiku, Mas Leon pun pamit setelah meminta maaf padaku. Aku menatap kepergian Mas Leon dengan perasaan campur aduk. Sebagian merasa kesal karena aku merasa menjadi korban PHP-nya. Sebagian lagi meraasa lucu,
Bab 8 - Orang Kaya Rese"Leon, apa Mas Leon itu yang dimaksud ibu ini?" Tanyaku dalam hati. Ah, mana mungkin. Leon di kota ini 'kan banyak. Belum tentu dia yang dimaksud ibu itu. Lagi pula, ngapain juga aku mikirin dia terus. Akhirnya aku meninggalkan si ibu dan mobil mogoknya karena Mang Diman telah datang beserta teman-temannya. Melanjutkan perjalanan menuju ke pasar. Sampai di pasar suasana sudah ramai oleh orang yang berlalu lalang mencari barang kebutuhannya. "Pagi, Bang Ramon," sapaku. Bang Ramon sedang menikmati gorengan plus kopi hitam yang sudah tinggal setengahnya."Hei, pagi Bel. Sudah sarapan, kalau belum, pesan, gih!" "Aku sudah sarapan, Bang. Mana yang lain? Kok sendirian aja?" "Sedang keliling, memantau keamanan pasar. Sepertinya hari ini bakalan ramai, karena besok hari libur. Oh, ya, pria yang bersamamu kemarin itu siapa, Bel?" Aku mengernyitkan dahi, pria mana yang di maksud Bang Ramon?"Itu, lho. Yang berdiri ketakutan di pojokan waktu kamu diserang anak buah
Bab 9 - Kebakaran di PasarPOV LEONHari ini aku berangkat agak siangan, memang sengaja karena hari ini tak ada meeting atau rapat yang harus aku hadiri.Yola dan mamanya telah berangkat sejak tadi, mama mengantar Yola ke sekolah lalu dia sibuk dengan aktifitasnya sendiri. Biasanya ke salon atau kalau tidak bertandang ke rumah teman sosialitanya.Begitulah kehidupan yang dijalani mama tiriku, menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak perlu. Jika mengingat mereka moodku langsung buyar, seperti pagi ini. Aku menyetir dengan kesal, apalagi jalanan mendadak macet. Padahal aku sudah dekat dengan kantor, hanya tinggal melewati pasar sampai perempatan lalu berbelok ke kiri. "Mengapa pagi ini jalanan bisa macet begini?" tanyaku pada diri sendiri sambil melihat kenderaan di depanku berjalan dengan sangat lambat. "Pak, ada kejadian apa di depan sampai jalanan semacet ini?" tanyaku pada seorang penjual cilok yang lewat. "Pasar kebakaran, Mas. Sudah banyak yang hangus tokonya!" jawab si
Bab 10 - Bela yang KuatSyukurlah tak berapa lama kami tiba di rumah sakit, Bela langsung dibawa ke ruang UGD untuk pemeriksaan lebih lanjut. Aku menunggu di depan ruangan dengan hati cemas dan khawatir.Lima belas menit kemudian, dokter yang memeriksanya keluar dengan senyum di bibirnya. Hatiku langsung terasa adem, itu berarti Bela akan baik-baik saja. "Bagaimana, Dok?" Tak urung aku bertanya juga. "Sejauh ini dia masih baik-baik saja. Sekarang sudah sadar. Namun untuk pemeriksaan lebih lanjut, sebaiknya pasien dirawat beberapa waktu di sini. Jika hasil pemeriksaannya bagus, pasien boleh pulang," terang dokter panjang lebar. "Alhamdulillah, terima kasih dokter. Apa saya boleh menjenguknya?" tanyaku. Dokter mengangguk lalu permisi untuk kembali ke ruangannya. Setelah mengucapkan terima kasih, aku masuk ke ruangan Bela. Dia sedang duduk melamun di atas tempat tidur. Aku merasa iba melihat keadaanya sekarang. "Bel, bagaimana keadaan kamu?" tanyaku pelan. Bela kaget melihat kedata
Bab 11 - Ke rumah BelaPOV LeonSyukurlah, ternyata Bela tidak mengalami luka yang serius jadi menjelang magrib dia sudah diperbolehkan pulang. Sekarang aku sedang mengantar sampai ke rumahnya. Sambil menyetir, pikiranku berkelana mengingat Nadine. Nadine yang datang berkunjung siang tadi telah pulang, dia tak lama di rumah sakit. Setelah berbasa-basi dengan Bela lalu membahas soal pekerjaan denganku, Nadine-pun pamit pulang. Nadine itu benar-benar profesional, semua langkah dan tindakan sudah dipikirkannya secara matang. Aku semakin kagum padanya, sifat dewasanya semakin menarik hatiku."Mas, kalau nyetir jangan sambil melamun!" seru Bela mengagetkanku. Karena asyik melamun, aku hampir saja menabrak orang yang sedang menyeberang "Maaf-maaf, aku sedang gak fokus," jawabku.Aku kembali mengemudikan mobil menuju ke rumah Bela. Setengah jam kemudian kami tiba di depan gang rumahnya. Bela turun sambil mengucapkan terima kasih."Aku boleh mampir, gak?" tanyaku. Entah kenapa aku malas
Bab 12 - Bertemu Bang RamonBela segera bangkit menyongsong tamu yang datang."Waalaikumsalam, masuk, Bang Ramon. Kak Asih ikut juga, ayo, masuk, Kak!" ajak Bela ramah.Pria yang disapa Bela dengan sebutan Bang Ramon itu masuk dan duduk tepat di hadapanku. Matanya mengawasiku dengan tajam membuat nyaliku seketika menjadi ciut.Bela masuk ke dalam dan keluar lagi dengan nampan berisi air putih seperti yang disuguhkannya padaku tadi."Diminum, Bang, Kak Asih. tapi maaf cuma air putih," tawar Bela. "Terima kasih, Bel. Katanya kamu ketimpa kayu di pasar tadi. Kakak khawatir, makanya datang ke sini," kata wanita yang bernama Kak Asih. Sepertinya dia istri dari pria yang maaih menatapku dengan tajam itu. Siapa sebenarnya pria itu, apa dia abangnya Bela? Sepertinya tidak, karena setahuku, Bela itu tidak mempunyai saudara."Oh, iya, Bang Ramon. Kenalkan ini Mas Leon, dia yang membawa aku ke rumah sakit tadi." Akhirnya Bela memperkenalkan kami berdua. Aku menyambut uluran tangan Bang Ramon y
Bab 13 - The Bodyguard POV LeonSejak pertemuan dengan bang Ramon itu aku mulai memikirkan kembali akan rencanaku semula. Memang benar jika aku terlalu melihat wanita dari penampilannya saja. Sepertinya aku harus mulai memikirkan rencanaku itu. Pagi itu aku pergi ke kantor seperti biasa, cuaca cerah membuat semangatku juga sama cerahnya hari ini.Tiba-tiba pandanganku menangkap pemandangan yang tidak biasa. Di tepi jalan segerombolan pria sedang mengejar seseorang di depannya. Aku hanya bisa melihat punggung mereka karena posisiku yang berada dibelakang orang-orang tersebut.Kupercepat laju mobilnya hingga aku bisa melihat siapa yang sedang di kejar. "Bela!" seruku kaget. Langsung saja aku menepikan mobil lalu membuka pintunya. "Masuk, Bel!" teriakku. Bela melihatku lalu melompat masuk ke dalam mobil. Secepat kilat aku kabur dengan melajukan mobil sekencangnya. Masih bisa kudengar umpatan dan makian dari orang-orang yang mengejar Bela tadi.Beruntung suasana jalanan masih sepi,