Share

Bab 6

Bab 6 - Malaikat Tak Bersayap

 

 

"Ma, Mas Leon bawa cewek cakep banget," Aku yang akan masuk ke kamar menghentikan langkahku karena mendengar suara Yola yang bicara pada mamanya.

 

"Dimana dia sekarang?" Kudengar suara mama bertanya pada Yola. Pasti mereka merasa penasaran karena sore ini aku membawa Nadine ke rumah. 

 

Yola masih hendak menjawab tetapi dibatalkannya karena mendengar pintu kamar kubuka dengan kasar. Aku memang sengaja melakukannya, agar mereka tak bergunjing lagi saat aku ada di rumah.

 

Tak terdengar lagi suara mereka berdua, aku pun melanjutkan rencana ku untuk mandi. Setelah selesai aku pun keluar dari kamar. Namun, aku kaget saat melihat pemandangan yang ada di depan mata.

 

Dua wanita yang kubenci itu sedang mengobrol akrab dengan Nadine. Mereka bahkan sampai tertawa akrab begitu.

 

"Eh, itu Leon. Kalian mau pergi, ya. Bagaimana kalau kita makan di rumah saja  biar Mama yang masak!" Mama bicara sambil menggenggam tangan Nadine dengan erat.

 

"Saya, sih, terserah Leon saja, Tante," jawab Nadine. 

 

"Ayo!" kataku tanpa peduli dengan dua orang yang sedang berusaha menjilat tersebut.

 

Nadine berdiri lalu mengekori langkahku dengan bingung. "Jahat banget, sih, Mas Leon!" gerutu Yola. 

 

Tak kuhiraukan ocehan Yola, aku terus melangkah menuju ke garasi. Tanpa membukakan pintu untuk Nadine, aku masuk ke dalam mobil lalu menghempaskan tubuhku dengan kasar. 

 

Nadine juga masuk dan duduk di sampingku dalam diam, dia hanya melirik tanpa berbicara. 

 

Sampai kami tiba di depan rumahnya, tetap tak ada pembicaraan diantara kami. Setelah keluar dari mobilku, barulah Nadine mengeluarkan suaranya.

 

"Mampir dulu, Mas!" 

 

"Lain kali saja, aku capek. Permisi!" Pamitku, lalu segera meninggalkan kediaman Nadine. Kupacu mobil dengan kecepatan sedang saja, sambil menyetir aku menikmati suasana malam yang lumayan cerah. 

 

Udara dingin yang masuk dari jendela yang sengaja kubuka membuat pikiranku kembali segar. Tak terasa aku telah menyetir mobil jauh ke tengah kota, tepatnya ke daerah pasar. 

 

Aku menepikan mobil di tempat yang agak ramai, ngeri juga kalau memilih tempat sepi. Di tepi jalan kulihat banyak penjual makanan yang hanya buka di malam hari. Mereka menggelar dagangannya di atas trotoar yang seharusnya tempat untuk orang berjalan kaki.

 

Lumayan ramai juga, banyak pasangan yang sedang duduk santai di atas tikar sedang menikmati hidangannya. Mataku mengerjai beberapa kali saat melihat sosok yang sempat mengisi pikiranku beberapa hari lalu.

 

Bela, gadis itu sedang berjalan dengan santai menuju ke salah satu warung yang menjual makanan. Tak berapa lama, dia sudah keluar lagi dengan membawa dua buah bungkusan yang cukup besar di kedua tangannya. 

 

Bela berjalan melewati mobilku, rupanya dia tidak memperhatikan mobilku ini. 

 

"Mau ke mana dia. Sepertinya bungkusan yang dibawanya itu berisi makanan. Baiklah, akan kuikuti dia!" gumamku sendiri.

 

Setelah keluar dan mengunci pintu mobil, aku berjalan perlahan di belakang Bela. Dia terus berjalan dan sekarang menyeberang jalan menuju ke kumpulan anak-anak yang sedang bermain di taman yang berada di bawah jembatan layang. 

 

Aku memperhatikan dari kejauhan, anak-anak itu menyambut kedatangan Bela dengan gembira. Bela memberikan mereka bungkusan yang dibawanya masing-masing satu untuk satu orang. 

 

Anak-anak itu segera melahap pemberian Bela yang ternyata berisi nasi dan lauk pauknya. Setelah selesai dengan anak-anak tersebut, Bela bergerak lagi ke tempat lain. 

 

Aku pun menyeberang jalan kembali, tetap menjaga jarak agar Bela tak menyadari kehadiranku. Kali ini dia mendatangi para pengemis di persimpangan lampu merah. Seperti tadi, para pengemis itu juga menyambutnya dengan gembira. 

 

Sepertinya mereka memang sedang menunggu kedatangan Bela, buktinya begitu melihat kedatangan Bela, mereka langsung merubunginya. 

 

Aku mengamati para pengemis yang sedang makan dengan lahapnya. Rasa haru memenuhi rongga dadaku, ternyata Bela mempunyai hati bak malaikat. Selain cantik, dia juga suka menolong dan peduli terhadap sesamanya.

 

"Mas ngapain ngikutin aku?" 

 

"Astaghfirullah!" Pekikku saking kagetnya. 

 

Aku tak menyadari kehadiran Bela di sampingku karena asyik melamun tadi. Bela tertawa melihatku, kemudian berlalu begitu saja. Segera kukejar dan kujejeri langkahnya yang panjang dan cepat.

 

"Aku gak sengaja lewat tadi, terus lihat kamu sedang membawa bungkusan besar itu. Mengapa kamu melakukan hal itu, Bel?" 

 

Bela berhenti lalu menatapku dengan tajam, kemudian menarik napas sebelum melanjutkan langkahnya kembali. Seperti tadi aku pun menjejei langkahnya kembali.

 

"Seminggu sekali setiap hari Jumat malam, aku sengaja membagi-bagi makanan buat orang-orang yang membutuhkan, Mas," jawabnya.

 

"Biar masuk surga nanti, ya?" 

 

"Biar dapat pahala dan berkah, Mas gak tahu, ya? Kalau kita bersedekah di hari Jumat selain oahakanya lebih besar, rezeki kita juga akan bertambah jika kita ikhlas melakukannya," terang Bela membuatku tertegun.

 

Aku pernah mendengar hal itu, tetapi sampai sekarang belum pernah sekalipun kulaksanakan. 

 

Bela berhenti di tepi jalan, kemudian dia mendekati kumpulan tukang ojek yang sedang mangkal di sana. 

 

"Assalamualaikum, Bapak. Ini ada sedikit rezeki, makan malam buat semuanya. Silakan, diambil satu seorang, ya!" Kata Bela dengan riang.

 

Para pengemudi ojek itu mengambil nasi yang disodorkan Bela sambil mengucapkan terima kasih padanya.

 

"Aduh, Neng Bela. Terima kasih, semoga rezeki Neng Bela semakin berlimpah dan diberi kesehatan serta kebahagian," ucap seorang Bapak bertubuh gemuk dan di-amin kan oleh yang lain.

 

"Amin, terima kasih Bapak. Yang semangat kerjanya, ya! Assalamualaikum," pamitnya. 

 

"Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.

 

Bela mengajakku pergi, aku menganggukkan kepala tanda pamit pada para pengemudi ojek itu.

 

Kami berjalan kembali ke tempat mobilku terparkir tadi. Bungkusan di tangan Bela telah habis, kini dia berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke masing-masing kantung celananya. 

 

"Sudah lama kamu melakukan kegiatan ini, Bel?" Tanyaku memecah kesunyian.

 

"Sejak aku bisa cari uang sendiri, Mas. Mungkin sekitar empat tahunan, kalau gak salah," jawabnya santai. 

 

"Apa uang kamu gak habis, aku lihat kamu banyak membeli nasinya tadi."

 

"Sekitar tiga ratus ribuan, aku beli nasinya di temoat langganan. Jadi dapat diskon, lumayan jadi bisa beli yang banyak," jawabnya sambil terkekeh geli.

 

Kami telah sampai di dekat mobilku, Bela pamit pulang. Dia bersikeras tak mau aku antar, alasannya karena mobilku gak muat masuk ke gang rumanya. Benar juga, sih. 

 

"Bela!" Panggilku. Bela berhenti lalu berbalik ke arahku. "Soal peemintaan itu, aku minta maaf! Soalnya ...." 

 

"Gak apa, Mas. Aku maklum, kok. Lagi pula aku tidak begitu tertarik, jadi santai aja. Aku pamit ya!" Kata Bela memotong ucapanku. 

 

Dia kembali berjalan meninggalkanku. Aku menarik napas lega, ternyata Bela tak marah padaku. Dengan hati lega aku pulang ke rumah. 

 

Bersambung.

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status