Share

Bab 6

Penulis: Nur Meyda
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-19 20:32:59

Bab 6 - Malaikat Tak Bersayap

 

 

"Ma, Mas Leon bawa cewek cakep banget," Aku yang akan masuk ke kamar menghentikan langkahku karena mendengar suara Yola yang bicara pada mamanya.

 

"Dimana dia sekarang?" Kudengar suara mama bertanya pada Yola. Pasti mereka merasa penasaran karena sore ini aku membawa Nadine ke rumah. 

 

Yola masih hendak menjawab tetapi dibatalkannya karena mendengar pintu kamar kubuka dengan kasar. Aku memang sengaja melakukannya, agar mereka tak bergunjing lagi saat aku ada di rumah.

 

Tak terdengar lagi suara mereka berdua, aku pun melanjutkan rencana ku untuk mandi. Setelah selesai aku pun keluar dari kamar. Namun, aku kaget saat melihat pemandangan yang ada di depan mata.

 

Dua wanita yang kubenci itu sedang mengobrol akrab dengan Nadine. Mereka bahkan sampai tertawa akrab begitu.

 

"Eh, itu Leon. Kalian mau pergi, ya. Bagaimana kalau kita makan di rumah saja  biar Mama yang masak!" Mama bicara sambil menggenggam tangan Nadine dengan erat.

 

"Saya, sih, terserah Leon saja, Tante," jawab Nadine. 

 

"Ayo!" kataku tanpa peduli dengan dua orang yang sedang berusaha menjilat tersebut.

 

Nadine berdiri lalu mengekori langkahku dengan bingung. "Jahat banget, sih, Mas Leon!" gerutu Yola. 

 

Tak kuhiraukan ocehan Yola, aku terus melangkah menuju ke garasi. Tanpa membukakan pintu untuk Nadine, aku masuk ke dalam mobil lalu menghempaskan tubuhku dengan kasar. 

 

Nadine juga masuk dan duduk di sampingku dalam diam, dia hanya melirik tanpa berbicara. 

 

Sampai kami tiba di depan rumahnya, tetap tak ada pembicaraan diantara kami. Setelah keluar dari mobilku, barulah Nadine mengeluarkan suaranya.

 

"Mampir dulu, Mas!" 

 

"Lain kali saja, aku capek. Permisi!" Pamitku, lalu segera meninggalkan kediaman Nadine. Kupacu mobil dengan kecepatan sedang saja, sambil menyetir aku menikmati suasana malam yang lumayan cerah. 

 

Udara dingin yang masuk dari jendela yang sengaja kubuka membuat pikiranku kembali segar. Tak terasa aku telah menyetir mobil jauh ke tengah kota, tepatnya ke daerah pasar. 

 

Aku menepikan mobil di tempat yang agak ramai, ngeri juga kalau memilih tempat sepi. Di tepi jalan kulihat banyak penjual makanan yang hanya buka di malam hari. Mereka menggelar dagangannya di atas trotoar yang seharusnya tempat untuk orang berjalan kaki.

 

Lumayan ramai juga, banyak pasangan yang sedang duduk santai di atas tikar sedang menikmati hidangannya. Mataku mengerjai beberapa kali saat melihat sosok yang sempat mengisi pikiranku beberapa hari lalu.

 

Bela, gadis itu sedang berjalan dengan santai menuju ke salah satu warung yang menjual makanan. Tak berapa lama, dia sudah keluar lagi dengan membawa dua buah bungkusan yang cukup besar di kedua tangannya. 

 

Bela berjalan melewati mobilku, rupanya dia tidak memperhatikan mobilku ini. 

 

"Mau ke mana dia. Sepertinya bungkusan yang dibawanya itu berisi makanan. Baiklah, akan kuikuti dia!" gumamku sendiri.

 

Setelah keluar dan mengunci pintu mobil, aku berjalan perlahan di belakang Bela. Dia terus berjalan dan sekarang menyeberang jalan menuju ke kumpulan anak-anak yang sedang bermain di taman yang berada di bawah jembatan layang. 

 

Aku memperhatikan dari kejauhan, anak-anak itu menyambut kedatangan Bela dengan gembira. Bela memberikan mereka bungkusan yang dibawanya masing-masing satu untuk satu orang. 

 

Anak-anak itu segera melahap pemberian Bela yang ternyata berisi nasi dan lauk pauknya. Setelah selesai dengan anak-anak tersebut, Bela bergerak lagi ke tempat lain. 

 

Aku pun menyeberang jalan kembali, tetap menjaga jarak agar Bela tak menyadari kehadiranku. Kali ini dia mendatangi para pengemis di persimpangan lampu merah. Seperti tadi, para pengemis itu juga menyambutnya dengan gembira. 

 

Sepertinya mereka memang sedang menunggu kedatangan Bela, buktinya begitu melihat kedatangan Bela, mereka langsung merubunginya. 

 

Aku mengamati para pengemis yang sedang makan dengan lahapnya. Rasa haru memenuhi rongga dadaku, ternyata Bela mempunyai hati bak malaikat. Selain cantik, dia juga suka menolong dan peduli terhadap sesamanya.

 

"Mas ngapain ngikutin aku?" 

 

"Astaghfirullah!" Pekikku saking kagetnya. 

 

Aku tak menyadari kehadiran Bela di sampingku karena asyik melamun tadi. Bela tertawa melihatku, kemudian berlalu begitu saja. Segera kukejar dan kujejeri langkahnya yang panjang dan cepat.

 

"Aku gak sengaja lewat tadi, terus lihat kamu sedang membawa bungkusan besar itu. Mengapa kamu melakukan hal itu, Bel?" 

 

Bela berhenti lalu menatapku dengan tajam, kemudian menarik napas sebelum melanjutkan langkahnya kembali. Seperti tadi aku pun menjejei langkahnya kembali.

 

"Seminggu sekali setiap hari Jumat malam, aku sengaja membagi-bagi makanan buat orang-orang yang membutuhkan, Mas," jawabnya.

 

"Biar masuk surga nanti, ya?" 

 

"Biar dapat pahala dan berkah, Mas gak tahu, ya? Kalau kita bersedekah di hari Jumat selain oahakanya lebih besar, rezeki kita juga akan bertambah jika kita ikhlas melakukannya," terang Bela membuatku tertegun.

 

Aku pernah mendengar hal itu, tetapi sampai sekarang belum pernah sekalipun kulaksanakan. 

 

Bela berhenti di tepi jalan, kemudian dia mendekati kumpulan tukang ojek yang sedang mangkal di sana. 

 

"Assalamualaikum, Bapak. Ini ada sedikit rezeki, makan malam buat semuanya. Silakan, diambil satu seorang, ya!" Kata Bela dengan riang.

 

Para pengemudi ojek itu mengambil nasi yang disodorkan Bela sambil mengucapkan terima kasih padanya.

 

"Aduh, Neng Bela. Terima kasih, semoga rezeki Neng Bela semakin berlimpah dan diberi kesehatan serta kebahagian," ucap seorang Bapak bertubuh gemuk dan di-amin kan oleh yang lain.

 

"Amin, terima kasih Bapak. Yang semangat kerjanya, ya! Assalamualaikum," pamitnya. 

 

"Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.

 

Bela mengajakku pergi, aku menganggukkan kepala tanda pamit pada para pengemudi ojek itu.

 

Kami berjalan kembali ke tempat mobilku terparkir tadi. Bungkusan di tangan Bela telah habis, kini dia berjalan sambil memasukkan kedua tangannya ke masing-masing kantung celananya. 

 

"Sudah lama kamu melakukan kegiatan ini, Bel?" Tanyaku memecah kesunyian.

 

"Sejak aku bisa cari uang sendiri, Mas. Mungkin sekitar empat tahunan, kalau gak salah," jawabnya santai. 

 

"Apa uang kamu gak habis, aku lihat kamu banyak membeli nasinya tadi."

 

"Sekitar tiga ratus ribuan, aku beli nasinya di temoat langganan. Jadi dapat diskon, lumayan jadi bisa beli yang banyak," jawabnya sambil terkekeh geli.

 

Kami telah sampai di dekat mobilku, Bela pamit pulang. Dia bersikeras tak mau aku antar, alasannya karena mobilku gak muat masuk ke gang rumanya. Benar juga, sih. 

 

"Bela!" Panggilku. Bela berhenti lalu berbalik ke arahku. "Soal peemintaan itu, aku minta maaf! Soalnya ...." 

 

"Gak apa, Mas. Aku maklum, kok. Lagi pula aku tidak begitu tertarik, jadi santai aja. Aku pamit ya!" Kata Bela memotong ucapanku. 

 

Dia kembali berjalan meninggalkanku. Aku menarik napas lega, ternyata Bela tak marah padaku. Dengan hati lega aku pulang ke rumah. 

 

Bersambung.

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istriku Preman Pasar    Bab 51

    Bab 51 Kok Bisa Sama"Kita juga masih berusaha mendapatkan darah di PMI pusat, Bu. Karena stok darah tersebut sedang kosong di sini. Namun, Zaki harus segera mendapatkan transfusi darah tersebut. Kalau tidak—""Pakai darah saya saja, Dok. Golongan darah saya sama dengan Zaki," ucap Leon memotong ucapan sang dokter. Semua yang berada di depan ruang IGD menoleh pada Leon. Intan tampak tersenyum samar. Dia bahagia karena yakin akan hubungan Leon dan Bela serta Zaki. "Baiklah, kalau begitu anda ikut saya!" balas sang dokter. Leon menoleh pada Bela yang masih menundukkan wajahnya, kemudian mengikuti langkah dokter tersebut ke dalam ruangan di mana Zaki sedang dirawat. Intan menarik napas lega, seusianya Maslaah darah sudah terselesaikan. Dia pun mengajak Bela untuk duduk dan sabar menunggu sampai operasi selesai dilaksanakan. "Saya takut, Bu. Hanya Zaki satu-satunya milik saya di dunia ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengannya, ah, saya bisa mati dengan membayangkannya saja," keluh

  • Istriku Preman Pasar    Bab 50

    Bab 50 - Kecelakaan ZakiPOV AuthorBela sedang menerima tamu yang dibawa Leon untuk melihat-lihat kondisi panti yang diasuhnya. Intan dan Rangga, beserta ketiga anaknya tidak hanya berkunjung, tetapi mereka juga membawa banyak barang untuk kebutuhan Panti. Tentu saja Bela merasa senang sekaligus bersyukur. Tiba-tiba saja, seorang anak panti berlari mengulitinya dengan wajah cemas. "Ibu, Zaki!" seru sang anak ketakutan. "Zaki kenapa?" tanya Bela ikut khawatir. "Zaki jatuh dari pohon mangga, Bu. Kepalanya berdarah kena batu!" jawab si anak laki-laki takut. "Apa, di mana dia sekarang?" Bela mulai panik, dia langsung berlari mendapati Zaki setelah si anak laki-laki itu memberitahu kalau Zaki ada di kebun belakang. Bagian belakang panti memang anak ditumbuhi pohon buah-buahan seperti Mangga, Rambutan, Jambu Air dan beberapa jenis buah lainnya. Rangga dan keluarga juga ikut berlari menyusul Bela. Sampai di kebun belakang panti, Intan sangat kaget melihat Zaki yang tergeletak di tana

  • Istriku Preman Pasar    Bab 49

    Bab 49 Ketakutan Bela"Suka, Om. Boleh, kan, Ma?" Zaki memandang padaku dengan pandangan memohon. Dia tahu kalau aku tak suka Zaki menerima tawaran makan dari orang lain. Aku memang pernah melarangnya, bukan karena apa-apa. Aku hanya tak ingin dia jadi sering berharap diajak makan oleh siapapun. Namun, kali ini aku tak kuasa menolak permintaannya.Apa lagi yang mengajaknya makan adalah Papanya sendiri. "Boleh, kali ini saja, ya!" kataku akhirnya. "Yeay, Mama paling baik, deh." Zaki memelukku dengan senang hati, lalu kami pun turun ke lantai bawah. Mas Leon mengajakku dan Zaki masuk ke restoran cepat saji asal negeri Paman Sam dengan maskot kakek tua itu. Ternyata pengunjung sedang ramai saat itu, kami kesulitan mencari kursi dan meja yang kosong. Untunglah mata jeli Mas Leon dapat menemukan satu meja yang kosong."Kalian tunggu di sini saja, biar Om yang memesan makanannya, ya!" kata Mas Leon pada Zaki dan tentu saja padaku juga. Mas Leon meninggalkan kami menuju ke kasir. Dia

  • Istriku Preman Pasar    Bab 48

    Bab 48 - Dia juga SukaPOV BelaSetelah percakapan kami sore itu, Zaki tak pernah lagi mengungkit keinginannya itu. Walaupun aku tahu kalau dia masih memendam keinginannya di dalam hati. Maafkan Mama, ya, Sayang. Mama tak mungkin memenuhi keinginan kamu itu.Untuk mengobati kekecewaannya, aku berinisiatif mengajak Zaki berjalan-jalan ke Mal. Kami pergi sejak siang setelah salat Zuhur. Kami hanya pergi berdua saja, sementara panti dan anak-anak yang lainnya kutitipkan pada Bi Ijah. Bi Ijah adalah orang yang membantuku memasak dan mengurus panti selama ini setelah kepergian Umi."Mama, Zaki mau naik mainan yang itu!" seru Zaki menyentak lamunanku. "Iya, Sayang. Ayo kita beli tiketnya dulu, ya," kataku seraya berjalan menuju ke stand penjualan tiket. Aku membeli tiket untuk permainan Komidi putar. Zaki kelihatan sangat bahagia. Sudah lama aku tak melihat tawanya selebar itu. Zaki memilih menaiki kuda bertanduk. Kata Zaki namanya Unicorn, entahlah benar atau tidak. Aku tak pernah men

  • Istriku Preman Pasar    Bab 47

    Bab 47 - Keinginan ZakiTampaknya dia masih penasaran dengan informasi tentang Zaki. Ini sangat membahayakan diriku. Bagaimana jika dia akhirnya mengetahui kalau Zaki--memanggil anaknya. Aku takut, Mas Leon akan mengetahui kebenarannya lalu membawa Zaki dari hidupku. Tidak! Itu tak boleh terjadi!"Papa nya seorang pelaut, tapi sekarang sudah meninggal. Kapalnya tenggelam di laut beberapa waktu."Aku menuturkan cerita yang pernah keceitakan juga pada Zaki. Maafkan Mama, Nak!"Kasihan sekali Zaki, tapi sepertinya dia bahagia.""Tentu saja dia bahagia, apa yang membuatnya tidak bahagia di sini?" tanyaku heran. "Oh, maaf. Maksud saya. Dia tampak tidak tertekan dan baik-baik saja tinggal di panti.""Dia bahagia karena lebih beruntung dari anak-anak yang lain. Dia masih punya Mama dan bisa tinggal bersama mamanya. Sedangkan anak yang lain, orang tua mereka saja entah dimana keberadaanya."Mas Leon sudah selesai sarapannya, aku pun mengajaknya ke depan agar obrolan masalah pribadi selesai

  • Istriku Preman Pasar    Bab 46

    Bab 46 - Leon CurigaPOV BelaKesibukan orang-orang dari WO yang menangani acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon menjadi pemandangan menarik bagi anak-anak asuhanku.Mereka senang melihat aneka macam bunga yang mulai disusun di halaman panti yang lumayan luas. "Ma, jadi orang kaya itu enak, ya?" tanya Zaki padaku. "Enak apanya?" "Ya, enak. Bajunya bagus-bagus, makanannya enak-enak terus punya mobil, rumah yang besar juga uang yang banyak," jawab Zaki dengan bersemangat."Gak semua orang kaya itu hidupnya bahagia, Sayang. Untuk mendapatkan kekayaan juga gak gampang, harus bekerja keras dan tidak boleh menyerah. Makanya Zaki sekolah yang rajin, biar pintar dan bisa meraih semua impian Zaki."Zaki mengangguk dengan senang, matanya berbinar mendengar nasihatku. Dia pun menurut saat kusuruh untuk main dengan yang lain di dalam saja, agar tak mengganggu karyawan WO yang sedang bekerja. Besok adalah hari H acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon. Persiapannya sudah hampir

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status