Share

Bab 7

Author: Nur Meyda
last update Last Updated: 2023-07-04 11:39:08

Bab 7

POV ARABELA

Sebenarnya sejak awal aku sudah menyadari keberadaan Mas Leon. Aku mengenali mobilnya yang terparkir di dekat warung tempat aku biasa membeli nasi. 

Kubiarkan saja dia mengikuti aku, siapa tahu dia merasa tergerak juga untuk melakukan hal yang sama. Setiap Jumat malam aku memang biasa membagikan nasi bungkus pada orang yang membutuhkan di sekitarku. 

Jumat berkah istilahnya, aku sih dengarnya dari pak ustaz yang sering kasih ceramah di masjid dekat rumah. Alhamdulillah sudah empat tahun ini aku bisa menjalankannya. 

Sempat terhenti sebentar karena nenekku meninggal dunia, tapi tak lama aku melanjutkannya kembali.

Kembali ke Mas Leon, dia merasa kaget saat tiba-riba aku menyapanya. Mungkin dia gak menyangka kalau aku tahu keberadaannya di situ. Setelah puas mengikutiku, Mas Leon pun pamit setelah meminta maaf padaku. 

 Aku menatap kepergian Mas Leon dengan perasaan campur aduk. Sebagian merasa kesal karena aku merasa menjadi korban PHP-nya. Sebagian lagi meraasa lucu, ya, lucu karena belum apa-apa aku sudah baper dan mengharapkan sesuatu yang berlebihan.

Orang kaya, dimana-mana sama saja. Mereka hanya tahu memanfaatkan orang miskin seperti kami sebagai alat untuk mencapai keinginannya. Aku pun melangkah pulang karena mobil Mas Leon sudah tak kelihatan lagi.

Keesokan harinya, aku pergi ke pasar seperti biasa. Di tengah jalan kulihat sebuah mobil berhenti di tengah jalan. Sepertinya mogok, jalanan menjadi macet karena terhalang oleh mobil mogok tersebut. 

Apalagi sekarang sedang jamnya orang-orang berangkat bekerja. Suara klakson bergantian berbunyi membuat telinga menjadi sakit mendengarnya.

Aku menggeleng kesal melihatnya. Orang-orang ini, mau cepat tapi tak mau membantu. Dengan kesal aku menghampiri mobil tersebut, di dalam mobil seorang wanita paruh baya dengan dandanannya yang wah sedang kebingungan berusaha menghidupkan mobilnya. 

Sementara di sebelahnya, seorang gadis berpakaian sekolah tampak gelisah melihat ponselnya berulang kali. Kuketuk kaca mobil pelan tapi cukup membuat mereka kaget.

Mereka semakin ketakutan dan gelisah, kuberi isyarat agar membuka kaca mobilnya. Si ibu membuka kaca mobilnya sedikit, wangi semerbak langsung menyesak ke hidungku. 

"Ibu, sebaiknya turun dulu. Minta tolong sama orang untuk meminggirkan mobilnya. Yang lain gak bisa lewat jadinya!" usulku. 

 Butuh beberapa detik buat si ibu untuk mengerti dengan perkataan ku, kemudian dia melongok ke belakang. Baru dia mengerti dan keluar dari mobilnya. 

"Aduh, Mbak. Saya buru-buru, bisa tolong panggilkan orang-orang untuk membantu saya!" katanya dengan angkuhnya. Aku sampai melongo melihat gayanya.

"Kenapa gak ibu saja yang minta tolong sendiri, bukannya ibu yang butuh pertolongan!" jawabku dengan ketus.

Si ibu melotot padaku, kubalas menatapnya dengan santai. Merasa di cueki, dia celingukan melihat ke sekelilingnya. 

"Mas, tolong bantu saya dong. Tenang saja, nanti saya bayar, kok!" panggilnya pada tukang parkir yang aku kenal juga.

Mang Diman, berlari ke arah kami. Dia tersenyum padaku, baru bertanya pada si ibu sombong di depanku. 

"Ada apa, Bu?" 

"Tolong cari orang, bantu dorong mobil saya ke depan. Nanti saya kasih upah!" 

"Siap, Bu!" jawab Mang Diman cepat lalu berbisik padaku. " Lumayan, Bel. Buat beli sarapan pagi."

Aku hanya tersenyum kemudian menyuruhnya cepat memanggil yang lain. Sebenarnya aku sudah berniat membantu si ibu tadi. Namun, karena sikapnya yang sombong membuatku malas jadinya. 

Biar saja, dia jadi keluar uang karena sikapnya. Kalau aku yang menyuruh Mang Diman tadi pasti akan gratis. Yah, hitung-hitung bagi-bagi rezeki, pikirku.

"Mah, cepetan, dong. Nanti aku telat, lho!" keluh si anak perempuannya  dari dalam mobil. 

"Iya, Sayang. Ini lagi mau dibawa ke bengkel. Kamu pesan ojol aja, ya!" 

*Ya, udah deh. Mana ongkosnya?" 

Dengan berdecak kesal, si ibu memberi selembar uang berwarna biru pada anaknya. 

Anak perempuan berpakaian sekolah itu keluar dari mobilnya, tak lama ojol yang di pesannya datang.

"Ckk, coba aja si Leon itu gak pelit. Pasti aku sudah punya mobil mewah yang gak mogok-mogok seperti ini?" keluh si ibu. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Preman Pasar    Bab 51

    Bab 51 Kok Bisa Sama"Kita juga masih berusaha mendapatkan darah di PMI pusat, Bu. Karena stok darah tersebut sedang kosong di sini. Namun, Zaki harus segera mendapatkan transfusi darah tersebut. Kalau tidak—""Pakai darah saya saja, Dok. Golongan darah saya sama dengan Zaki," ucap Leon memotong ucapan sang dokter. Semua yang berada di depan ruang IGD menoleh pada Leon. Intan tampak tersenyum samar. Dia bahagia karena yakin akan hubungan Leon dan Bela serta Zaki. "Baiklah, kalau begitu anda ikut saya!" balas sang dokter. Leon menoleh pada Bela yang masih menundukkan wajahnya, kemudian mengikuti langkah dokter tersebut ke dalam ruangan di mana Zaki sedang dirawat. Intan menarik napas lega, seusianya Maslaah darah sudah terselesaikan. Dia pun mengajak Bela untuk duduk dan sabar menunggu sampai operasi selesai dilaksanakan. "Saya takut, Bu. Hanya Zaki satu-satunya milik saya di dunia ini. Kalau sampai terjadi apa-apa dengannya, ah, saya bisa mati dengan membayangkannya saja," keluh

  • Istriku Preman Pasar    Bab 50

    Bab 50 - Kecelakaan ZakiPOV AuthorBela sedang menerima tamu yang dibawa Leon untuk melihat-lihat kondisi panti yang diasuhnya. Intan dan Rangga, beserta ketiga anaknya tidak hanya berkunjung, tetapi mereka juga membawa banyak barang untuk kebutuhan Panti. Tentu saja Bela merasa senang sekaligus bersyukur. Tiba-tiba saja, seorang anak panti berlari mengulitinya dengan wajah cemas. "Ibu, Zaki!" seru sang anak ketakutan. "Zaki kenapa?" tanya Bela ikut khawatir. "Zaki jatuh dari pohon mangga, Bu. Kepalanya berdarah kena batu!" jawab si anak laki-laki takut. "Apa, di mana dia sekarang?" Bela mulai panik, dia langsung berlari mendapati Zaki setelah si anak laki-laki itu memberitahu kalau Zaki ada di kebun belakang. Bagian belakang panti memang anak ditumbuhi pohon buah-buahan seperti Mangga, Rambutan, Jambu Air dan beberapa jenis buah lainnya. Rangga dan keluarga juga ikut berlari menyusul Bela. Sampai di kebun belakang panti, Intan sangat kaget melihat Zaki yang tergeletak di tana

  • Istriku Preman Pasar    Bab 49

    Bab 49 Ketakutan Bela"Suka, Om. Boleh, kan, Ma?" Zaki memandang padaku dengan pandangan memohon. Dia tahu kalau aku tak suka Zaki menerima tawaran makan dari orang lain. Aku memang pernah melarangnya, bukan karena apa-apa. Aku hanya tak ingin dia jadi sering berharap diajak makan oleh siapapun. Namun, kali ini aku tak kuasa menolak permintaannya.Apa lagi yang mengajaknya makan adalah Papanya sendiri. "Boleh, kali ini saja, ya!" kataku akhirnya. "Yeay, Mama paling baik, deh." Zaki memelukku dengan senang hati, lalu kami pun turun ke lantai bawah. Mas Leon mengajakku dan Zaki masuk ke restoran cepat saji asal negeri Paman Sam dengan maskot kakek tua itu. Ternyata pengunjung sedang ramai saat itu, kami kesulitan mencari kursi dan meja yang kosong. Untunglah mata jeli Mas Leon dapat menemukan satu meja yang kosong."Kalian tunggu di sini saja, biar Om yang memesan makanannya, ya!" kata Mas Leon pada Zaki dan tentu saja padaku juga. Mas Leon meninggalkan kami menuju ke kasir. Dia

  • Istriku Preman Pasar    Bab 48

    Bab 48 - Dia juga SukaPOV BelaSetelah percakapan kami sore itu, Zaki tak pernah lagi mengungkit keinginannya itu. Walaupun aku tahu kalau dia masih memendam keinginannya di dalam hati. Maafkan Mama, ya, Sayang. Mama tak mungkin memenuhi keinginan kamu itu.Untuk mengobati kekecewaannya, aku berinisiatif mengajak Zaki berjalan-jalan ke Mal. Kami pergi sejak siang setelah salat Zuhur. Kami hanya pergi berdua saja, sementara panti dan anak-anak yang lainnya kutitipkan pada Bi Ijah. Bi Ijah adalah orang yang membantuku memasak dan mengurus panti selama ini setelah kepergian Umi."Mama, Zaki mau naik mainan yang itu!" seru Zaki menyentak lamunanku. "Iya, Sayang. Ayo kita beli tiketnya dulu, ya," kataku seraya berjalan menuju ke stand penjualan tiket. Aku membeli tiket untuk permainan Komidi putar. Zaki kelihatan sangat bahagia. Sudah lama aku tak melihat tawanya selebar itu. Zaki memilih menaiki kuda bertanduk. Kata Zaki namanya Unicorn, entahlah benar atau tidak. Aku tak pernah men

  • Istriku Preman Pasar    Bab 47

    Bab 47 - Keinginan ZakiTampaknya dia masih penasaran dengan informasi tentang Zaki. Ini sangat membahayakan diriku. Bagaimana jika dia akhirnya mengetahui kalau Zaki--memanggil anaknya. Aku takut, Mas Leon akan mengetahui kebenarannya lalu membawa Zaki dari hidupku. Tidak! Itu tak boleh terjadi!"Papa nya seorang pelaut, tapi sekarang sudah meninggal. Kapalnya tenggelam di laut beberapa waktu."Aku menuturkan cerita yang pernah keceitakan juga pada Zaki. Maafkan Mama, Nak!"Kasihan sekali Zaki, tapi sepertinya dia bahagia.""Tentu saja dia bahagia, apa yang membuatnya tidak bahagia di sini?" tanyaku heran. "Oh, maaf. Maksud saya. Dia tampak tidak tertekan dan baik-baik saja tinggal di panti.""Dia bahagia karena lebih beruntung dari anak-anak yang lain. Dia masih punya Mama dan bisa tinggal bersama mamanya. Sedangkan anak yang lain, orang tua mereka saja entah dimana keberadaanya."Mas Leon sudah selesai sarapannya, aku pun mengajaknya ke depan agar obrolan masalah pribadi selesai

  • Istriku Preman Pasar    Bab 46

    Bab 46 - Leon CurigaPOV BelaKesibukan orang-orang dari WO yang menangani acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon menjadi pemandangan menarik bagi anak-anak asuhanku.Mereka senang melihat aneka macam bunga yang mulai disusun di halaman panti yang lumayan luas. "Ma, jadi orang kaya itu enak, ya?" tanya Zaki padaku. "Enak apanya?" "Ya, enak. Bajunya bagus-bagus, makanannya enak-enak terus punya mobil, rumah yang besar juga uang yang banyak," jawab Zaki dengan bersemangat."Gak semua orang kaya itu hidupnya bahagia, Sayang. Untuk mendapatkan kekayaan juga gak gampang, harus bekerja keras dan tidak boleh menyerah. Makanya Zaki sekolah yang rajin, biar pintar dan bisa meraih semua impian Zaki."Zaki mengangguk dengan senang, matanya berbinar mendengar nasihatku. Dia pun menurut saat kusuruh untuk main dengan yang lain di dalam saja, agar tak mengganggu karyawan WO yang sedang bekerja. Besok adalah hari H acara aniversary pernikahan mertuanya Mas Leon. Persiapannya sudah hampir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status