Share

Menyerah

“Terima kasih banyak, Bang Faiz. Maaf jadi ngerepotin,” kataku sambil memangku Rizki. Hujan semakin deras saat kami sampai di rumah.

“Aidah, kamu menangis?” tanyanya tanpa menjawab kalimatku barusan.

Aku menggeleng dan sebisa mungkin mengulas senyum, walau hati ini masih terasa berdenyut perih. Masih tergambar wajah bahagia Mas Alman, Indri beserta keluarganya tadi.

“Maaf kalau saya banyak tanya,” katanya. Aku menggeleng lagi.

“Bang Faiz sebaiknya berteduh dulu di sini. Hujan semakin deras, Bang,” saranku.

“Jaket Bang Faiz juga basah ini.”

“Nggak apa, Aidah. Yang penting Rizki nggak kehujanan,” ucapnya. Aku tersenyum, Bang Faiz memang tipikal lelaki perhatian, tapi sayang dari dulu aku tak pernah bisa menaruh hati pada lelaki baik ini.

“Tunggu hujan reda saja dulu ya, Bang. Nanti saya bikinin teh, atau mau kopi? Tapi saya belum masak. Nanti dibikinin mi instan saja,” ucapku sambil membuka kunci pintu, sementara Bang Faiz masih setia duduk di atas motornya.

“Nggak usah repot-repot, Aid
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Anggi Isna
pengen baca selanjutnya tapi gabisa...
goodnovel comment avatar
Zikril Muhammad
sedih gk bisa baca lagi...
goodnovel comment avatar
Destiana Ananda Putri
gabisa baca selanjutnyaa 🥲
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status