Share

Bab 6: Nyinyiran Tetangga

Kereta api tujuan Bandung bergerak meninggalkan ibukota negeri ini, membawa diri dan hati yang berat secara terpaksa meninggalkan tempat kelahirannya.

Satu hari Rachel memutuskan menginap di hotel, sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah rumah sederhana di sebuah kompleks perumahan.

“Kamu sendiri ya, Nduk? Suaminya mana? Apa kamu masih gadis?”  Si pemilik rumah bertanya, saat Rachel mendatanginya seorang diri.

“S-saya janda Bu!” Tergagap, Rachel menjawab pertanyaan yang tak disangka-sangka ini.

“Oalaaah, janda. Cantik-cantik kok janda?” ujarnya tidak menyangka. Kemudian, matanya menelisik ke satu arah dan mendekat kemudian berbisik, “Awas loh, hati-hati. Pak RT di sini terkenal ganjen, apalagi sama janda yang masih seger gini!” goda si ibu ini sambil mengecek ponselnya. 

Uang sebesar 95 juta sebagai harga pembelian rumah itu telah dikirimkan Rachel pada ibu itu. 

Setelah selesai urusan jual beli rumah, tanpa bertele-tele, si pemilik rumah ini pun berikan sertifikat dan kunci berikut duplikatnya. Lalu dengan semringah dia meninggalkan Rachel.

Setelah sendirian di rumah barunya, Rachel kembali termenung. Dia masih tidak menyangka jika inilah keputusan yang harus dijalani. Sendirian, merantau dengan semua beban yang harus dia pikul sendiri.

‘Nggak apa-apa sekarang sendiri dulu, Rachel! Nanti kalau semua sudah lebih baik, kamu bisa ajak Ibu ke sini!’ ujarnya dalam hati, mencoba membakar semangat.

Setelahnya, Rachel memutuskan untuk merapikan barang-barang yang dia bawa. Pikirannya sudah melupakan pria-pria di masa lalu, dan mulai fokus pada hidupnya juga sang bayi saja. 

Selesai dengan pekerjaan rumah, tak membuang waktu Rachel pun menuju kampus barunya guna mendaftar ulang. Syukurlah, berkat uang bekal terakhirnya, semua berjalan mulus.

Dan yang terakhir, sebagai warga baru tentu saja Rachel berkewajiban melapor pada Pak RT. Berulang kali Pak RT melihat wajahnya dan KTP-nya secara bergantian.

“Status di KTP-nya masih belum nikah, Neng. Beneran sudah janda?” Pak RT bertanya.

Meski sedikit kaget dengan pertanyaan tersebut, Rachel berusaha tetap tenang, sebab semua hal sudah dia persiapkan jawabannya. “Kami hanya menikah sebentar, belum sempat buat KTP baru dan langsung cerai, Pak.”

Pak RT menggelengkan kepala. “Sayang sekali, cantik dan muda gini sudah dicerai.” Kendati demikian, Pak RT menerima laporan tersebut dan bergegas mengembalikan KTP Rachel usai mencatatnya. “Kenapa cerainya Neng, kalau boleh tau? Selingkuh? Apa dijadiin istri kedua?”

Andai saja Rachel tak ingat dia berhadapan dengan orang tua, juga orang yang dipandang di kampung ini, mungkin kalimat makian sudah dia keluarkan sedari tadi.

Rachel tahu, pandangan Pak RT sedari tadi terus menatap lekat pada tubuhnya. Untungnya, karena sudah diwanti-wanti oleh ibu pemilik rumah tadi, dia memakai pakaian yang longgar. 

“Maaf ya, Pak RT, saya tidak bisa lama-lama. Kepala saya pusing, maklum … sedang hamil muda.”

“Ha-hamil?” Mata Pak RT langsung memelotot, dan refleks mengarah ke perut Rachel yang memang belum terlihat membuncit.

Kemudian, Rachel pamit segera diiringi tatapan sinis dari Bu RT yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan. Dari sanalah kemudian kabar kehamilan Rachel menyebar.

Status Rachel yang janda muda, yang dicerai meski tengah hamil muda langsung jadi perbincangan hangat se-komplek. 

“Ah, paling dia dicerai juga karena nakal! Lihat aja, kalau nggak nakal–main serong, mana mungkin suaminya ceraikan dia saat dia hamil muda?”

“Eh, iya, Bu. Saya nggak kepikiran. Jangan-jangan dia yang selingkuh … makanya dicerai sama suaminya meski lagi hamil.”

”Ih, kalau saya sih mikirnya dia emang nggak punya suami, Bu. Alias ngaku-ngaku janda.” Kompor terbesar datang dari Bu RT yang sempat bertemu langsung dengan Rachel tempo hari. “Pokoknya, kita jagain suami-suami kita. Jangan sampe kena goda dia!” 

Gosip itu sangat riuh, sampai terdengar ke telinga Rachel sendiri. Namun, dia memilih untuk menulikan telinga. Meski hatinya sakit dicap sebagai gadis nakal dan calon perebut suami orang, toh dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Inilah risiko yang harus dia terima. 

Gosip memang hanya santer di bulan-bulan pertama. Tetapi tak juga hilang kendati perutnya telah membuncit dan kehamilannya masuk trimester kedua, 7 bulan. 

Satu yang Rachel syukuri dari kehamilannya ini adalah … anaknya yang cenderung pengertian. Meski pertumbuhannya yang pesat membuat punggung Rachel terasa begitu pegal dan sakit, tetapi janinnya tak pernah rewel.

Wanita itu tidak pernah mual-mual berlebihan. Badannya selalu bugar, segar hingga bisa menjalankan kuliahnya dengan lancar. Bahkan, dosen-dosen memuji Rachel sebab meski berbadan dua, dia selalu bersemangat dan jadi yang paling aktif di kelas.

Bulan cepat berlalu, hingga kini usia kandungan Rachel sudah menyentuh bulan ke sembilan. Tidur malamnya sudah tak pernah nyenyak. Kram kaki, posisi yang tak nyaman miring kiri atau kanan, juga sering berkemih sudah sering dia alami akhir-akhir ini.

Hingga suatu malam, di saat hujan deras … Rachel merasakan perutnya berkontraksi. Rasa sakit yang semakin kuat, juga dengan intensitas sering membuat dia berkeyakinan jika inilah waktunya dia melahirkan si jabang bayi. 

Detik-detik Rachel akan melahirkan dan menjadi seorang ibu … detik itu juga dia mengingat seluruh dosa dan pengorbanan sang ibu.

“Ibu, maafkan Rachel.” Dia berujar lirih dengan air mata. 

*****

BERSAMBUNG

mrd_bb

Halo, semua. Saya memperbarui bab 7. Untuk membuat revisinya terlihat, kalian bisa log out dan clear cache dulu, ya. Bab 8 OTW dirapikan juga.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status