ISTRIKU TUABab 9 : GiselaJam di dinding menunjukan pukul 18.30, setelah sholat magrib, Fani sudah bersiap untuk berangkat mengajar les."Mas, Adek berangkat, ya!" Fani mencium punggung tanganku."Iya, sayang. Hati-hati di jalan! Pulangnya belikan Mas martabak manis ya, rasa keju susu." Aku menatapnya lembut."Iya, Mas." Fani mengangguk dan kemudian berjalan menuju pintu.Taklama berselang, deru suara motornya kian menjauh. Aku tersenyum senang dan membuka ponsel. Mengetik sebuah pesan untuk Gisela.[Dek, pulang kerjanya jam berapa?]Tiga detik kemudian, sudah muncul balasan darinya.[Ini sudah di jalan mau pulang, Bang.]Aku tersenyum lagi, bayangan bibir sexi dan tubuh moleknya membius otakku.[Jam berapa kita video callnya, sayang? Abang udah gak sabar 😊][Satu jam lagi, sayang.]Yes, Gisela memanggilku sayang. Rasanya terbang ke awan, aih ...Tepat pukul 19.30, aku langsung melakukan panggilan video. Hatiku dag-dig-dug menunggu Gisela menjawab panggilanku.Taklama kemudian, pang
ISTRIKU TUABab 10 : RibutSejak pertengkaran malam itu, aku sudah menghapus pertemanan dengan Gisela di facebook di depan Fani dan berjanji untuk tidak menduakannya lagi. Hem, itu hanya janji. Masalah bisa terpenuhi atau tidaknya aku tidak tahu juga. Yang terpenting sekarang, Fani bisa percaya dan luluh lagi hatinya padaku."Sayang, ayo sarapan dulu! Mas sudah bikin nasi goreng untukmu," sambutku pada Fani ketika keluar dari kamar.Fani sudah bersiap mau berangkat kerja. Pagi ini dia masih mengenakan kacamata kala berangkat kerja, karena lebam di mata bekas pukulanku waktu itu masih membekas. Padahal sudah seminggu.Fani terlihat melihat arloji di pergelangan tangannya."Baru jam setengah tujuh, Dek. Ayo!" aku menarik tangan Fani dan menuntunnya duduk di depan meja makan."Ayo, sayang ... dicicipi dong masakan Mas!""Iya, Mas. Makasih, ya." Fani senyum sumringah sambil memakan nasi goreng buatanku.Yes, akhirnya Fani bisa tersenyum lagi dan kembali kepelukanku.Setelah menghabiskan s
ISTRIKU TUA Bab 11 : Baku Hantam "Sayang, please ... maafin Mas, ya! Beri Mas satu kali kesempatan lagi, Mas janji gak akan pernah mencoba berselingkuh dan melakukan kekerasan lagi padamu. Maafkan kekhilafan Mas, Dek!" aku masih memelas pada Fani. Ini bukan mengemis namanya, hanya salah satu bentuk usahaku untuk tidak terlempar dari kesejahteraan yang sudah kudapatkan dua tahun ini. Setahun masa pacaran dan setahunnya lagi masa menikah. Fani masih diam, air mata semakin membanjiri wajah penuh kerutan itu. Sekarang ini kulitnya tak lagi kencang sepertu dulu. Maklum, semenjak dipecat dari pekerjaannya dahulu, dia sudah tidak pernah perawatan ke salon lagi. "Dek, maafkan, Mas. Mas tidak tahu juga kenapa juga akhir-akhir ini jadi emosian begini. Mas minta maaf sudah memukulmu, balas, Dek ... ayo, balas!" aku menarik tangan Fani dan memukulkan tangan itu ke wajahku berkali-kali. Tak cukup dengan itu, dramaku terus berlanjut. Kubenturkan kepalaku ke dinding berkali-kali. Sumpah, ini sak
ISTRIKU TUA Bab 12 : Banjir Kehidupanku dengan Fani tetap berjalan monoton, dia tetap berkerja dari pagi sampai malam. Sedang aku, masih makan tidur di rumah. Tak ada yang istimewa setiap harinya, aku mulai bosan. "Mas, Adek sudah telat satu minggu lhoh," ucapnya malam itu ketika sudah berbaring disampingku hendak tidur. "Masa, Dek? Jangan-jangan kamu hamil?" tanyaku senang dan langsung bangkit dari tempat tidur. "Belum tahu juga, Mas. Semoga saja impian kita untuk segera punya anak bisa segera terkabul. Adek sudah beli testpack, besok pagi baru di test." "Semoga saja Adek benaran hamil, Mas ingin anak kita perempuan. Wajahnya cantik, kulitnya putih, tubuhnya montok dan menggemaskan," ujarku sembari mengelus perut Fani. "Iya, Mas. Semoga saja," jawab Fani dengan senyumnya. *** Pagi pun tiba, aku sudah tidak sabar menunggu Fani keluar dari kamar mandi. "Gimana, Dek? Positif, kan?" tanyaku tak sabar. Wajah Fani lesu, "maafkan Adek, Mas. Hasilnya masih negatif." "Aghhhh, lagi-
ISTRIKU TUA Bab 13 : Ratu Hanum Dengan sambil bersungut-sungut kesal, aku kembali ke kamar hotel. "Wuek, menjijikan sekali si tante-tante girang! Seenaknya saja maen kecup sembarangan," ujarku dongkol sambil membasuh wajah di wastafel. Kuhembuskan napas kasar sembari duduk di pinggir tempat tidur. Sambil membolak-balik kartu nama pemberian si tante. "Namanya Ratu Hanum, M.H," ujarku sambil memutar bola mata. "Hem, dia seorang pengacara." Kubaringkan tubuh di tempat tidur, "Boleh juga nih tante, tapi, ah ... Lalu Fani bagaimana? Tante Hanum belum tentu bisa seperti Fani yang sangat tulus mencinta dan menyayangiku." "Tapi, sekarang Fani sudah krisis. Dia tak setajir dulu, malah terancam melarat. Ah ... bikin galau saja. Ya sudah, kartu nama tante Hanum aku save dulu. Kalau suatu saat aku perlu dia, baru di calling." Senyumku mengembang sambari menyimpan jimat sakti dari tante Hanum. Taklama berselang, ponsel di saku celana berdering. Dengan malas, aku melihat barang berharga satu
ISTRIKU TUABab 14 : Disamperin DiaSilau cahaya dari celah tirai membuat tidurku sedikit terusik, padahal mimpi sedang indah-indahnya. Aku beringsut menuju jendela dan merapatkan tirai, ternyata cahaya matahari sudah sangat terik. Kuraih ponsel untuk melihat waktu, sudah pukul 11.05. Pantas saja sudah panas membahana begini. Segera kusambar handuk dan melangkah menuju kamar mandi.***"Makan sudah, merokok sudah, tidur juga sudah puas." Aku meraih remote televisi dan meraih stik playstation. "Astaga, aku sampai lupa, kalau banjir sialan itu telah merenggut benda kesayanganku ini." Kulempar stik itu dengan geram.Aku mematikan tv dan duduk di ruang tamu, tirai sengaja tak kubuka. Malas, nanti ada tetangga yang mengintip. Hidupku semakin suram saja, kini hanya bertemankan ponsel."Semakin membosan saja hidupku, benar-benar apes!" kupukul kasar sofa tempatku duduk.Tiba-tiba saja, ada sebuah pesan whatsApp masuk. Dengan cepat aku langsung membukanya.[Hy cakep, lagi ngapain? Hangout, yu
ISTRIKU TUABab 15 : Kencan Sial"Kok diam sih, Bebby? Ke Mall sajalah, mau? Aku akan belanjai kamu, apapun boleh kamu beli." Dia menatapku genit.Hem, kalau belanja, bisa dibunuh Fani kalau pulangnya bawa belanjaan banyak gitu."Restoran sajalah, gak usah ke Mall. Gak usah dibelanjain deh, kasih mentahnya saja!" Aku tersenyum."Hem, gampanglah." Lagi-lagi Hanum mengedipkan sebelah matanya.Aku langsung membuang pandangan darinya, agak alergi ama yang genit-genit gini.Taklama kemudian, Hanum sudah memarkirkan mobilnya di depan restoran Seafood yang letaknya di pinggir pantai. Tempatnya mewah, ini pasti restoran bintang lima. Aku keluar dari mobil dan Hanum menggandengku masuk."Suka tempatnya, Beb?" dia mengajakku duduk salah satu pondok kecil yang terletak di atas pantai. Dengan melewati geretak panjang, baru kami bisa sampai di sini. Di bawah, samping kiri dan kanan, pemandangan pantai tampak indah sekali. Hawanya juga adem, aku suka tempat ini."Suka," jawabku sambil melihat ke se
ISTRIKU TUABab 16 : DiculikPerlahan kubuka mata, walau napas masih terasa sesak. Telinga terasa berdenying dengan kepala berat."Beb, kamu sudah sadar?" dua orang wanita berpakaian sexi mendekatiku. Keduanya duduk di sebelah kanan dan kiri.Pandangan buram, aku mengerjapkan mata berkali-kali dan masih tanpa suara."Apakah aku sudah mati? Bukankah aku tenggelam di laut?" lirihku dalam hati. "Apakah kedua wanita ini, setan pencabut nyawa?""Bebby, kamu kenapa? Kok bengong gitu, sih?" wanita yang hanya mengenakan bra dan celana pendek itu membelai kepalaku."Si-siapa ka-kalian? Aku di mana?" aku berusaha bangkit, tapi kepala mendadak sakit hingga harus kembali jatuh ke bantal."Berbaring saja, Beb! Jangan bangun dulu!" kini wanita yang dengan dres sepaha yang merangkul tubuhku."Aku mau pulang," ujarku sambil memegangi kepala yang ternyata ada luka. Pantas saja terasa sakit.Taklama kemudian, seorang wanita lain masuk lagi ke kamar."Beb, syukurlah kamu sudah sadar," dia langsung memel