Share

KILATAN KENANG

Seharian Cloudy hanya berbaring ditempat tidur, perutnya terasa mual dan kepalanya bagai lonceng yang berdentang. Kelebat bayangan masa lalu silih berganti datang. Membuat tubuhnya bereaksi dengan kuat. 

Setangkai bunga mawar pemberian Habibie, dipandangi Cloudy seperti gerbang yang membangkitkan kenangan. Entah mengapa perasaannya makin terguncang saat menyadari ada seorang pemuda yang memperhatikannya. Sementara Cloudy baru mulai menguatkan hati untuk melangkah lagi. 

Cloudy sebenarnya suka mencium aroma bunga mawar, tapi kali ini ia enggan menghidu wewangi bunga itu. Karena di saat yang sama, kenangan buruknya yang masih tersimpan rapi bermunculan kembali, seolah memburunya agar ia terus terpuruk dalam kesedihan. 

****

Sudah beberapa kali perut Davina mengalami kontraksi, padahal usia kehamilannya baru 25 minggu. Belumlah lagi genap tujuh bulan. 

Ia berusaha beristirahat dan menahan rasa nyeri yang melingkar dari perut bagian bawahnya hingga ke pinggang. Tetesan keringat sudah mulai membanjiri kening Davina.

"Kak, aku sudah tak tahan lagi, perut ini rasanya mulas sekali," Davina mengatakan keadaannya dengan wajah meringis menahan sakit.

Akmal yang bersiap untuk bekerja, segera mengurungkan niatnya. Dengan sigap ia segera mengambil perkakas bayi yang sudah mereka siapkan jauh-jauh hari untuk anak pertama mereka. Lalu tubuh Davina digendongnya menuju mobil ke arah rumah sakit terdekat.

Proses persalinan Davina cukup cepat, namun bayinya mengalami gangguan nafas karena usia kehamilan yang masih belum matang sehingga paru-paru belum bisa mengembang sempurna. Sementara bayi mungil mereka harus di inkubator dan mendapatkan perawatan di unit neonatal care intensive unit (NICU).

Saat bayi Davina lahir dan segera mendapatkan perawatan di Nicu. Akmal di perbolehkan menjenguk bayi mungil mereka. Bayi dengan berat 700 gram dan panjang 34 cm itu tampak sangat lemah, tubuh munggilnya dipasangi kabel-kabel sensor dan peralatan untuk membantu pernafasan dan lain sebagainnya.

Akmal menatap gadisnya dengan pasrah, bayi kecil yang tampak lemah dan hanya sebesar botol. Ia tampak rapuh seperti kaca yang benar-benar harus dijaga. 

"Assalamu'alaikum gadis Papa, kuatlah, Nak. Di luar cuaca sangat bersahabat, langit cerah namun tak memancarkan terik matahari yang panas. Papa akan memberimu nama Cloudy, putihlah hati seperti awan dan melindungi dari rasa panas dan amarah."

Bayi Cloudy tak bergeming, Akmal lalu melakukan Azan di depan inkubatornya. Suara Akmal yang merdu, kala melantunkan Azan membuat sebagian perawat dan bidan di ruang Nicu yang mendengar bertasbih dalam hati.

Saat Akmal selesai mengazankan, pelahan bayi Cloudy membuka mata, di saat bersamaan jemari Akmal disentuhkan ke telapak tangan Cloudy digenggamnya dengan kuat. Seolah tahu Papanya sedang mengenalkan Zat yang menciptanya. Sentuhan seorang Bapak kepada darah dagingnya, seolah menguatkan Cloudy kecil. Kasih sayang yang hadir bersama belaian cinta makin meningkatkan imunitasnya.

Setiap hari Davina memerahkan asinya yang keluar banyak untuk diminumkan pada Cloudy. Akmal selalu mendampingi dengan sabar beserta ribuan doa yang membuncah menembus langit. 

Cloudy masih bertahan di inkubator hingga berat badannya 2500 gram. Ia berjuang dengan kuat untuk tetap hidup bersama doa-doa orang tuanya yang melangit. Hampir dua bulan ia di sana. selama itulah Akmal dan Davina terus mendampingi buah hatinya.  

Di tiga bulan pertama kehidupan Cloudy, Davina mulai merasakan kejanggalan pada anak semata wayangnya. Di saat suara keras sedang berbunyi ia sama sekali tak terkejut. Namun dipikirnya saat itu Cloudy adalah anak yang tak mudah terkesiap. 

Kemudia di usia ke enam bulan, Cloudy bahkan tak menengok saat dipanggil atau diperdengarkan bunyi-bunyian. Lalu Davina beserta suaminya Akmal, membawa ke poliklinik tumbuh kembang anak. Serangkaian tes dilakukan sampai harus berkonsultaai dengan dokter THT. Dari sanalah mereka berdua tahu bahwa anaknya diagnosa menderita tuna rungu.

"Apa bisa sembuh, Dok?" tanya Akmal berharap besar. 

"Melihat riwayat kelahiran bayi Bapak dan Ibu, ini sudah dibawanya sejak dalam kandungan. Bisa jadi pembentukan organ pendengarannya memang tidak sempurna."

"Apa bisa diberikan alat bantu atau semacamnya, atau melakukan operasi, Dok?"

"Insya Allah bisa, Pak. Kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat si kecil tumbuh dan berkembang seperti anak lainnya."

"Iya, Dok. Saya akan melakukan apa saja agar anak kami tak berbeda dengan anak lain. Berapapun biayanya yang harus kami keluarkan."

"Baiklah, Pak. Nanti akan ada serangkaian kegiatan lagi dan beberapa pemeriksaan untuk menentukan pilihan agar bisa membantunya mendengar dan bicara.

Cloudy kecil akhirnya dioperasi penanaman koklea setelah usia tiga tahun, dan tepat diulang tahunnya yang ke empat tragedi itu terjadi.

Berbulan-bulan Cloudy kecil tak bisa tertidur saat malam hari setelah kejadian itu, jika matanya terpejam di gelap malam maka ia akan bermimipi buruk. Ia hanya bisa tertidur saat matahari menyibak kegelapan. Kala ayam jantan berkokok nyaring menyibak dingin. 

Semalaman ia hanya bisa terduduk meringkuk di sudut kamar. Amiralah yang akan membujuknya untuk berbaring di kasur, dalam dekap hangatnya. Namun tak bisa sedikitpun ia memejamkan mata. Dua bulan, tak ada perubahan sedikitpun. Sampai akhirnya Cloudy mendapatkan perawatan dan pengobatan dari salah satu Psikiater rekomendasi dari salah satu kenalan kakeknya.

Sejak mrndapatkan obat secara rutin, barulah tidur dan istirahatnya Cloudy mulai cukup, Amira pun meluangkan waktunya demi menjaga keponakan satu-satunya. 

Seminggu dua kali Cloudy menjalani terapi bicara, Amirapun ikut belajar hingga mudah baginya berkomunikasi dengan Cloudy. Baik dengan menggunakan bahasa isyarat ataupun membaca gerak bibir. 

Cloudy mendapatkan guru terbaik untuk home schooling, sejak usia prasekolah hingga tamat SD. Dan Cloudy tergolong anak yang cerdas. Sehingga ia kemudian meminta bersekolah di SMP. 

"Cloudy, tante tak bisa menjemputmu hari ini. Dan kakek juga ada keperluan kantor. Cloudy berani kan pulang sendiri?" tanya Amira sambil mengelus rambut Cloudy sebelum ia pergi ke sekolah. 

"Berani! Cloudy sudah besar. Nanti ikut taxinya Kakek Doyok kan?" tanya Cloudy dengan senyum lebar dengan isyarat tangannya. 

Bukan sekali dua kali saja Amira tak dapat menjemput Cloudy. Dan Cloudy sudah terbiasa tak dijemput pulang. Hingga dengan rasa percaya dirinya ia berani pulang sendiri dengan taxi langganan yang dipesan khusus untuk menjemputnya dari sekolah.

Amira mengangguk, ia senang Cloudy sudah mulai mandiri. Pagi itu Cloudy masih diantar ke sekolah olehnya, hanya saat pulanglah ia tak bisa menjemput karena ada meeting bersama klien penting. 

Jam 14.00 waktunya pulang. Cloudy berjalan cepat menuju tempat taxi langgananya terparkir. Sebuah pesan mengatakan bahwa taxi akan terlambat datang karena harus mengganti ban yang bocor.  

Cloudy duduk santai sambil bermain telpon selulernya. Tas ranselnya diletakkan disamping tubuhnya. 

Seorang pria usia hampir tiga puluhan memperhatikan Cloudy dari jauh. Pria yang biasanya mangkal sebagai penambal ban dan penjual bensin eceran dekat sekolah Cloudy sengaja menyeberang dan bertanya sopan pada Cloudy. 

"Lagi nunggu jemputan, Neng?"

"Iya, Bang," sahut Cloudy dengan ramah dan tersenyum cantik. Hari yang terik membuat kening dan lehernya berkeringat. Cloudy menghapusnya dengan tisue. Baju sekolahnya pun lekat di tubuhnya yang berisi layaknya orang dewasa. 

Kakinya yang menyilang di atas satu kakinya yang lain menunjukkan paha bagian bawahnya yang putih mulus. Mata pria itu menyapu tubuhnya dengan tatapan yang aneh tanpa disadari oleh Cloudy. 

Pria itu duduk disampingnya sementara temannya hanya memperhatikan dari jauh. Ia mengobrol dengan Cloudy tentang banyak hal. Karena Cloudy sudah cukup paham membaca gerak bibir, maka baginya tidak begitu sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. 

Satu demi satu siswa dan siswi pelajar SMP pulang, jalanan mulai lengang taxi tak jua datang. Pria itu menawarkan untuk mengantar Cloudy pulang. Dan tanpa ragu, Cloudy menerimanya. 

Lalu pria itu bertanya alamat Cloudy, Cloudy menjelaskan dengan mudah dan sepertinya pria itu juga mengetahui lokasi tempat tinggalnya. 

Pria itu lalu mengambil motornya di bengkel, ia berbincang sebentar dengan kawannya. Cloudy sama sekali tak memperhatikan, ia hanya merasa senang ia akan segera merasakan sejuknya hawa di rumah.

Tak berapa lama, pria itu dengan jaket hitamnya menjemput Cloudy. Ketika melewati jalan sepi, tiba-tiba  ia menghentikan motornya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status