Share

Habibie

HABIBIE

"Mana Habibie?" tanya Anton pada salah satu karyawannya.

"Ada di dapur, Pak."

"Ngapain Dia di sana? ciptain menu baru lagi?"

"Sepertinya begitu, Pak."

"Ya, udah, teruskan saja pekerjaanmu."

"Terima kasih, Pak," sahut Angga dengan sopan. Kembali membersihkan meja-meja yang berdebu. 

Anton berjalan menuju dapur cafe mereka. Dalam hatinya bertanya-tanya. Kelebihan Habibie dan juga kekurangannya yang sangat dimengerti Anton. Setiap kali Habibie kecewa terhadap sesuatu. Maka ia akan menciptakan sebuah resep baru. Ia meluapkan segala kesedihan dan kegalauannya dengan membuat sesuatu, entah itu minuman atau makanan. 

Habibie dan Anton adalah dua sahabat yang berteman sejak SMA. Kedekatan mereka satu sama lain karena mereka sama-sama suka makan. Namun mereka mempunyai kebiasaan makan yang tak lazim. Jika anak muda seusia mereka makan apa saja yang enak. Maka mereka berdua makan apa saja yang menurut mereka sehat. Entah enak apa tidak.

Keanehan mereka membuat mereka punya keinginan untuk membuat makanan sehat yang enak dan terjangkau kantung di kalangan anak muda. 

Bermula hari libur yang mereka gunakan menjual makanan di arena taman bermain dan tempat olah raga anak-anak muda. Bersaing dengan jajanan murah yang sudah familiar di lidah. 

Mereka harus rela merugi. Berulang kali mereka bereksprimen agar makanannya tampak menarik dan terlihat wah. Sering kali gagal, tapi tak menyurutkan langkah mereka mengkampanyekan makanan sehat. 

Lalu setelah mereka kuliah, mengambil jurusan ahli gizi. Mereka makin terus meyakini usaha mereka akan semakin berkembang. 

Mereka bergerilya dari satu gym ke gym lainnya, menawarkan aneka makanan sehat yang akhirnya pelahan mulai dikenal orang. Mulai debut mereka sebagai penjual online sampai punya stand di sebuah mall. Hingga akhirnya mereka mampu membuat cafe yang bukan hanya bisa nyantai tapi juga membuat pengunjungnya tak hanya kenyang namun sehat bernutrisi. 

Cafe yang mereka jalankan juga menawarkan jasa konsultasi gizi bagi para pelanggan dan pengidap penyakit ataupun yang mengalami masalah berat badan. Baik yang terlalu kurus ataupun kegemukan. Dan pastinya yang berkonsultasi adalah perempuan-perempuan kece yang berduit. Cafe mereka nyaris tak pernah sepi pengunjung terutama para wanita yang memperhatikan penampilan mereka, dan sangat bisa dimengerti karena cafe ditangani oleh dua orang ahli gizi berwajah tampan dan masih single pula. 

Dan pelanggannya yang semakin hari bertambah tak lepas dari para wanita cantik yang bukan hanya berkonsultasi soal berat badan dan kesehatan tapi terkadang juga sebagai alasan untuk mendekati dua pemuda tampan yang sebagai ownernya dan juga bergantian sebagai tenaga konselingnya. 

Lalu saat pandemi seperti ini, kala karyawan usaha lain dirumahkan. Maka karyawan Cafe Tasty and Healthy tetap bekerja mengirimkan makanan langsung ke rumah pelanggannya. 

Sebagian orang mengeluh tak punya pekerjaan maka cafe mereka malah terus berproduksi. 

"Bie, bikin apa Kamu?" Anton menepuk bahu Habibie yang sedang menata sebuah kue beraroma wortel. Di meja yang sama ia juga membuat sebuah minuman berwarna ungu. 

"Pie wortel dan jus bitter sweet, itu Kau coba yang itu!" Habibie menunjuk ke sebuah piring dan gelas di meja sebelahnya.

"Ini buat kufoto," jelas Habibie kembali, sambil mengarahkan lensa camera Eos RP hadiah dari seorang wanita pelanggan mereka yang jatuh cinta padanya. Diarahkannya lensa camera ke makanan yang telah ditata sedemikian rupa. 

Anton memandangi semua aktivitas Habibie sambil mengunyah hasil masakan yang disiapkan untuknya. Tak terasa pie berukuran mungil itu telah masuk ke dalam tenggorokannya. 

"Ini enyak sekali," ucap Anton dengan mulut penuh terisi pie yang belum sepenuhnya dikunyah. 

Habibie tersenyum sambil melirik pada Anton. Dalam hati Habibie, Anton sahabatnya ini secara penampilan bagai pria perlente, aslinya kadang seperti orang desa yang enggak pernah makan enak.

"Teguk dulu, Ton. Kamu itu kalau ketemu makanan, kaya orang enggak makan tiga hari aja."

"Buatanmu emang enak, kata emak-emak gaul, endolita tralala ...." sambil menyeruput bitter sweet minuman varian baru yang dibuat oleh Habibie. Gayanya Anton menyeruput minuman itu membuat anak-anak karyawan di dalam dapur tertawa. Kelopak matanya yang merem melek bukan seperti orang merasakan enaknya sebuah makanan, tapi persis seperti orang yang memasukkan bulu ayam ke telinganya; geli. 

"Ngeri-ngeri syedappp ..." seru Anton. 

"Sembarangan, masa ngeri-ngeri sedap, sih!"

"Sumpah, Bie. Ini makanan dan minuman buatan Kau emang tak ada duanya," balas Anton sambil mengangkat dua jempol tangannya. 

"Kamu memang selalu begitu, padahal aku bikin jumlahnya 24 biji loh."

"Jadi, aku cuma makan sisa kalian ya?" ucap Anton dengan wajah galak menatap anak buahnya satu-satu, setelah sadar bahwa pie yang dia makan hanya berjumlah tiga buah. Sementara yang ditatap menyingkir sambil tertawa. 

"Aah, kalian ini ... kebiasaan, tuman! Masa Bos dikasih sisa." Gerutu Anton masih sambil menyeruput Bitter sweet

Anak buah mereka pergi dari hadapan Anton dan Habibie, mereka mulai membantu karyawan lain untuk mengemas pesanan para pelanggan. 

"Bie, berapa lama kita berteman?" tanya Anton tiba-tiba.

"Kenapa? kayaknya baru kemarin kita temenan lagi dari habis musuhan," gelak tawa Habibie menggema di ruangan.

"Aku serius nanyanya? Kamu lagi sedih ya?"

Habibie menatap Anton, lalu membuang muka. Dan mulai sibuk memotret kembali. 

"Coba, ceritakan! Aku tuh tahu banget kamu itu mahluk paling aneh di dunia. Ketika orang cuma bisa membuat makanan dengan sempurna kala bahagia atau hatinya sedang senang. Maka kamu itu tidak, Kamu memasak ketika hatimu sedang gundah. Ini pasti masalah perempuan kan?"

Lama mereka berdiam tanpa suara, Habibie menatap hasil tangkapan kameranya, sambil berkata ....

"Jika aku mulai menyukai hasil tangkapan kamera, maka gadis itu sangat pandai membuat sketsa. Lukisannya pasti sangat indah. Walau sayangnya, aku tak lagi yakin apa aku bisa memandanginya sambil menyuguhkan hasil masakanku, untuk dicicipi kala ia melukis dengan sepenuh hati." 

"Bahasamu sepertinya sedang mengalami dua hal sekaligus, jatuh cinta dan patah hati."

"Tepat! Di saat aku yakin sedang jatuh hati, di saat yang sama ia mematahkan hati, nyerinya tuh di sini." Tangan Habibie menunjuk dadanya.

"Aah, mending sama si Monalisa itu, Bie. Dia jatuh cinta setengah mati denganmu."

"Hhm, perasaanku beda dengan si Lisa, Cloudy memenuhi semua imajiku."

"Halah, imaji. Mending isi tuh Panci. Udah lupakan yang bikin sedih. Kita masih muda, Bro. Temukan yang memang pantas untukmu. Bukan mengejar yang menolakmu." Anton berlalu dari dapur setelah tahu apa yang dirasakan Habibie. 

Sementara itu, kalimat Anton terasa bagai sembilu mengiris hatinya. Ucapnya bagai menyayat-nyayat dinding dadanya. Semakin sedih hati, semakin tenggelam Habibie dalam berbagai pencarian resep-resep baru bagi usahanya.

Ia menghabiskan banyak waktu bersama para karyawan. Berdiskusi tentang berbagai makanan yang mungkin bisa dirubah dan diciptakan dengan konsep-konsep baru sedemikian rupa agar kaya nutrisi dan menarik untuk dikonsumsi. Dan semua rasa lelah itu cuma satu, untuk melupakan Cloudy. Melupakan hasrat yang sudah terlanjur bergaung dalam bilik dadanya.

  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status