Share

Jamuan Makan Malam

Krek!

Seketika aku kaget setelah membuka pintu rumah yang mereka sebut dorm itu. Bukan karena berantakan, melainkan karena sangat mewah dan rapi. Sangat rapi untuk rumah yang pernah dihuni tujuh orang pria. Sampai-sampai aku sangat takut untuk menghuni tempat tinggal mereka dulu ini karena aku merupakan wanita yang tidak suka beres-beres rumah.

Pak supir yang mengantarku sudah menurunkan barang-barangku dan memintaku untuk tidur di manapun di kamar yang aku mau. Kulihat memang tempat dua lantai ini hanya memiliki tujuh kamar yang artinya setiap kamar pernah menjadi kamar mereka. Jadi, aku pun tidak berani memilih satu kamar pun yang akan kutempati karena khawatir jika suatu saat mereka hendak menginap, mereka kehilangan kamarnya.

Karena aku tidak bisa memilih kamar yang akan aku tempati, sedangkan tubuhku sudah sangat kelelahan, jadi aku memutuskan untuk tidur di sofa untuk sementara. Sampai-sampai akhirnya, aku kaget dengan suara mereka yang serentak mengatakan, “Surprise!”. Mereka bertujuh benar-benar pria pertama selain ayahku yang melihat wajahku di saat bangun tidur.

“Oh, maaf! Aku ketiduran!” kataku langsung merapikan rambutku yang kusut.

“Kami sudah mencoba mengetuk pintu, tapi tidak dibuka! Sehingga kami berpikir bahwa kami masuk saja karena pasti password pintunya belum diubah!” kata Mas Joni menjelaskan dengan sedikit merasa bersalah.

“Kan sudah kubilang, kunci rapat pintunya!” kata Mas Yogi menambahkan.

“Jangan bilang kamu masih belum memilih kamar, ya!” kata Vino menerka kebenarannya.

“Memang belum” jawabku ragu-ragu.

“Ya sudah, memilih kamarnya nanti saja! Mari kita makan malam dulu!” kata Mas Keyjo mulai menyiapkan makanannya.

Mereka bertujuh mulai menyiapkan makan malam sedangkan masih duduk di sofa melihat mereka yang datang dan langsung membuat heboh seisi rumah ini. Sesaat aku merasa seperti memiliki teman baru yang super baik, padahal baru kemarin aku kesepian di kotaku.

“Sheyki, cepat kemari! Di sini banyak mainan!” kata Vino berteriak memanggil diriku.

“Kenapa kalian malah main-main? Itu yang masak hanya Mas Keyjo dan Mas Yogi saja kan kasihan!” kataku beranjak dari sofa menuju dapur.

“Ah, sini dulu! Lihat ini dulu!” kata Vino memaksaku untuk melihat area bermain yang dia maksud.

Sekali lagi aku takjub dengan isi rumah ini karena mereka ternyata memiliki seperangkat game layaknya di zona permainan mall.

“Wah, ini semua bebas dimainkan?” kataku takjub.

“Tentu! Kamu suka main nggak?” tanya Vino bersemangat.

“Suka, lah! Suka banget!” jawabku seketika lupa kalau adalah orang baru di rumah ini.

Akan tetapi, di tengah asyiknya aku bermain bersama Vino, sejenak aku melihat lagi mereka semua. Juki yang paling muda sedang asyik dengan permainan bola basketnya, Maxime juga asyik dengan game piano di ponselnya, sang leader dan Mas Habi sibuk menyiapkan meja makan, sedangkan yang dua lainnya sangat menikmati kegiatan memasaknya. Aku seperti member baru yang tibaa-tiba datang di tengah-tengah mereka.

“Boleh kubantu?” tanyaku pada Mas Joni sang leader yang kesusahan memasang gas pada kompor kecil tempat membakar dagingnya.

“Memang kamu bisa?” tanya dia meragukanku.

“Woah, hebat!” kata Mas Habi yang kagum melihatku dengan lancar memasangkannya.

“Kamu harus terbiasa melihat kami heboh seperti ini ya, Sheyki!” kata Mas Keyjo datang menyiapkan daging yang hendak di makan bersama.

“Jadi kalian memang seheboh ini ya setiap kali datang bersama?” tanyaku.

“Ya, beginilah! Kecuali dia!” jawab Mas Habi menunjuk Mas Yogi yang ikut berkumpul ke meja makan.

“Ah, benar! Kuharap kamu tidak kaget nanti setelah melihatnya diam saja tidak melakukan apa-apa dan banyak tidur!” kata Mas Keyjo menjelaskan.

“Tenang saja, aku tidak akan kaget kok! Aku ke sini memang untuk mengenal kalian secara real jadi aku bisa membuatkan naskah yang bagus untuk kalian!” jawabku.

“Tidak adil rasanya kalau hanya Mbak Sheyki yang mengenal kami. Kami juga ingin mengenal Mbak Sheyki!” kata Mas Joni.

“Emm...bagaimana kalian akan mengenalku? Aku bahkan tidak punya hal yang menarik untuk dikenal! Hanya seperti inilah aku!” jawabku.

“Hmm...oke, kalau begitu kita habiskan malam ini untuk saling mengenal!” kata Mas Habi mulai membuka botol berisi alkohol.

“Habi, stop! Kita tidak bisa menginap sekarang!” kata Mas Yogi mengingatkan.

“Ah, Mas Yogi benar! Aku bahkan ada tugas sekarang! Mas Jon bantuin aku ya!” katanya sambil merengek pada leadernya.

“Kita makan malam dulu, ok!” jawab Mas Joni.

“Hah, tidak bisa! Nanti ini bisa telat dikumpulkan!” kata Juki berlari ke ruangan sebelah untuk mengerjakan tugasnya.

Sementara itu, aku dan yang lain tetap melanjutkan makan malam bersama menghabiskan bahan makanan yang sudah disiapkan. Setelah selesai, aku membantu Mas Keyjo untuk membereskan meja makan, sedangkan Mas Habi dan Maxime yang tidak tahan ingin minum, terpaksa membuka botol alkoholnya. Melihat mereka, aku juga tidak bisa melarang begitu saja karena ini pun juga masih rumah mereka. Kulihat juga Mas Joni dan Mas Yogi sedang asyik bermain gitar di halaman sambil ngopi bersamanya. Hanya si bontot saja yang masih sibuk sendirian menatap layar laptopnya di ruangan sebelah.

“Boleh kubantu?” kataku menawarkan bantuan kepada Juki.

“Tidak dibantu melihat saja kan?” tanya Juki tidak percaya padaku.

“Tidak, dong! Aku justru sangat ahli mencari artikel dari berbagai topik. Bagaimana? Mau dibantu?” tanyaku sekali lagi.

“Oh, hebat! Boleh, kemarilah Mbak!” katanya dengan semangat menerima bantuanku.

Melihat Juki si member paling muda ini, aku jadi teringat dengan adikku sendiri. Dia banyak mengandalkan aku sebagai kakaknya ketika mengerjakan tugasnya. Seperti dirinya yang selalu meminta bantuin kepada Mas Joni sebagai member sekaligus leadernya. Terlebih di usianya yang masih muda dan harus fokus belajar dengan materi kuliahnya, dia hebat bisa sambil membangun karirnya.

“Wah, Mbak Sheyki hebat sekali! Mbak Sheyki di sini berapa lama?” tanya Juki sambil terpukau dengan kehebatanku mencarikan artikel untuk tugasnya.

“Tiga bulan!” jawabku singkat.

“Oh, oke! Kalau sudah selesai, ikutlah bersamaku Mbak! Bantulah aku belajar!” katanya bersemangat.

“Ikut kemana? Tugasmu adalah tanggung jawabmu sendiri!” kata Mas Keyjo yang tiba-tiba masuk bersama Mas Joni ke ruangan kami yang sedang belajar.

“Sekarang Mbak Sheyki bisa memilih kamarnya dulu! Biar Juki melanjutkan tugasnya sendiri!” kata Mas Joni.

Aku pun menurutinya dan memilih kamarku yang sekarang hanya tinggal empat pilihan karena tiga diantaranya sudah di isi mereka yang mabuk karena pengaruh minuman alkoholnya.

“Kami akan membiarkan Mbak memilih kamarnya untuk tidur malam ini! Maafkan mereka, besok Mbak bisa memilih kamar lain kalau memang tidak nyaman!” kata Mas Joni.

“Sepertinya kamu hanya bisa memilih tiga diantaranya karena kamar Juki tidak mungkin rela diberikan olehnya!” kata Mas Keyjo yang berbicara langsung padanya.

“Siapa bilang aku tidak rela? Mbak langsung pilih kamarku saja, percayalah kasurku lebih enak daripada punya mereka!” kata Juki beranjak dari depan laptopnya hanya untuk membawa kamarnya langsung menuju kamarnya.

Karena aku harus menghargai pilihan member paling muda, aku pun memilih kamarnya yang dia pilihkan. Toh, tidak terlalu banyak perbedaan untukku mau tidur di mana saja, yang penting aku mendapatkan tempat tidur. Perbedaannya hanya, di sini ternyata aku bukan orang terakhir lagi yang tidur diantara yang lain.

Jam dua belas malam, aku masih terbangun setelah menyiapkan meja kerjaku yang harus kutata lebih dulu. Tiba-tiba aku mendengar seseorang sedang mengetik di meja ruang santai. Kukira itu Juki yang masih belum selesai dengan tugasnya, rupanya itu Mas Yogi yang asik di depan laptopnya.

“Mas belum tidur?” tanyaku sekedar menyapanya.

“Belum!” jawabnya singkat.

Karena aku tidak ada topik pembicaraan lain, aku pun memilih untuk tidak mengajaknya berbicara lain lagi. Yang jelas, kali ini aku bukan yang terakhir tidur dan bukan yang pertama bangun.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status