Sheyki seorang gadis berumur 25 th meninggalkan profesinya sebagai peneliti dan memilih terjun ke dunia penulisan naskah. Dirinya lebih hebat dalam menciptakan naskah drama daripada membuat sebuah projek pengamatan. Sheyki seorang wanita tangguh karena dia pernah berusaha bertahan sendiri dengan kondisi mentalnya. Tidak benar-benar sendiri melainkan dia mendapatkan motivasi dari seseorang yang belum dia temui sebelumnya. Seseorang itu adalah Azmi yang merupakan dokter psikiater terkenal yang membuatnya perlahan menyembuhkan sendiri sakit mentalnya. Sejauh ini, Sheyki belum pernah menemui Dokter Azmi, padahal dia sangat ingin menemui dokter muda yang terkenal itu. Pada suatu kesempatan, Sheyki membaca poster lomba membuat naskah yang hadiahnya bisa mengantarkan gadis pelosok ini untuk terbang ke ibu kota. Dipikirannya, dia harus menang untuk bisa terbang ke ibu kota agar setidaknya jaraknya tidak terlalu jauh dengan keberadaan Si Dokter. Ternyata dia benar-benar bisa memenangkan perlombaan itu dan bisa terbang menuju ibu kota. Akan tetapi, luasnya ibu kota membuatnya tetap susah menemui orang seterkenal dokter itu. Tanpa disangka, rupanya dia diterbangkan ke ibu kota untuk projek membuat naskah khusus untuk grup band paling terkenal. Karena dia masih belum menyerah untuk bisa menemui dokter kebanggaanya, Sheyki menerima tawaran untuk membuat naskah drama untuk grup band tersebut dan berhasil bertemu dengan tujuh orang pria yang posisinya sangat terkenal saat ini.
Lihat lebih banyakKriiing...kriing..kringg
Seperti biasa, setiap pagi hanya alarm yang mampu membangunkanku. Aku adalah orang yang tidur terakhir dan bangun pertama di keluargaku. Sejak kejadian tiga tahun lalu, aku selalu membiasakan untuk bangun pagi dan olahraga setiap hari karena aku ingin menjaga tubuhku tetap sehat. Setelah olahraga dan melakukan sarapan pagi, barulah aku siap memulai pekerjaanku hari ini.
Pekerjaanku sebagai penulis tidak memerlukan pergi ke kantor setiap hari karena bisa dikerjaan di rumah. Jadi biasanya, setelah sarapan aku kembali ke kamar untuk menyelesaikan pekerjaanku. Aku bekerja dibagian penulis naskah, paling sering aku diminta menulis naskah biografi seseorang. Kalau menurut atasanku, menjadi penulis naskah biografi adalah yang paling cocok denganku karena aku tidak terlalu banyak menuntut orang lain, jadi setiap pertemuanku dengan orang lain yang ingin dituliskan biografinya padaku tidak terlalu susah.
Bagaimana mungkin aku menyusahkan mereka yang ingin kutuliskan biografinya, aku hanya butiran debu dari mereka orang-orang hebat yang kutulis biografinya. Jadi, mau tidak mau, aku hanya mengikuti jadwal orang lain untuk mendapatkan bahan tulisanku. Walaupun sebenarnya, aku lebih suka menulis naskah fiktif.
“Selamat pagi, Mbak Sheyki! Saya hari ini ada meeting dadakan, jadi mohon ditunda besok saja ya wawancaranya!” kata seseorang yang ingin kutuliskan biografinya.
Ini bukan pertama kalinya bagiku dan bukan dia saja yang membatalkan janji tiba-tiba seperti sekarang. Aku hanya bisa mengiyakan dan tetap menulis naskah novelku ketika ada kesempatan kosong seperti ini. Di saat aku asik menulis, seorang temanku sebagai editor di penerbitan memberitahuku tentang sebuah poster berisi pengumuman lomba.
Menurutnya, aku wajib mengikuti lomba ini karena dia percaya kemampuanku dalam menulis naskah cerita sangat baik. Tidak hanya menurutnya, tanpa diyakinkan berkali-kali, aku langsung mengiyakan untuk mengikoti lomba tersebut karena aku tertarik dengan hadiahnya. Tertulis di sana bahwa aku akan diberi kesempatan untuk melakukan perjalanan ke ibu kota.
Sebelumnya, aku harus mendaftarkan diriku terlebih dahulu untuk mengikuti lomba menulis naskah cerita tersebut. Aku diminta mengisi beberapa informasi termasuk menuliskan alasan aku mengikuti lomba tersebut. Tentu dengan semangat aku menuliskan keinginanku yang selama ini sudah kupendam. Aku sangat ingin pergi ke ibu kota berharap bisa bertemu dengan seseorang yang sudah lama kusuka.
Kukerahkan semua kemampuan terbaikku demi mendapat kesempatan terbang ke ibu kota. Memang bisa saja aku pergi ke sana sendiri tanpa susah-susah mengikuti lomba ini, tetapi akses untuk meminta restu pada orang tuaku cukup susah. Tidak mungkin juga aku memakai cara kabur dari rumah hanya untuk pergi ke ibu kota. Jadi, ini adalah satu-satunya kesempatan emasku untuk pergi ke sana.
Walaupun sebenarnya, aku juga tidak tahu apakah aku bisa mencapai keinginanku setelah aku bisa pergi ke ibu kota. Aku hanya bisa berdoa pada Tuhan, setidaknya kali ini aku bisa bahagia dengan keputusanku mengikuti lomba ini.
“Oke, ayo semangat Sheyki!” kataku menyemangati diriku dalam mengetik naskahku yang akan kukirimkan untuk perlombaan itu.
Seminggu sebelum pengumuman lomba, aku menemui seorang tokoh penting yang biografinya sudah dituliskan olehku. Beliau mengundangku secara khusus di acara peluncuruan bukunya. Ini memang bukan yang pertama kalinya aku diundang oleh seseorang, tetapi kali ini berbeda. Beliau benar-benar mengapresiasi hasil tulisanku.
“Terima kasih, Mbak Sheyki! Saya benar-benar menikmati naskahnya, seolah penulis sangat mengenal saya!” kata Profesor Anh yang selesai dari acara mengundangku lagi untuk mampir ke kantornya.
“Wah, juga ingin berterima kasih pada Profesor telah memilih saya untuk menulis biografinya! Saya benar-benar banyak mengambil hikmah dari perjalanan hidup Profesor!” jawabku.
“Ini, saya ada cindera mata untuk Mbak Sheyki!” katanya menyodorkan sebuah kotak persegi panjang padaku.
“Ah, tidak perlu, Prof! Saya rasa, saya tidak boleh menerima imbalan lain di luar pembayaran yang sudah diberikan!” jawabku dengan sopan menolak.
“Ini bukan imbalan, melainkan hadiah dari saya! Anggap saja hadiah dari saya adalah hadiah dari fans yang amat menyukai penulis seperti Mbak Sheyki! Bukalah!” katanya tetap menyodorkan kotak persegi panjangnya padaku.
“Maaf, Prof, Saya...”
“Jangan menolak! Ambilah setiap kesempatan yang diberikan! Bolpoin ini berisi harapan saya, agar dia bisa ikut mengantar Mbak Sheyki menjadi penulis yang hebat!” katanya sambil meletakkan kotak persegi panjang berisi pena itu ke tanganku.
Akhirnya, dari sekian banyak seseorang yang ingin memberiku hadiah pena karena aku seorang penulis, pena dari Profesor Anh yang aku ambil. Aku tidak mengerti mengapa sebatas kata ‘harapan’ dari beliau, membuatku tidak ingin melewatkannya kali ini.
“Baik, Prof! Terima kasih!” jawabku.
“Iya! Ingat, jangan pernah melewatkan kesempatan yang diberikan padamu!” ucapnya sekali lagi.
Seminggu kemudian, aku mendapatkan pengumuman lomba itu dan tertulis namaku diurutan nomer satu. Aku sadar betul bahwa ini bukan mimpi yang datang padaku, melainkan ini benar-benar kesempatan yang datang padaku. Aku dihubungi pihak lomba agar segera memberi kabar agar mereka segera mengurus hadiah yang akan diberikan padaku.
Dua hari kemudian, pihak panitia lomba memberi kabar padaku bahwa aku telah disiapkan tiket pesawat untuk terbang ke ibu kota tepat minggu ini. Aku yang begitu bahagia mendengar kabar itu, sampai lupa bahwa aku belum mengantongi izin dari orang tuaku. Dengan segenap alasan yang kuat, aku memberanikan diri untuk meminta izin dari mereka.
Syukurnya, mereka mengiyakan untuk aku pergi ke ibu kota mengambil hadiahku dengan catatan, aku harus selalu memberi kabar ketika tiga hari di sana. Bukan sesuatu yang sulit juga untukku ketika hanya memberi kabar pada mereka. Jadi, aku sangat siap untuk berangkat ke ibu kota dengan aman karena sudah mendapat izin dari orang tua dan juga dengan alasan yang resmi.
Selama perjalanan, tujuanku masih tetap bahwa aku pergi ke sana adalah untuk mencari kesempatan bertemu dengan seseorang yang selama ini sudah menyemangatiku. Sampai aku lupa membaca kegiatanku selama di sana yang akan didampingi oleh pihak panitia lomba ketika di sana.
“Mbak Sheyki, nanti setibanya di sana, mbak bisa istirahat dulu menunggu pengumuman kami lagi. Kalau membutuhkan sesuatu bisa menghubungi saya” kata pihak panitia.
“Siap, Mbak!” jawabku dengan semangat.
Aku yang sampai di hotel penginapan bersama pemenang lomba kedua dan ketiga merasa sangat bahagia. Aku tidak habis pikir mengapa perlombaan yang kuikuti secara gratis ini menyediakan penginapan yang mewah seperti ini.
“Wah, aku terharu sekali dengan pihak agensi ‘Purple’ yang sudah menyeponsori lomba ini!” kata Mbak Ariska yang menjadi pemenang lomba ke dua.
“Agensi Purple?” kataku tidak paham dengan siapa yang dia maksud.
“Iya Purple! Grup band yang sudah terkenal mendunia itu!” jawabnya dengan sangat antusias.
“Jangan bilang Mbak Sheyki tidak tahu siapa pihak sponsornya! Atau bahkan Mbak Sheyki tidak mengenal siapa itu Band Purple?” kata Mas Tedy yang menjadi pemenang lomba ketiga.
“Hehe!” kataku yang membenarkan keduanya.
Aku tahu grup band itu, tetapi aku tidak terlalu mengenalnya. Aku suka musik, tetapi aku tidak pernah mencari tahu siapa penanyinya. Selama ini aku hanya suka mencari tahu tentang sutradara hebat dari film yang aku tonton.
“Kabarnya, produser dari agensi itu akan datang nanti pada saat makan malam dengan kita!” kata Mbak Ariska dengan semangat.
“Iya, kalau tidak sibuk mereka akan menyempatkan datang, atau kalau tidak mereka akan datang bersama salah satu idolnya!” kata Mas Tedy.
“Benarkah? Bukankah biasanya pihak sponsor hanya akan mendatangi pihak panitia?” tanyaku heran.
“Ah, Mbak Sheyki! Mbak ini pura-pura tidak tahu atau bagaimana?” kata Mbak Ariska sedikit kesal dengan yang lambat memahami.
“Mereka ingin menemui kita, terutama Mbak Sheyki pemenang pertama!” kata Mas Tedy menegaskan.
“Menemuiku? Bukankah kita ke sini hanya untuk menerima hadiah dan bersenang-senang?” tanyaku.
“Tentu saja! Itukan juga termasuk bersenang-senang!” kata Mbak Ariska.
“Sebenarnya apa yang Mbak Sheyki pikirkan ketika pergi ke sini sampai tidak tahu siapa pihak sponsor dan tidak tahu apa saja kegiatannya?” tanya Mas Tedy heran.
“Emm...tujuanku ke sini mencari jodohku!” jawabku sedikit bercanda.
“Amiin...! Semoga ketemu ya!” kata mereka berdua yang kemudian masuk ke dalam kamarnya masing-masing.
Pikirku di dalam kamar, kalaupun pada akhirnya aku susah menemui seseorang tersebut, semoga aku tidak pernah menyesal mengambil keputusanku untuk melangkah sejauh ini. Bagaimanapun, ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh kulewatkan sesuai kata Profesor Anh.
Hari ini aku menjadi yang pertama kali bangun di saat yang lain masih belum bangun. Aku bahkan mendahului kokok ayam pagi kali ini, hanya karena tidak ingin terlambat bangun. Lima belas menit setelah aku selesai bersiap, kulihat mereka masih belum juga bangun. Aku pun terpaksa mengetuk pintu kamar Mas Joni karena aku tahu dia paling mudah untuk dibangunkan.Akan tetapi, rupanya aku salah. Dia tidak juga membuka pintunya setelah lama kuketuk. Justru Mas Keyjo yang lebih dulu bangun karena mendengar suara ketukanku di pintu kamar Mas Joni.“Astaga, mereka juga belum bangun?” tanya Mas Keyjo sambil dengan mata sayu-sayu.“Iya, tolong Mas bangunkan mereka ya! Mereka biasanya sarapan pagi nggak? Haruskah kubuatkan sandwich?” tanyaku.“Iya, buatkan saja! Nanti kubantu setelah membangunkan mereka!” jawabnya.Aku pun ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi mereka. Kemudian, Mas Keyjo menyusulku ke dapur untuk membantu mem
Dokter Azmi menungguku selagi aku mengambil tas di ruanganku. Dia juga sempat bertanya tempat apa yang ingin aku kunjungi pertama kali bersamanya.“Taman bermain?” tanyaku memberikan penawaran.“Kita berdua?” kata dia terkejut dengan saranku.“Aneh, ya? kalau gitu terserah Pak Dokter, deh!” jawabku.“Sepertinya kita terlalu tua untuk pergi ke taman bermain berdua. Ya sudah, aku saja yang menentukan!” katanya mengajakku.“Mas Yogi, aku berangkat dulu, ya!” kataku berpamitan padanya yang masih belum menutup pintunya dan mendengarkan semua pembicaraanku.“Iya!” jawabnya singkat dan datar.Dokter Azmi tidak memberitahuku tempat dia membawaku. Sepanjang perjalanan dia fokus menyetir dan tiba di sebuah pantai dengan pemandangan sore yang indah.“Wah!” kataku terpana dengan keindahan lautnya.“Sheyki lebih suka duduk di tempat makan sambil
Ini adalah minggu ke tiga aku di sini dan aku harusnya sudah menyelesaikan menentukan karakter ketujuh member grup ini. Akan tetapi, mereka memiliki jadwal yang sangat padat sehingga aku kesulitan untuk menentukan karakter tiga orang lagi. Salah satu cara agar mudah, aku harus ikut ke mana pun mereka pergi untuk melihat aktifitas mereka.Hari ini mereka latihan untuk penampilan besok di acara penghargaan bergengsi. Padahal baru kemarin mereka menyelesaikan satu movie, sekarang mereka tidak ada lagi kesempatan beristirahat dan langsung mengerjakan pekerjaan berikutnya. Meskipun pekerjaanku hanya memperhartikan mereka saja, tetapi ini juga menjadi melelahkan bagiku.“Sheyki, sini, deh!” panggil Vino setelah latihan.“Iya, kenapa?” tanyaku mendekat padanya.Vino menarik tanganku untuk duduk bersebelahan dengannya di depan piano. Dia tidak peduli member lainnya yang melihatnya menarik tanganku.“Oh, dia mau pamer kalau dia
Proses pembuatan movie grup band mereka sudah selesai dan mereka mendapatkan jatah satu hari libur kali ini sebelum kembali ke rutinitas. Tidak hanya mereka, semua staff termasuk aku mendapat jatah bebas tugas satu hari. Akan tetapi, percuma saja hari libur yang diberikan tetap membuat aku dan ketujuh bujang ini tidak bisa bebas pergi. Mereka tidak memiliki kebebasan beraktifitas karena akan merusak popularitas mereka, sedangkan aku juga tidak bisa pergi karena tidak memiliki teman selain mereka.Kali ini ketua agensi memberiku tempat khusus staff jadi berbeda tempat menginap dengan mereka. Walaupun berada di lingkungan yang sama, tetapi tempatku benar-benar terpisah dengan mereka. Aku jadi tidak punya teman untuk diajak mengobrol karena semua staff pergi menikmati liburan gratis yang diberikan oleh agensi.Jadi, untuk mengisi jadwal yang kosong, aku memulai hari dengan berolahraga di sekitar tempat penginapanku. Seperti biasa aku bertemu dengan Sang Leader yang rutin
Setelah kejadian yang menghebohkan di gedung astronomy kemarin, mereka bertujuh memutuskan untuk tinggal lagi bersama di dorm mulai malam ini. Karena satu kamar sudah kupakai, jadi terpaksa member paling muda memilih untuk tidur bersama member lainnya. Suasana dorm yang hening pun kembali riuh gembira di saat ada mereka.Tok...tok...tok.Terdengar seseorang mengetuk pintu kamarku dari luar.“Keluarlah sebentar!” kata Vino dari luar.“Ya? Ada apa?” tanyaku yang sudah berganti pakaian tidurku.“Wah, suasana di sini sungguh berbeda saat kami semua tinggal bersama seorang wanita!” kata Mas Habi sambil geleng-geleng kepala melihatku.“Ini juga yang pertama kalinya aku tinggal bersama pria, terlebih bertujuh!” kataku pasrah menerima kenyataan yang tidak pernah kusangka sebelumnya.“Kamu tahu, kita semua pernah berandai-andai memikirkan bagaimana jika kita punya member wanita dan
Hari sudah mulai gelap, lampu redup di dalam ruangan juga sudah menyala. Sayangnya, keheningan semakin menenggelamkan percakapan kami sebelumnya. Mas Yogi terus menatap ponselnya yang aku pun tidak tahu apa yang sedang dia baca sampai menghiraukanku.“Hari sudah malam, Mas pulang saja! Aku akan menunggu Vino di sini!” kataku yang lama-lama sungkan karena membuatnya menemaniku terlalu lama.“Aku sudah meminta Vino untuk segera datang. Bilang sudah menuju kemari” jawabnya.Aku kaget mendengar jawabannya karena dia memasang muka serius begitu hanya untuk menghubungi Vino melalui pesan chat. Jujur Mas Yogi adalah member yang sifatnya paling dingin di antara yang lain.“Sheyki!” kata Vino yang datang langsung menghampiri kami berdua.“Karena Vino sudah di sini, aku pulang dulu!” kata Mas Yogi tanpa ekspresi.“Untung ada Mas Yogi ya, kamu kenapa tidak bilang kalau acaranya bakal cepat selesai?&
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen