Sepulang dari kantor, Liana curhat pada Sally's tentang pengakuan Evan yang menyukainya. "Dia menyukaiku, walaupun aku suka kepada Direktur Evan, tetapi aku rasa hanya rasa kagum dan terpesona bukan cinta."
Sally mengambil bantal untuk dilekatan di atas kaki yang bersila. Dia memandang Liana tidak berkedip, dalam pikiran berkecamuk-seharusnya Liana bersyukur-dua Direktur tampan dan kaya raya, menyukai Liana.
"Kamu beruntung sekali, Vita. Aku ingin menjadi diri kamu." Sally's menjadi heboh karena curhatan dari Liana. Dia merasa iri dengan kehidupan cinta Liana. Dua direktur kaya menyukai Liana? Hell! Itu bagaimana mimpi!
Liana mencibir dan memajukan bibirnya mendengar respon dari Sally's.
Melihat wajah Liana yang masam. Sally bertanya, "Lalu, siapa yang akan kamu pilih menjadi kesalahanmu? Direktur Evan atau Direktur Nova?" Serly merespon serius dengan curhatan Liana.
Namun saat Liana ditanya siapa y
Liana tidak tahu, hari ini merasa sangat lelah sekali. Satu hari penuh bersama Nova rasanya puas sekali. Hidupnya tidak pernah seperti ini sebelumnya, dulu saking sibuknya sampai tidak ada waktu luang dan sekarang bisa sedikit untuk mengistirahatkan otaknya, walaupun bersama Nova. Itu lebih dari kata cukup, bisa tertawa bersama dan melakukan hal yang tidak pernah mereka lakukan.Di sinilah Liana, berdiri manatap mobil Nova yang mulai menjauh dari penglihatannya. Wanita mengembangkan senyuman tipis dari bibir cantiknya yang lipstick sudah agak hilang, ada secercah perasaan lega karena sedikit demi sedikit akan membuat Nova sembuh dari phobianya.Bagi Liana terpenting pertama melakukan hal agar Nova bisa berpidato ketika rapat, karena menurut Liana itu yang paling utama, menyangkut masalah pekerjaan. Ya kali, seorang Direktur tidak bisa membawakan hasil kerjanya untuk presentasi.Saat mobil itu benar-benar tidak terlihat, Liana
“Di?! Di-di-direktur?!?!” gagap Liana, dia sempat memekik kaget ketika otak meyakinkan bahwa dia tidak salah meliat. Astaga, sosok itu benar-benar seperti pangeran yang turun dari langit ke bumi hanya menemui Liana. Ah, rasanya tidak yakin, dia berdiri di tempat rumah kos yang kampungan.“Di-direktur k-kenapa di sini?A-a-apa yang Direktur lakukan di sini?” Liana bertanya sembari memajukan tubuhnya, nadanya masih gagap, ekspesi wajah berusaha menyembunyikan keterkejutan. “Astaga. Kenapa aku sampai terkejut seperti ini!” batin Liana.Ya, di sana lelaki berwajah Korea menyunggingkan senyuman ke arah Liana sebagai bentuk sapaan yang sopan. Senyuman itu lho bikin Liana kesemsem.Di tengah keterkejutan, otak Liana berpikir. Ada apa dengan Direktur? Bukankah ini hari minggu dan libur kerja? Lantas kenapa menemui Liana tanpa janji terlebih dahulu. Sejak kapan dia di sana? Ya ampun, Liana tidak enak hati bila Direktur itu lama menunggu.
Sejak tadi Evan menompangkan dahu dengan tangan kini tatapan beralih ke depannya. “Memangnya harus begitu?” Pertanyaan itu terlontar polos. Sebenarnya Evan tidak berani menghubungi Liana dahulu.Liana menegakkan badan lalu menjawab, “Ya harus dong, biar aku dandan dulu. Direktur nggak liat baju aku sama celana aku gimana? Satu harian full dan aku sama sekali belum mandi.” Liana jadi mengungkapkan tentang dirinya yang satu hari ini bersama Nova kini malahan bersama sosok pangeran tampan bak artis Korea.Mendengar itu Evan pun melirik penampilan Liana, menggunakan sweater putih dan celana traning serta sepatu olahraga serta tidak lupa tas slempang berukuran sedikit besar. Memangnya apa yang salah? Seperti menyadari sesuatu, Evan malah tertawa kecil.Ya ampun. Ketawa saja manis.“Direktur, kenapa ketawa?” tanya Liana dengan suara manjanya.Evan menggeleng setelah tawa mereda, dia tidak mau melanjutkan
Evan tampan, kaya, mapan, tajir dan di idamankan kaum hawa. Sebab pesonanya bisa memikat para wanita, termasuk Liana.Evan berdehem sebentar, kalau dipikir-pikir dia merasa Ini pertama kalinya ada seseorang bilang dirinya lucu. Tampan, ganteng itu selalu Evan dengar hingga jengah, tapi Liana menyebut kata lucu? “Mungkin ini pertama kalinya saya dibilang lucu biasanya saya dengar, kamu sangat tampan,” pungkas Evan.Evan menjadi narsis abiz. Haha.Kemudian Liana memperhatikan muka Evan yang begitu putih tanpa noda apapun. That's The Magic of BB Cream ... Hahaha. Lelaki itu bisa menjaga dan merawat kulit wajahnya.Cukup kagum. Liana menyiapkan kata-kata. “Ahh Direktur, mukamu sedikit agak gimana gitu atau perasaanku saja,” ucap Liana pelan.Evan mengerutkan kening dan menyentuh bagian bawah pipi. “Benarkah? Saya hanya menggunakan BB cream saat acara di luar atau event besar. Itu saja,” balas Evan santa
Nova mengingat kembali pertanyaan Liana mengenai apakah dirinya memiliki pengalaman yang membuatnya trauma.Saat Nova kecil dia pernah menangis di lapangan dimana lapangan tersebut banyak orang berlalu lalang. Dia juga ingat dirinya juga pernah kambuh di supermarket dan mall.Nova pun menelepon Liana.Liana pun kaget mendengar teleponnya berdering bahwa ada panggilan dari bosnya. Oke Vita, angkat telefonmu sebelum lebih lima detik.Saat panggilan terhubung, Nova bertanya. “Sekretaris Li, apakah kamu sudah sampai rumah?"Liana menggigit bibir bawah. Sungguh dia bingung harus berkata apa selain membohongi bossnya. “Yaa ... aku sudah di rumah. Ketika Direktur mengantarkan pulang.”“Kamu seharusnya mengabariku, ini membuatku khawatir. Paling tidak kamu mengirim pesan kepadaku.”Liana membisu mendengar kata khawatir. Direktur khawatir dengannya? Ah, rasanya mustahi
Evan pun berbicara dengan Nova. Nova gedeg setengah mati sampai bangkit dari ranjang, berjalan ke sana kemari dengan perasaan cemas.Dengan santainya Evan menjelaskan panjang lebar. “Bukankah saya pernah mengatakan kepadamu sebelumnya. Karena kamu menggangu acara makan saya bersama Liana, sata akan dua kali lagi makan bersama Liana.”“Apaa??!” Nova ternganga lebar.“Dengarkan baik-baik. Hari ini adalah kedua kalinya saya makan bersama Liana. Apa kamu mengganggu lagi?? Gak papa, silahkan ... Lain kali saya akan makan 4 kali bersamanya dan kami tidak akan mengatakannya padamu. Kamu mengerti?”“Oke ...Oke ... Makan ... Makanlah!!Tetapi, ini adalah yang terakhir kalinya!” Final Nova mengalah. Dia berusaha tenang dengan mendudukan pantat di tepi ranjang.Evan tersenyum puas haha. “Ini tergantung dari kamu.”****Pagi kembali menyapa. Lelaki terbangun dari tidur sambil me
Aneh. Itu yang dipikirkan Liana. Nova tidak seperti hari-hari biasa, malah aneh dengan sikap tadi. “Mungkin Direktur sedang tidak mood,” batin Liana berpikir positif.Karena penasaran dengan sikap Nova itu, akhirnya Presdir bertanya ke Liana yang berdiri di sampingnya. “Ada apa dengannya hari ini?” tanya Presdir. Bagaimana pun juga orang tua pasti ingin tahu ada apa dengan sang anak bukan?Dengan wajah memelas Liana menjawab pelan, “Cobalah mengerti Pak presdir, Dia berlagak seperti itu karena semalam dia tidak tidur dengan baik. Jadi hari ini mungkin tidak mood.”Presedir mendecak, “Ckckck ... berapa umur anak itu? Bukankah perilakunya seperti seorang anak kecil??" Presdir Dhika geleng-geleng kepala.“Benar itu.” Menurut Liana sikap kekanan Nova itu menggemaskan dan imut.Mendengar jawaban Liana, Presdir tidak setuju kemudian Liana ditegur Presdir seharusnya dia mengatakan hal yang bertentang
Kehidupan Liana semakin sibuk setiap hari. Sejak menjadi sekretaris di perusahaan Andromeda, waktu luang dan kebebasan untuk bersantai semakin berkurang. Apalagi menjadi sekretaris bos yang malas. Ha ha. Liana rasanya ingin mati saja. Tapi tidak apa-apa, ini demi pekerjaan.Pagi ini, langit biru cerah dengan awan putih. Semoga harinya sangat menyenangkan. Raffa sedang dalam mood yang buruk dan tidak bisa tidur nyenyak tadi malam, sehingga kedua area mata matanya menjadi hitam.Mengapa Nova tidak bisa tidur tadi malam? Itu karena Nova memikirkan Liana. Ya, saat Nova pulang dari kos Liana, dan Liana membohonginya. Ternyata Liana sedang bersama Evan.Cemburu? Ah! Sungguh.Di ruang kerja Nova menghembuskan nafas berkali-kali, sama sekali tidak berkonsentrasi pada laptop di depannya. Dia melamun lalu mengacak-acak rambutnya karena frustasi lalu melamun lagi dan seterusnya seperti itu."Shit! Kenapa aku terus memiki