Sandra akhirnya hanya bisa pasrah mendengar perkataan sahabatnya tersebut, ia sudah tidak paham lagi dengan kondisi sekarang, “Aku tak tahu lagi apa yang harus aku katakan dengannya,” katanya yang menyeruput habis minumannya.
Tania juga bertingkah sama ia menyeruput habis minuman yang ada di depan wajahnya tersebut, bahkan ia juga sudah mulai enggan untuk membicarakan Kevin, “Maaf, aku tak tahu bahwa akan terjadi seperti saat ini,” katanya kepada sahabatnya tersebut.
Wajah Sandra terlihat sangat meringis ketakutan ketika akhirnya sang cinta pertama menghubunginya, “Aku tak tahu lah, mengapa dia harus muncul sekarang. Hatiku belum siap,” ungkapnya yang memberitahu kepada Tania.
“Sekarang apa yang harus kita lakukan?” Tanya Tania.
Sandra terdiam, ia juga bingung dengan kondisinya sekarang ini Kevin yang sudah lama menghilang tiba-tiba sekarang muncul lagi. Bahkan bisa saja ia menghubungi Sandra setiap saat, “Bagaimana untuk saat ini aku mencari pekerjaan terlebih dahulu? Kau bisa membantuku bukan?” bujuknya.
Tania menghela nafasnya, ia tahu bahwa akhirnya akan seperti ini, “Aku tahu akan seperti ini juga akhirnya,” kesalnya.
Sandra mendekat ke arah sahabatnya tersebut, “Ayolah, bantu aku, aku tidak mungkin membiarkan Kevin mengetahui keberadaan diriku yang sekarang ini, Tania,” keluhnya.
Bahu Tania merasa merosot ia sudah menduga bahwa ia akan mendengar hal tersebut dari sahabatnya, senyumnya pun menghilang. Ia sadar bukan hanya saja malapetaka yang menimpa dirinya tersebut, ia pasti akan ikut terseret dalam masalah sahabatnya lagi dan lagi.
Sandra tidak bisa tetap berdiam diri, ia harus melangkah maju jika ingin hidupnya sedikit lebih berubah. “Kenapa kau diam saja?” gertak Sandra.
“Aku tak bisa berkata-kata lagi, sudah pasti aku akan terjatuh kembali ke dalam masalahmu,” jawabnya dengan tersenyum puas.
“Sekarang bagaimana? Aku tidak mungkin memperlihatkan diriku dengan wajah yang seperti terhadap Kevin,” celetuknya.
“Hadapi saja untuk sementara,” jawabnya mengetuk buku-bukur jarinya di atas meja café tersebut. Sandra sedikit geram dengan pernyataan Tania, ia tahu bahwa kebiasaannya adalah kabur dari kenyataan yang sudah ada di depan mata, “Tidak mungkin kau bisa kabur lagi, mau sampai kapan kau seperti itu, Sandra?” ancamnya dengan mata melotot.
Sandra terdiam mendengarnya, “Iya aku tahu tapi aku belum siap,” jawabnya dengan sedikit acuh.
Tania tahu bahwa Sandra tidak akan bisa melakukannya sendiri, ia juga berharap bahwa Sandra bisa merubah kebiasaan bodohnya itu bahwa lari dari kenyataan bukanlah sebuah jawaban. “Kau ingat waktu kau di bully habis-habisan?” tanyanya yang berusaha mengingatkan Sandra.
Sandra menatap sahabatnya tersebut, ia menganggukkan kepalanya. Jelaslah dia ingat bagaimana tidak, sudah pasti ia akan mengingat kejadian yang memalukan tersebut. Hal itu terjadi pada musim panas ketika Sandra masih duduk di bangku SMA.
“Kau mau seperti itu terus menerus?” tanyanya dengan ketus.
Sandra benar-benar seakan sudah kacau, ia sendiri tidak tahu harus bagaimana lagi satu-satunya jalan dia harus mengikuti perkataan Tania setidaknya tidak kabur dari kenyataan lagi dan lagi.
“Aku juga sebenarnya tidak mau tapi mau bagaimana lagi,” keluhnya.
“Sekarang saat ini, jangan lari hadapilah. Kau sudah umur berapa?” tanyanya dengan sedikit emosi yang melanda pada dirinya tersebut.
“Lalu, apa yang harus aku lakukan saat ini?” tanyanya balik. Sandra terdiam ia juga sedang memikirkan bagaimana caranya supaya setidaknya ia tidak akan kabur lagi jika berhadapan dengan Kevin.
“Kita lihat saja nanti, jika Kevin menghubungimu jangan kau abaikan dirinya,” ucapnya yang memberitahu.
“Argghh…benar-benar kau ini,” timpalnya.
Tania mengambil tasnya, “Aku mau pulang, kau berhati-hatilah,” pamitnya yang sembari keluar dari café tersebut. Sepeninggalnya Tania, Sandra juga ikut balik dari café kembali ke rumah pamannya.
Sekembalinya Sandra di rumah, ia melihat pamannya baru saja selesai bekerja. Ia ingin rasanya menangis semalaman untuk tidak melihat wajah orang-orang di dunia luar selamanya.
Tak berapa lama setelah Sandra kembali ke rumahnya bibinya Anita juga baru pulang dari tempatnya bekerja. Dengan tubuhnya yang kurus, rambut ikal sebahu, ia juga memiliki rahang yang keras seakan Anita telah didik dengan lebih baik.
Anita menghela nafas keras-keras, “Di mana anak itu?” tanyanya dengan kasar.
Heru yang melihatnya berusaha untuk sabar, “Hei, gitu-gitu dia keponakanmu juga,” ocehnya kepada istrinya.
“Kau setidaknya juga ingatkan dirinya untuk mencari pekerjaan,” ucapnya lirih. “Memangnya kau sendiri mau untuk membiayai kehidupannya, harusnya dia sendiri yang harus membiaya hidupnya,” timpalnya dengan suara yang sedikit keras.
Heru salah tingkah, ia takut jika keponakannya mendengar ucapan istrinya, “Hei, kau kalau bicara jangan kasar. Pikirkan bagaimana jika dia mendengar ucapanmu tersebut?” timpalnya dengan pertanyaan.
Anita tertawa, “Dia sudah dewasa, biar saja jika dia mendengarnya untuk apa juga kita menutupinya,” katanya dengan kesal. Anita meninggalkan suaminya tersebut dan pergi membiarkan Heru sendirian.
Sementara itu di kamar, Sandra sedang menutupi dirinya dengan bantal yang empuk, “Arrgghh…” gerungnya. Sandra keluar dari kamar dan melihat pamannya Heru tengah duduk sembari menikmati segelas kopi panas.
Heru melihatnya, “Kau ke sini dulu,” ucapnya dengan langsung.
Sandra menutup pintu kamarnya, “Kenapa? Apalagi salahku?” tanyanya dengan menautkan alisnya.
“Duduk sini saja dulu,” sahutnya.
Sandra duduk di samping pamannya, “Ada apa?” tanyanya.
“Apa ada yang kau dengar?” tanyanya.
Sandra bingung, ia tidak tahu sama sekali dengan maksud perkataan pamannya tersebut, “Dengar apa?” tanyanya balik, “Sudahlah,” jawabnya dengan acuh. Sandra berdiri, ia menuju dapur.
Sementara itu Heru di buat terkejut bukan main dengan jawaban Sandra, ia mengerjapkan matanya berkali-kali, berarti dia tidak mendengarnya? Batinnya di dalam hati. Heru bangun dari tempat duduknya dan masuk ke dalam kamarnya.
Sandra yang baru saja menghabiskan satu gelas minuman dingin kembali masuk ke dalam kamarnya, ia mulai menyalakan computer dan melihat email demi email yang sedang ia cari untuk melamar pekerjaan.
Hari itu ia melalui hari yang berat, ia sendiri juga tidak bisa mengatakan apa-apa bahkan Tania sendiri juga tidak ada mengirimkan pesan kepada dirinya. Ia merasa bersalah kepada Tania, “Tania, kenapa kau?” tanyanya sendirian.
Kring…kring…
Sandra terkejut melihat teleponnya, ia berharap Tania yang memberikan kabar ternyata bukan Tania malah Kevin lagi. Ia ingin mengangkatnya namun urung karena teleponnya kian bernyanyi terus menerus akhirnya ia terpaksa mengangkatnya, “Kenapa kau menghubungiku?” tanyanya dengan kasar.
“Kau bisa meluangkan waktumu besok?” tanyanya.
Sandra terdiam mendengar pernyataannya tersebut, “Kau…kau ingin bertemu denganku?” tanyanya dengan takut-takut.
“Ya, bagaimana bisa besok?” tanyanya yang berusaha mencari waktu yang terbaik.
Sandra tak bisa berkata apa-apa lagi, ia malah teringat akan perkataan Tania barusan ketika ia mencoba untuk kabur lagi dari Kevin, “Besok?” tanyanya yang tidak percaya.
“Ya besok, kau ada waktu tidak?” tanyanya sekali lagi.
“Akan aku usahakan,” ucapnya.
“Besok akan aku hubungi dimana dan jam berapa,” jawabnya.
“Hmm..” desahnya. Sandra mematikan telepon dari Kevin, ia benar-benar tidak tahu apa yang ada di dalam pikirannya lagi, “Arrgghh…menyebalkan,” kesalnya yang sembari melempar bantalnya sendiri.
Malam itu ia benar-benar tertidur dengan pulas di kasurnya. Ia terbangun dengan bunyi weker ayam yang ia pasang di handphonenya tersebut, ia melihat jam dan beberapa pesan yang masuk ke dalam handphonenya tersebut, “Apa ini?” teriaknya dengan tercengang.
Sandra terburu-buru bangun dari tempat tidurnya, ia mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Heru yang melihatnya terkejut bahwa tidak biasanya Sandra bangun dengan terburu-buru seperti itu.
******
Sementara itu Kevin tengah menunggu Sandra, ia berusaha sabar untuk bertemu dengan Sandra. Ia menunggu di depan lobby pusat perbelanjaan, ia ingin mengajaknya berjalan-jalan sembari berbicara.
Selama tiga puluh menit Kevin sudah menunggu Sandra hingga akhirnya Sandra sampai di tempat tersebut, “Maaf,” sahut Sandra.
Kevin tersenyum mendengarnya, “Tak apa-apa. Kau sudah makan?” tanyanya.
“Aku belum makan,” jawabnya.
“Bagaimana kalau kita makan terlebih dahulu? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu,” ucapnya yang memberitahu.
Sandra tertegun setelah sekian lama akhirnya, ia bertemu kembali dengan Kevin, “Katakan saja sekarang jika ada yang ingin kau katakan kepadaku,” timpalnya.
Kevin merasa hari itu ia akan terakhir lagi bertemu dengan Sandra namun ia berusaha untuk tidak menggubrisnya, “Kau ingat dengan perkataanku dahulu kepadamu?” ungkitnya.
Sandra menelan salivanya, ia ingat betul bagaimana Kevin benar-benar menyatakan perasaannya kepada dirinya pada saat itu, “Aku ingat,” jawabnya.
“Kapan kau bisa menjawabnya?” tanyanya.
Sandra melihat Kevin dengan keraguan, “Setelah sekian lama akhirnya kau menanyakan hal itu? Kau tidak tahu bagaiman perasaanku pada waktu tersebut,” ucapnya dengan perasaan yang hendak menangis.
“Kenapa?” tanyanya.
Sandra ingin sekali memeluk laki-laki yang ada di depannya tersebut namun ia tidak bisa, “Aku hancur! Sudah terlalu banyak masa-masa yang harusnya aku bisa lewati dengan baik tapi di renggut, orang tuaku, masa sekolahku dan aku kehilangan dirimu,” sahutnya dengan emosi membuncah.
Kevin dan Sandra sama-sama terdiam. Kevin tahu bahwa ia salah telah mengajaknya, harus ia membiarkan Sandra untuk tetap bisa membiarkannya beberapa hari terlebih dahulu, “Maaf,” kata Kevin dengan satu kata tersebut.
Sandra meninggalkan Kevin di depan lobby mall tersebut entah kemana, ia merasakan bahwa dirinya sedang kabur lagi dari hadapan orang yang akan mencintai dirinya secara utuh. Kevin berusaha mencegahnya, “Jangan hentikan aku. Pergi dari hadapanku!” makinya.
“Aku sudah minta maaf kepadamu, lalu apa salahku lagi?” tanyanya.
Sandra menarik nafas dengan berat, mereka benar-benar berhadapan muka dengan muka, “Kenapa kau menghilang?” tanyanya dengan jelas.
Kevin mengedipkan matanya pertemuan dirinya dengan Sandra berubah menjadi lebih banyak keraguan antara dia dengan dirinya. “Aku…” jawabnya dengan terbata-bata.
“Kenapa kau menghilang!?” tanyanya dengan emosi sembari menekankan kata-kata kau kepada Kevin sendiri.
“Aku tidak menghilang. Aku masih di sini namun aku kehilangan kontak dirimu, Sandra,” timpalnya yang memberitahu.
Kevin memegang tangan Sandra ia ingin benar-benar menerima dengan hati tulus, namun Sandra masih mengeraskan hatinya sendiri. Sandra menepis tangan Kevin seakan jijik melihat laki-laki yang ada di depannya sendiri.
Kevin kalut, ia tidak ingin pertemuannya menjadi seperti ini. Sandra berlari meninggalkannya sekali lagi dalam hidupnya, ia tidak bisa menerima kenyataan tersebut ia menghindar lagi dan lagi.
Kevin hanya bisa mencegahnya namun Sandra benar-benar keras dan tidak ingin ada orang lain yang tahu akan masa lalunya. Di dalam kesendiriannya itu ia teringat bagaimana Kevin menyatakan perasaannya.
Sandra berjalan tanpa tentu arah, ia menangis dalam diam. Beberapa orang mulai mencari dirinya baik Heru, Kevin dan Tania sementara HP nya terus menerus bordering tanpa diam.
Sandra yang berjalan terus menerus bahkan dia sendiri juga tidak tahu dimana dirinya sekarang tersebut duduk di sebuah tepian pantai. Beberapa kali ia menghapus air matanya yang menetes, “Kenapa? Kenapa harus aku!” jeritnya di tepi pantai tersebut.
Bunyi burung beterbangan, menghindari suara seseorang yang tengah di landa kesedihan. Ia sendiri bahkan tidak melihat jam lagi, semua orang kalang kabut mencarinya namun tidak ada yang berhasil menemukannya.
Sementara itu Kevin berusaha menghubungi Sandra namun Sandra juga tidak mengangkat teleponnya, ia panic bahkan beberapa kali ia hubungi Sandra juga tidak mengangkatnya.
Kevin yang pasrah juga tidak tahu dimana keberadaan Sandra. Di otaknya hanya terbersit satu orang yang sudah lama mengenal Sandra, Tania. Dia dengan segera menghubungi Tania, ia meneleponnya.Tania yang baru pulang dari kantornya, melihat handphonenya. Ia ragu untuk mengangkatnya namun akhirnya, ia mau tidak mau harus mengangkatnya, “Halo,” sapanya.“Tania,” sapanya Kevin dengan lega.Tania yang mendengarnya juga kaget dengan nada suara Kevin yang seakan sedang panic, “Kenapa kau menghubungiku?” tanyanya.“Sandra menghilang,” ucapnya.Tania seakan sudah tahu bahwa ia akan menjadi seperti itu lagi, “Temui dia di tepi pantai, dia pasti ke sana,” timpalnya.“Bagaimana mungkin dia ke sana dengan berjalan kaki?” tanyanya yang tidak percaya.“Dia akan melakukan hal itu jika sudah mengusik hatinya. Kau baru bertemu dengannya dan membuatnya seperti itu? Bagaimana ak
Malam itu Kevin tidak bisa tidur sama sekali, ia memikirkan apa yang akan di katakan oleh paman Sandra, ia ingin tahu lebih jauh apa yang terjadi dengan Sandra, Kevin sendiri merasa bahwa semua yang akan dia lakukan hanya akan sia-sia saja.Dengan niat baik, ia akhirnya berusaha untuk menghubungi Tania. Kevin mengambil handphone, dengan segera dia menghubungi Tania untuk mengetahuinya. “Halo,” sapanya.Tania sudah bosan berurusan dengan Kevin. “Apa lagi?” terkanya.“Beritahu aku sedikit informasi tentang apa yang terjadi dengan Sandra,” katanya yang seraya mengorek masa lalu Sandra.“Aku tidak tahu banyak, tapi hanya itu saja yang aku tahu,” akuinya.Kevin menghempaskan tubuhnya di atas kasur yang empuk, saking kesalnya dengan kejadian yang menimpa Sandra malam itu membuatnya tidak bisa berkata-kata lagi. “Kau benar-benar tidak tahu?” tanya yang mencari tahu.Tania mengernyitkan dah
Kevin terbangun pada jam 05.30 kepalanya masih pusing, ia merasakan bahwa ia akan buang air kecil. Lia juga sama ia keluar dari kamarnya sembari mengucek matanya sendiri. “Kakak, aku duluan, aku sakit perut,” selanya.“Aahh kau ini,” katanya yang berusaha untuk mengalah. Perlahan Kevin turun dari lantai dua, ia menuju kamar mandi bawah. Sementara Indy melihat anak laki-lakinya tersebut, ia masih melanjutkan untuk membuat sarapan.Tepat pukul 07:00 Indy mulai memanggil Kevin dan Natalia untuk menyarap. Kevin yang sudah siap sedia turun ke meja makan. “Apa ini?” tanyanya.“Makan saja,” balasnya.Kevin berusaha menebak makanan apa yang hendak di sajikan Ibunya, melihat dari beberapa lapis Kevin menebak bahwa ibunya sedang berusaha membuat roti lapis. “Mudah-mudahan saja enak,” sindirnya.Mendengar sindiran Kevin, ekor matanya melirik ke arah putra kesayangannya tersebut. Natalia turun d
Bunyi lonceng restaurant berbunyi salah satu staffnya bingung, ia masuk ke dalam tempat kerjanya itu. “Permisi, Pak, maaf terlambat,” sapanya yang kebingungan bahwa toko sudah di buka.Kevin yang kala itu ada di dalam dapur tak tahu bahwa salah satu staffnya sudah hadir, keluar dengan membuat nasi goring kesukaannya. Kevin terkejut ketika melihat staffnya sudah datang. "Kau kapan datang?” tanyanya.“Belum lama, pak. Maaf jika saya terlambat,” katanya yang masih kebingungan.Kevin yang duduk sembari makan nasi gorengnya. “Bukan salahmu, aku habis mengantar Lia,” ujarnya yang memberitahu kepada karyawannya tersebut. “Jadi, otomatis aku langsung buka. Bukan salahmu, kau mungkin tidak tahu tapi tak masalah,” ujarnya yang memberitahu.“Aah begitu, Pak,” katanya dengan perasaan lega. “Saya pikir, saya yang kesiangan,” tawanya.“Bukan masalah,” katanya yang menelan s
Jam terus bergulir Kevin kembali melakukan pekerjaannya sebagai koki, ia juga menyapa dan menegur staff yang dia berikan penjelasan. Tiba akhirnya pukul 18.00 seperti biasa Kevin memerintahkan anak buahnya untuk seperti biasa melayani pelanggan. Sementara Kevin bersiap-siap untuk pergi meninggalkan restaurant tersebut. “Kalau ada apa-apa kalian bisa panggil aku,” seru Kevin kepada salah satu anak buahnya itu. “Baik, Pak,” jawab staff Kevin. Suara pintu terbuka Kevin keluar dari restaurant miliknya sendiri, ia menstarter motor kesayangannya tersebut. Dia pergi meninggalkan restaurant tersebut menuju tempat pertemuan yang telah di tentukan. Anita yang baru saja pulang melihat banyak sekali makanan di atas mejanya. “Kau membeli ini semuanya?” tanyanya yang berusaha mencari tahu. “Ya, kenapa memangnya?” telisiknya, “Tak perlu memasak, tadi siang aku bertemu dengan teman-temanku lalu aku membelinya karena enak,” ucapnya yang memberitahu.
Kevin akhirnya sadar bahwa bukan saja psikis dan psikologi Sandra yang terluka namun dia juga sudah hampir kehilangan kepercayaan dirinya sendiri. Kevin akhirnya bertekat untuk mencoba masuk ke dalam kehidupan Sandra.Malam itu setidaknya membuat Kevin mengetahui satu hal bahwa Sandra di butuh untuk di sayangi bukan untuk membencinya. Kevin keluar dari cafe tersebut, ia menstarter motornya dan mengendarari di jalanan malam yang sudah hampir lenggang.Sesampainya di rumah Kevin buru-buru masuk ke dalam kamarnya, ia membersihkan tubuhnya yang bidang dan merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk, ia mengambil handphonenya dan memilih untuk berbincang dengan Tania.Kevin mengirim pesan singkat kepada Tania. [Aku sudah tahu mengapa Sandra menjadi seperti itu. Kau punya saran, aku haru berbuat apa?]Kevin menunggu Tania untuk membalasnya dengan segera mungkin, ia berharap bahwa nantinya Sandra bisa menerimanya kembali. Kevin sudah lelah dengan aktivitasnya hari ini, ia berharap bahwa set
Pagi harinya Indy sudah bangun pagi-pagi sekali, ia masuk ke dalam kamar Lia, ia mengambil beberapa pakaian yang di perlukan oleh anaknya tersebut sesegera mungkin. Selesainya ia mengemas pakaian anak perempuannya, ia menuju kamar Kevin.Tok Tok TokKevin yang mendengar kamarnya di ketuk, terbangun rambutnya acak-acak ‘kan. “Siapa pagi-pagi begini?” tanya Kevin kepada dirinya sendiri. Dia bangun dari tempat tidurnya, mengucek kedua matanya, berjalan ke arah pintu dan membukanya.Indy yang melihatnya merasa bersalah. “Kau baru bangun?” tanya Indy.“Ya aku baru bangun, ada apa, Ibu?” tanya Kevin.“Ibu, minta tolong boleh?” tanya Indy takut-takut kepada putranya tersebut. Indy memberikan beberapa pakaian Lia yang sudah dia taruh di dalam koper mini. “Ini bawakan kepada adikmu.” Indy menyerahkan sebuah koper kecil milik putrinya, Lia.Kevin menerima sodoran yang di berikan kepada Ibunya tersebut, hatinya bingung dengan sikap Ibunya yang tiba-tiba saja berubah. “Bukankah kemarin malam, Ibu
Kevin melirik ke jam tangannya, ia melihat bahwa ia sudah terlambat untuk ke restaurantnya dengan segera Kevin meninggalkan sisa makanannya untuk kembali ke dalam restaurant. Kevin mengebut sepeda motornya melaju di jalanan, ia akhirnya sampai tepat ketika seseorang pegawainya membuka pintu restaurant.Pegawai tersebut yang melihatnya dengan segera membuka pintu utama. “Pagi, Pak,” sapa sang pegawai.“Pagi, maaf saya terlambat. Ada pesanan atau apa?” tanya Kevin.“Tidak ada, Pak. Mungkin hari ini akan ada bahan makanan yang akan masuk, terutama makanan seafood,” ujar sang pegawai.Kevin dengan segera melihat bahan utama makanan yang habis, ia berusaha mengejar waktunya untuk bisa bertemu dengan sang pemilik mobil yang tanpa sengaja ia tabrak. “Aku serahkan sama kalian, lakukan yang terbaik,” timpal Kevin.“Baik, Pak,” ucap sang pegawai.“Saya ada urusan, jika ada apa-apa beritahu saya. Ini sudah di bayar semua oleh ayah saya,” papar Kevin yang memberitahunya.“Baik, Pak. Berarti kami