Share

Malapetaka

“Nia, gua duluan ya,” ujar Sandra.  Ia sengaja tidak ingin menghabiskan waktunya dengan Tania, suasana hatinya sedang tidak enak.

“Gara-gara tadi yaa,” katanya yang berusaha memahami perasaan Sandra.

“Ya,” jawabnya dengan singkat. “Aku harap dia benar-benar Kevin yang aku cari,” katanya dengan memaksakan senyumnya itu.

Tania sedikit mengerti akan perasaan sahabatnya itu, ia juga tidak ingin melibatkan perasaan sahabatnya tersebut dengan kejadian tadi. “Padahal gua lagi kepengen sama loe, Sand,” ejeknya.

“Lain kali deh,” sahutnya dengan acuh. Sandra menghambil handphonenya dan memesan kendaraan by aplikasi. Ia menekan alamat yang ia tuju.

“Loe pulang naik apa? Sudah ada kerjaan belum?” cerocosnya dengan mengingatkan kepada Sandra.

“Gua urus belakangan deh,” sahutnya dengan bete.

Tania yang mendengarnya sedikit tahu, ia juga tidak ingin memberikan Sandra sedikit privasi yang lebih membuatnya menjadi tenang, “Kabarin ya, say,” sahutnya kepada Sandra.

“Thank’s yaa, beb,” katanya dengan memaksakan dirinya tersebut.

“Pulang naik apa?” tanyanya yang ingin Sandra bisa pulang dengan selamat.

“Biasa pesan lewat aplikasi,” ucapnya santai.

“Gua tungguin sampai loe pulang,” tuturnya dengan cepat.

Wajah Sandra berubah senang ketika Tania mau menungguinya. Tak berapa lama pesanan kendaraan milik Sandra sampai, “Atas nama Sandra?” tanya sang supirnya tersebut.

Sandra mengecek kendaraan yang ia pesan, “Ya, betul, saya Sandra,” ucapnya memberitahu kepada supir tersebut. Sandra melambaikan tangannya ke arah Tania.

Tania melepas kepergian sahabatnya tersebut, “Permisi,” sapa seseorang di belakang Tania. Tania melihat orang tersebut, “Kau yang menulis nomor ini?” tanya Kevin.

Tania terpengarah melihat wajah Kevin yang super duper tampan, ia bahkan hampir-hampir tak bisa bicara. Sekali lagi Kevin berusaha memecah keheningan mereka berdua, “Kau yang menulis ini?” tanyanya sekali lagi.

Tania akhirnya berusaha untuk mawas diri, “Ahh…ya betul itu aku yang menuliskannya. Kau…kau pria yang di bicarakan oleh Sandra?” tanyanya yang takut jika Kevin tersinggung.

Kevin menampilkan senyumnya itu, “Ya, aku Kevin,” ucapnya yang memberitahu.

“Aku, Tania, teman sekaligus sahabat Sandra. Senang bertemu denganmu,” katanya yang memberitahu kepada Kevin.

“Apa aku bisa mencari tahu Sandra lewat dirimu?” tanyanya yang penasaran.

“Kau bisa mencari tahunya denganku.” Tania menganggukkan kepalanya dan meninggalkan Kevin yang sedang kebingungan. “Ah, sekali lagi selamat jika kau sudah menemukannya,” sahutnya dengan tersenyum.

“Berikan aku nomor Sandra!” pekiknya yang mengetahui bahwa wanita yang ia cari ternyata ada di depannya sedari tadi ini. Ia merasa benar-benar bersalah telah menghilang selama beberapa tahun.

“Kita bicara nanti saja,” ucap Tania. Tania meninggalkan Kevin di dalam kesendiriannya tersebut.

Selama di perjalanan pulang Tania masih menunggu kabar dari Sandra dan ia berharap bahwa Sandra akan memberikan kabar. Hingga akhirnya benar saja Sandra memberitahunya bahwa ia sudah sampai di rumah.

Tania berjalan menghindar, ia menerima nomor yang tak ia simpan, “Halo,” sapanya.

“Kau Tania?” tanyanya dengan suara bass.

“Ya. Kau Kevin?” tanyanya dengan nada yang sedikit nyelekit.

Kevin sedikit terkejut mendengar nada suara Tania, “Kau marah denganku?” tanyanya.

“Jelas aku marah, sudah berapa lama kau menghilang?” tanyanya dengan sedikit emosi.

Kevin hanya bisa mendengar ocehan demi ocehan keluar dari mulut Tania, “Aku tak tahu bahwa ia juga mencari aku. Jangan salahkan aku juga,” rintihnya.

“Kau benar-benar tidak tahu di untung,” kesal Tania.

“Lalu, salahku apa? Kau pikir selama ini aku tahu dengan kondisinya Sandra?” gusarnya. Kevin berusaha untuk tidak mencari kesalahan sedikitpun ia tahu bahwa ia juga salah.

“Kau tahu bagaimana perasaannya Sandra? Dia mencarimu bertahun-tahun untuk menemukan dirimu, brengsek,” umpatnya dengan kasar.

Tania dengan Kevin adu mulut, di satu sisi Tania membela Sandra dan Kevin berusaha menemukan alasannya. Ia juga tidak ingin kalah dalam hal tersebut.

Kevin yang sudah kehilangan akal akhirnya berusaha untuk bisa mengerti dengan kondisi yang terjadi dengan Sandra, “Apa yang harus aku lakukan kalau begitu?” tanyanya yang sudah habis kesabaran.

“Kau ingin bertemu dengannya?” juteknya. Kevin terdiam mendengar pertanyaan Tania, ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu, “Kau saja tidak bisa menjawabnya, lalu, aku harus bagaimana?” katanya yang memutar pertanyaan tersebut kepada Kevin.

“Lalu, bagaimana aku bisa memulai kembali hubunganku dengan Sandra?” tanyanya yang berusaha untuk bisa merajuk Tania.

Tania menghela nafasnya, “Berikan dia waktu. Dia masih belum bisa menerima kepergian ayahnya.” Tania curiga apakah Kevin benar-benar tidak mengetahui bahwa ayahnya Sandra, “Hal itu pun kau juga tidak tahu?” emosinya kepada Kevin.

“Bagaimana aku bisa tahu? Hei, aku juga baru bertemu kembali dengan Sandra,” ocehnya kepada Tania.

“Ah, iya kau mencarinya tapi kau benar-benar juga tidak mengetahui tentang dirinya. Maaf, aku lupa,” cerocosnya yang seakan berusaha mencari kesalahan Kevin.

Kevin sudah mulai kehabisan kata-kata, “Berikan saja nomornya, biar aku yang mengubunginya,” tegurnya dengan halus.

Tania menjilat bibir bawahnya, ia sudah bisa menebak bahwa Kevin akan meminta nomornya. Tania akhirnya memberikan nomor Sandra supaya mereka yang mengatur sendiri akan pertemuan mereka.

Setelah perbincangan tersebut Tania mematikan teleponnya tersebut, ia pergi meninggalkan tempat itu. Dengan perasaan yang tidak enak, Tania memberitahukan kepada Sandra perihal kejadian yang terjadi pada saat tadi.

Tania yang sudah tidak enak hati, mau tidak mau harus mengatakan yang sebenarnya, “Sandra, bisa ketemu sebentar?” tanyanya dengan hati-hati.

“Tumben kenapa?” tanyanya balik.

“Ada yang haru loe tahu, Sand,” ucapnya yang memberitahu akan pertemuan dirinya dengan Kevin.

“Mau dimana?” tanya Sandra yang bingung dengan sahabatnya itu.

“Deket rumah loe aja. Kalau loe sudah sampai kasih tahu ya, gua masih on the way nih,” ucap Tania.

“Siap, beb,” sahutnya.

Sandra bersiap-siap, ia mengambil tas dan menyampirkannya ke bahunya. Ia mengambil masker dan mengenakannya lagi. Sandra keluar dari kamar dan melihat pamannya yang sedang meeting dengan menggunakan zoom meeting.

Heru yang melihat keponakannya baru saja sampai tiba-tiba keluar lagi hanya bisa membiarkannya saja. Ia melihat punggung Sandra yang perlahan meninggalkan rumahnya.

Selama perjalanan menuju tempat biasanya Sandra mengirim pesan singkat kepada Tania bahwa ia sudah sampai. Tania yang membacanya melangkah berjalan ke arah tempat pertemuan dirinya dengan Sandra.

Di sebuah cafe yang dekat dari rumah Sandra, Sandra memesan Java Chip Frappucinno minuman kesukaannya tersebut. Bunyi pintu masuk berdentang, “Hai,” sapa Tania.

Sandra yang baru saja menyeruput minumannya tersebut melihat sahabatnya tersebut, “Hai,” balasnya. Ia mengecup pipi kanan sahabatnya tersebut.

“Bentar gua pesen dulu,” ucap Tania kepada Sandra.

“Oke.” Sandra hanya bisa duduk saja, ia berharap bahwa pertemuan dirinya tersebut dengan Tania bukanlah pertanda yang menyebalkan. Tak berapa lama Tania kembali menemui Sandra dengan jenis minuman yang sama.

“Sorry, gua tahu loe baru sampai tadi,” katanya dengan menyeruput minumannya.

“Iya, memang kenapa?” tanyanya yang penasaran.

Tania seakan terdiam, ia sedang mencari kata-kata yang pas untuk menjelaskan kejadian tadi kepada Sandra, “Hmmm….kalau aku jelaskan tolong jangan terkejut,” katanya sembari melirik sahabatnya tersebut.

Sandra menautkan kedua alisnya, “Kau tidak seperti bisanya,” tukasnya. “Katakan saja aku tak akan marah,” katanya sekali lagi sembari menyeruput minumannya itu.

“Aku bertemu dengan Kevin,” ungkapnya dengan mengaduk minumannya tersebut. Tania berusaha untuk tidak melihat ke sahabatnya tersebut.

Benar saja Sandra menghadap ke arah Tania, ia menyentuh pundaknya, “Kau serius?!” jeritnya.

“Ya, aku bertemu dengannya. Setelah acara reuni kita tadi.” Tania hanya bisa pasrah mendengar ucapan sahabatnya itu. Ia tahu bahwa sebentar lagi Sandra akan menginterogasinya.

Sandra sudah tidak tahan lagi, “Kau bilang apa dengannya? Lalu, apa yang kalian bicarakan?” cerocosnya. Ia sudah tidak bisa menggubris lagi.

Tania yang sudah di berondong pertanyaan oleh Sandra akhirnya menjelaskan seluruh pembicaraan dirinya dengan Kevin tersebut. “Nia, kenapa kau memberikan nomorku kepadanya!” paniknya.

“Dia memaksaku. Maaf,” selorohnya.

Sandra memegang kepalanya, ia beberapa kali melirik ke arah handphonenya memastikan Kevin tidak menghubunginya, “Kau kenapa tidak bicara dulu denganku?” tanyanya dengan kesal.

“Aku juga kesal dengannya, setelah beberapa tahun menghilang dan sekarang ia mencarimu. Aku juga tidak ingin seperti ini,” tukasnya.

Saking paniknya, Sandra beberapa kali melihat teleponnya berkali-kali, “Kau ini benar-benar. Lalu, apa yang akan aku lakukan jika dia benar-benar meneleponku, Tania?” tanyanya yang sedikit menaikkan intonasi suaranya.

Sekali lagi Sandra melihat ke arah handphonenya dan benar saja tak berapa lama terjadilah sudah malapetaka itu Kevin meneleponnya, “Arrgghh,” raungnya kesal kepada Tania.

Tania yang mendengar reaksinya itu juga terkejut, “Dia benar meneleponmu?” tanyanya yang mengigit bibir bawahnya.

“Sudah pasti,” ujarnya yang menunjukkan bahwa Kevin benar-benar meneleponnya. Sandra bingung antara ingin mengangkat telepon tersebut atau membiarkannya begitu saja, “Bagaimana ini?” gerutunya.

“Angkat saja, kemudian tanyakan kabarnya,” jawabnya dengan senyum yang di paksakan.

Sandra ingin marah namun ia tak bisa, “Lain kali jika kau ingin memberikan nomorku, kabari aku terlebih dahulu,” kesalnya. Sandra mengangkat telepon yang tak ada namanya tersebut.

Dari ujung telepon itu ia mendengar suara yang memanggil namanya bukan hanya itu saja ia juga mendengar teriakan dan makian yang tiada habisnya, “Halo,” sapa Sandra.

Kevin yang hendak bicara namun hanya bisa mendengarnya saja, “Ini aku Kevin. Apa kabarnya dirimu?”

“Aku baik. Kau?” tanyanya yang sedikit kaku.

“Aku sama. Kapan kita bisa bertemu? Maaf, jika aku tadi tidak mengenalimu,” ucapnya.

Sandra terdiam ia ingin sekali menemuinya namun kejadian tadi masih terbayang di dalam memorinya bagaimana Indy, mamanya Kevin tak ingin dia bertemu dengan Kevin maupun berhubungan dengan anaknya.

Sandra bingung harus bagaimana lagi, “Urus saja urusan masing-masing masalah kita terlebih dahulu, setelahnya baru kita bertemu,” cetusnya.

Kevin tercengang mendengarnya, “Kau mendengarnya?” tanyanya.

“Bagaimana aku tidak mendengarnya? Perkataanmu aneh sekali.” Sandra menyelesaikan perkataannya tersebut dan ia menutup telepon tersebut.

Jelas ia masih menutup hatinya tersebut bukan karena tidak ingin menemuinya atau apa tapi karena ini masalah hatinya. Sandra tidak ingin Kevin mengetahui apa yang ia tutupi selama bertahun tersebut.

Sandra melihat ke arah sahabatnya sendiri, “Tania!” rengeknya.

“Kenapa? Ada apa lagi?” tanyanya yang akhirnya mengetahui situasi sahabatnya tersebut, “Benar-benar malapateka, tahu gitu aku tidak memberikan nomormu,” ocehnya kepada dirinya sendiri.

“Bukan gitu,” ucapnya sekali lagi.

“Lalu, apa?” tanyanya.

“Gua masih tak sanggup untuk melihat wajahnya,” akunya.

Tania memutar kedua bola matanya, ia menepuk punggung sahabatnya tersebut, “Jangan buat gua  khawatir. Khawatirkan saja dirimu,” katanya yang menenangkan Sandra.

“Lalu bagaiman dengan Kevin?” tanyanya yang semakin bingung dengan malapateka yang baru saja terjadi.

“Gua akan coba bicara dengannya. Sand, bangkitlah. Kevin juga sudah di depan mata ini. Siapa tahu memang dia jodoh loe,” celetuknya.

Sandra menaikkan bibirnya sedikit, ia tak percaya bahwa Tania sahabatnya akan mengatakan hal itu. Tania tertawa mendengarnya ia tahu bahwa hari itu pasti akan tiba.

Malapetaka yang menurut Sandra akan terjadi malah tidak terjadi, ia berhasil menghadapinya namun sekarang bagaimana Sandra akan menghadapi kehidupannya selama kedepan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status