Share

Izinkan Aku Mencintaimu
Izinkan Aku Mencintaimu
Penulis: Park Jun Hye

Reuni

Sandra, jika kau sudah bangun, cepatlah untuk menemui reuni  SMA Saint Pitersburgh. Sebuah note di tulis oleh Bibi Anita dan di taruh di kulkas sementara Sandra berusaha untuk menghindari reuni tersebut.

Sandra akhirnya masuk ke dalam kamarnya, ia mengambil handphone dan melihat jamnya, “Pukul 11:00,” ucapnya kepada diri sendiri.

Kring…sebuah telepon masuk ke handphonenya, Sandra mengangkatnya, “Halo,” ucapnya.

“Kau ikut reuni?” tanya Tania.

“Tidak mau.” Sandra mematikan handphone dan membiarkan tubuhnya berada di atas kasur yang aman.

Sekali lagi handphonenya berbunyi, Tania masih mencoba mengajak sahabatnya itu. Sekali lagi Sandra mematikan handphonenya dan berusaha untuk tidak menghadiri pertemuan tersebut.

Heru sang paman, mendengar dari arah kamar bunyi telepon yang tidak di angkat oleh keponakannya tersebut. Ia keluar dengan berkacak pinggang dan membuka pintu kamar putrinya.

Brak….

“Angkat teleponmu! Berisik sekali! Paman, mau kerja saja juga tidak bisa,” ocehnya.

Sandra melihat ke arah pamannya sendiri, “Paman, bagaimana ini?”

“Bagaimana apanya?” tanyanya dengan kesal.

“Aku tidak ingin ke reuni!” teriaknya dengan mengacak rambutnya sendiri.

“Kalau kau tidak mau ke reuni, kapan kau akan menikah?” tanyanya dengan sekali lagi.

Sandra kesal dengan perkataan perkataannya itu, ia ingin mencibir pamannya sendiri, “Bukan itu masalahnya, paman,” katanya dengan memperbaiki posisi duduknya.

Ia melihat ke arah pamannya dengan harapan supaya pamannya bisa membantu keluar dari reuni tersebut, “Memangnya kenapa lagi?” tanyanya yang masih dengan berkacak pinggang.

“Aku menyukai seseorang tapi bukan dari sekolah sendiri,” sahutnya yang memberitahu kepada pamannya.

Heru terdiam mendengar perkataan keponakannya itu, “Kau tidak demam ‘kan?” tanyanya dengan mendekat ke arah Sandra dan memegang jidatnya.

Sandra menepis tangan pamannya tersebut, “Aku masih waras,” sahutnya dengan jengkel.

“Pergi saja ke reuni, apa salahnya, toh siapa tahu salah satu dari mereka menyukaimu,” ledeknya sekali lagi.

Sandra yang mendengarnya seakan tak percaya, ia menangkap signal aneh dari pamannya sendiri, “Paman, tidak ingin aku ada di sini?” tanyanya yang berusaha mencari tahu.

Heru terkejut mendengarnya, “Bukan begitu,” katanya yang berusaha menjelaskan kepada keponakannya.

“Maksud paman adalah bukan paman tidak mengizinkan, sudah tugas paman dan bibimu untuk menjagamu setelah kau sudah tidak memiliki orang tua,” jelasnya kepada Sandra.

“Lalu, kenapa jika aku tidak boleh berada di sini?” tanyanya dengan berusaha sabar dengan pamannya sendiri.

“Sudah jangan kau bahas. Paman, hanya ingin supaya kau juga bisa menemukan pasanganmu,” ucapnya supaya Sandra tidak merasa bersalah dengan perkataannya barusan.

“Entahlah.” Sandra menjawab dengan pendek, ia tahu dan ingat akan kejadian yang menimpa kepada kedua mama kandungnya sendiri beberapa tahun yang silam.

Musim Panas Tahun 2003

Sandra dan kedua orang tuanya, Thoni dan Indra, hendak melakukan perjalanan panjang untuk berliburan. Selama di perjalanan mereka bersenda gurau.

“Mama, nanti di sana beliin aku mainan yaa,” sahut Sandra yang kala itu masih duduk di kelas lima SD.

“Hahahaha…pasti sayang. Mama, bakalan beliin apa saja buat kamu,” ucapnya dengan membelai sayang kepada putrinya tersebut.

“Asyik,” katanya dengan gembira.

Sedangkan ayahnya Thoni berusaha untuk tetap awas dalam menyetir. Mereka bahkan beberapa kali berhenti untuk beristirahat. Hingga akhirnya mereka sampai di lokasi tersebut.

Sandra yang saking asyiknya turun dari mobil dan berlarian ke sana kemari, bahkan sampai-sampai ia tidak mendengar perkataan ayah dan ibunya sendiri.

Indra berlari menghampiri putrinya, “Sayang, ayo, makan dulu,” ucapnya dengan memberitahu kepada Sandra kecil.

“Tapi, Sandra, masih mau main, ma,” sahutnya dengan jengkel.

Thony yang melihat kelakuan Sandra menghampirinya, ia menyenggol putrinya tersebut, “Kalau mau makan nanti papa beliin kamu es krim,” timpalnya.

Sandra yang senang akan di belikan es krim, akhirnya menyetujui untuk makan siang, “Ayo, ma, aku mau makan,” jawabnya kepada mamanya.

Baik Sandra, Thony dan Indra kembali ke rumah makan, mereka bertiga makan dengan senangnya. Sekembalinya mereka menuju hotel di salah satu tempat yang sudah mereka pesan.

Di hotel tersebut Sandra yang senang jalan-jalan akhirnya lupa waktu bermain hingga Indra harus mencari anak tersebut.

Indra menemukan Sandra yang bermain di pantai, “Sandra, kamu jangan buat mama khawatir donk,” sahutnya ketika menemukan putri semata wayangnya itu.

Sandra berlari ke arah mamanya, “Mama, ayo, main,” ajaknya yang ikut bermain pasir.

“Ini sudah petang, ayo, balik ke hotel,” katanya yang mengelus rambut hitam Sandra.

“Sandra masih mau main. Ayolah, ma,” rajuknya meminta supaya di berikan waktu ekstra lagi.

“Ya sudah, asal jangan lama-lama. Mama tunggu di sini ya,” tuturnya. Ia sekali lagi membelai putri kecilnya tersebut.

Jam berlalu tepat pukul 18:30 Indra menemui kembali Sandra, saking kesalnya mau tidak mau Indra harus menyeret putrinya tersebut. Walaupun Sandra merengek terus menerus.

Thoni yang melihatnya akhirnya membantu Indra supaya tidak emosi terhadap putri semata wayangnya tersebut, “Thony, bantulah, aku capek harus ingatkan dia,” gusarnya kepada Thony.

“Kamu jangan bikin mama marah donk,” tegurnya kepada putrinya tersebut.

“Tapi, Sandra, masih mau main, pa,” kilahnya kepada kedua orang tuanya tersebut.

“Boleh main asal ingat waktu, sayang,” potong Indra. Indra menghela nafas melihat putri semata wayangnya tersebut, “Mama, minta maaf, kalau mama marah sama kamu,” akunya kepada anaknya sendiri.

Sandra merasa bersalah karena telah membuat mamanya kesal, “Ma, maafin Sandra ya,” lanjutnya kepada mamanya.

Indra yang penuh dengan kasih membelai putrinya, “Kalau nanti mama nggak ada, kamu sendirian mau,” ucapnya dengan halus.

“Mama, jangan ngomong gitu. Sandra nggak mau hidup sendiri kalau nggak ada mama,” ujarnya.

“Makanya kalau mama kasih tahu dengerin, sayang,” katanya dengan mengecup kening putrinya.

“Iya, iya,” katanya dengan kesal.

Hari itu adalah hari terakhir Sandra bisa melihat mamanya sendiri. Setelah pulang dari liburan satu minggu setelah omongan tersebut. Indra menghembuskan nafas terakhirnya.

Dokter memberitahu kepada Thony bahwa Indra mengidap Cancer. Diam-diam liburan tersebut menjadi liburan termanis yang pernah Thony rasakan.

Thony menyembunyikan penyakit Indra dari Sandra supaya Sandra tidak memikirkannya. Ia tahu bahwa waktu Indra sudah tidak banyak lagi.

Dengan segala hormat, Thony melepas kepergian Indra. Ia berharap Indra bisa tenang di alam baka.

Musim Panas Tahun 2021

“Aku ingat kejadian itu, paman,” imbuhnya. Sandra mengambil bantal dan menutup wajahnya dengan bantal tersebut.

“Kau ingatkan sekarang, bagaimana perasaan mamamu waktu itu? Paman mengajukan diri kepada mamamu supaya kau bisa tinggal denganku jika ayahmu sudah tiada. Dan, benar saja,” kesalnya.

“Ya aku ingat,” sahutnya dengan suara yang teredam bantal.

“Jangan nakal jadi anak,” ledeknya. “Paman, mau bekerja lagi, angkat saja teleponmu,” imbuhnya.

“Iya, paman,” jawabnya.

Heru keluar dari kamar gadis tersebut dan kembali ke ruang kerjanya. Selama pandemic covid-19 ia menjadi dekat dengan keponakannya, ia tahu bahwa kenakalan keponakannya tersebut akibat kekurangan kasih sayang dari Ibunya.

Heru yang awalnya seorang pekerja staff di salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta terpaksa harus bekerja dari rumah semenjak kenaikan Covid-19.

Tak berapa lama, ia mendengar suara dari arah kamar mandi, “Sandra, kau mandi?” tanyanya.

“Iya, aku sedang mandi,” ucapnya.

Heru kembali ke hadapan laptopnya dan melakukan pekerjaannya. Ia juga menunggu untuk meeting dengan media zoom.

Pintu terbuka Sandra masuk ke kamarnya dan mencari pakaiannya. Ia sedikit merias wajahnya, “Paman, aku pergi dulu,” sahutnya memberitahu.

“Kau mau kemana? Makan dulu sebelum pergi,” ajaknya yang untuk makan siang.

“Aku akan ke reuni,” imbuhnya dengan cepat, “Aku makan di sana saja,” jawabnya dengan tersenyum lebar.

Heru yang hanya mengenakan celana pendek dan kemeja membuat Sandra menahan tawanya, “Kau kenapa?” tanyanya dengan menyuapi mulutny dengan makanan.

“Tidak apa-apa, paman, aku pergi dulu ya,” jawabnya dengan lugas. Sandra keluar dari rumahnya tersebut, ia yang masih di depan pintu melepas tawannya yang ia tahan sedari tadi.

Sandra akhirnya bergegas menuju restaurant di mana mereka akan mengadakan reuni. Ia tidak lupa mengenakan masker dan bahkan menerapkan prosedur kesehatan yang terbaru, ia membawa handsanitizer dan masker pengganti.

Dengan perlahan ia melihat bus yang akan membawanya, ia mempercepat kakinya dan naik ke bus tersebut.

Selama perjalanan, ia tidak bisa mengangkat teleponnya sementara Tania membombardirnya dengan telepon yang tidak berhenti.

Ia melihat restaurant yang mereka tuju. Dengan celana demin dan kaus seadanya, ia masuk dengan tas di punggungnya, “Sandra,” sapa Dewi.

“Hi,” jawabnya. Sandra mendekat ke arah Dewi. Mereka saling mengecup pipi mereka.

“Kita pikir kau tidak akan ikut. Tapi, aku turut berduka,” sahutnya yang mengucapkan bela sungkawa.

“Ya, tak apa-apa,” jawab Sandra.

“Sandra, ayahmu meninggal karena apa?” tanya Bella.

“Jantung, Bella,” jawabnya.

Beberapa pria yang mendengarnya ikut nimbrung untuk mendengarkan para wanita yang membicarakan ayah Sandra yang baru saja meninggal, “Sandra,” sahut Dennise.

“Hi, Dennise,” sapanya dengan riang namun ia tahu bahwa ia juga sedang bersedih.

Dennise mengulurkan tangannya, “Aku turut berbela sungkawa, jangan sedih. Kau punya kami,” tuturnya.

Sandra menahan tangisnya, ia tahu pasti Tania yang merencanakan reuni tersebut, “Mana Tania?” tanyanya yang ingin segera memeluk sahabatnya itu.

“Tania belum sampai,” jawab Dewi.

“Tapi, kami kaget loh, bagaimana bisa ayahmu berpulang seperti itu?” tanyanya yang mulai mencurigai.

“Aku juga tak tahu semua terjadi begitu cepat,” katanya membenarkan perkataan teman-temannya itu.

“Memangnya kalian tahu dari siapa?” tanya Bella yang mulai penasaran.

“Kami tahu dari Rebecca,” jawab Danny.

“Oh dari Rebecca,” timpal Agnes.

“Setidaknya kau punya kami, Sand, jadi kalau kau kenapa-kenapa kami bisa membantumu,” sahut Vania.

Sandra sedikit lega setelah banyak yang mengetahui bahwa ayahnya sudah tiada tak berapa lama orang yang di tunggu datang. Tania. Sandra menghambur ke arahnya.

Tania terpengarah melihat Sandra yang memeluknya, “Sudahlah,” ucapnya dengan datar. Ia mendorong tubuh Sandra yang tengah bersedih dan melihat wajahnya.

“Kau ingin menertawakan diriku ya?” tanyanya dengan gusar.

Tania sedikit tertawa melihat sahabatnya yang mulai bertingkah seperti tersebut, “Ini baru dirimu,” sahutnya yang di sambut dengan tawa lebar menghiasi wajahnya.

Tania dan Sandra kembali menemui teman-temannya, Tania tahu bahwa Sandra membutuhkan mereka untuk membangkitkan semangatnya.

Tak ayal jika Sandra akhirnya tahu bahwa Tania lah yang membantunya untuk bangkit, ia sengaja mengadakan reuni tersebut untuk membuat Sandra bangun dari masalah yang menimpanya tersebut.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Park Jun Hye
favor_oflove26, makasih banyak
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status