Share

Bab 4

Aisyah menengadah cepat menatap seseorang yang kini duduk setengah berjongkok di depannya.

"Aydan?!" ucap Aisyah sambil mengerutkan kening. "Kamu?"

Aydan tersenyum manis sambil menatap wajah Aisyah yang masih menyisakan jejak aliran sungai di pipinya. Aydan menyekanya kedua pipi Aisyah perlahan dengan senyum yang masih mengembang. "Kamu jelek kalau menangis." Aydan berdiri sambil mengulurkan tangannya.

Aisyah meraih tangan Aydan, beranjak dari keterpurukannya. Seolah kekuatannya kembali.

"Kamu ada disini? Sintya mengundangmu?" Aisyah memberondong. Dirinya masih tak yakin pandangannya benar.

"Bersihkan air matamu, aku tidak suka kamu menangis." Aydan memberikan tisu mini, yang dia ambil dari saku kemejanya.

"Kapan kamu datang, dan kenapa kamu tiba-tiba ada di sini?" tanya Aisyah penasaran, dengan suara yang sedikit serak.

"Aku pernah bilang, aku akan ada di sisimu ketika kamu sedih." Aydan mengingatkan kalimat yang telah begitu lama diucap. Tepat sebelum Aydan berangkat ke luar kota, untuk meneruskan usaha ayahnya dan melanjutkan studi S2 nya.

"Kamu masih mengingat itu? Aku kira itu hanya omong kosong." Aisyah tersenyum getir, sambil melirik ke arah Aydan. "Bukan karena Sintya mengundangmu?"

Aydan memutar badannya, menghadap ke arah Aisyah. "Sintya? Kamu kira dia masih mengingatku?" ucap Aydan sambil terkekeh. "Kita teman waktu SD, kamu kira ingatannya masih setajam itu?"

"Siapa tahu takdir pernah membawa nya masuk dalam hatimu," ucap Aisyah sambil tersenyum. "Lalu apa yang kamu lakukan disini?"

"Karena sinyal kesedihan mu yang memberi koneksi padaku. Itu yang membuatku ada disini." Aydan terkekeh. 

"Aku tahu kamu hanya bercanda dengan ucapanmu itu," ucap Aisyah sambil tersenyum. "Tapi itu sungguh tak lucu."

"Meski tak lucu setidaknya membuatmu tersenyum kan?" Aydan menatap wajah Aisyah, sambil sedikit terkekeh. "Ini, baru Aisyah yang ku kenal."

Aydan memutar badan sambil melangkah kecil. Aisyah mengikutinya secara spontan, dengan senyum yang semakin mengembang di wajahnya.

"Lalu apa sebenarnya yang sedang kamu lakukan di sini?" Aisyah mengulang kembali pertanyaannya. "Jujur aku masih penasaran, tak mungkinkan tiba-tiba kamu ada di sini jika tak ada hal yang sedang kamu kerjakan?" 

"Hah." Aydan menghela nafas panjang. "Tak inginkah kamu menanyakan keadaanku? Menanyakan kabarku? Atau memelukku? Bukankah kita lama tak jumpa? Begitu pentingkah alasan kedatanganku di sini?" ucap Aydan dengan nada kesal.

Aydan merentangkan tangannya, yang seketika Aisyah tepis. "Peluklah dirimu sendiri," ucap Aisyah sambil terkekeh. "Modus."

"Baiklah, hai Aydan apa kabar? Kamu sehat?" ujar Aydan sambil memeluk dirinya sendiri. "Seperti ini yang kamu maksud? Aku kelihatan waraskan?"

Aisyah sedikit terkekeh melihat aksi Aydan. "Ternyata kamu masih sama seperti dulu." 

Aisyah kini dapat kembali tersenyum lepas. Beban yang tadi terasa sangat berat di pundaknya terasa tiba-tiba sirna. Pundaknya terasa begitu ringan, sakit hatinya juga sedikit terlupakan. Meski entah dapat bertahan berapa lama, setidaknya Aydan telah menghiburnya meski sesaat.

"Kamu masih seperti dulu Aisyah, tak berubah dengan segala kepolosanmu, dan senyuman itu, selalu berhasil membuatku ikut bahagia," guman Aydan dalam hati.

"Hay." Aisyah melambaikan tangannya si depan wajah Aydan. "Ngelamun ya? Awas nanti kesambet."

"Ah… tidak." Aydan menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum simpul. "Aku hanya sedang melihat Sintya," ucap Aydan sambil menatap ke arah Sintya dengan jarak yang agak jauh. "Mereka serasi bukan?"

Tanpa Aisyah sadar, ternyata dirinya telah berdiri di depan pintu utama villa. Langkah kecil Aydan telah membawanya kembali mengarungi luka yang sempat terlupa sesaat.

"Iya," jawab Aisyah sambil memandang ke sembarang arah. "Mereka sangat serasi."

"Kamu cemburu melihat mereka berdua?"

Pertanyaan Aydan sukses membuat Aisyah gelagapan. "A-Aku? Apa urusannya denganku?" jawab Aisyah terbata. "Apa mungkin Aydan mendengar semua percakapanku dengan Haikal tadi?" ucap Aisyah dalam hati.

Aydan meletakan satu tangannya di atas bahu Aisyah. "Kamu tahu, dinding yang tebal pun  kadang punya telinga yang tak kamu lihat."

"Kamu mendengar perdebatan tadi?" ucap Aisyah sambil menatap lekat wajah Aydan.

Aydan mengalihkan pandangannya kembali ke arah Sintya, dan melepas tangannya dari bahu Aisyah. "Tidak seutuhnya." Aydan memasukkan tangannya kedalam saku celana. "Aku hanya dengar sedikit, tapi itu sudah cukup untuk aku menyimpulkan satu hal. Kamu ada hubungan dengan tunangan Sintya," ucap Aydan penuh penekanan di kalimat terakhirnya.

"Sayang kamu salah. Aku tak pernah ada hubungan apapun dengannya. Tak pernah ada kalimat cinta yang terlontar darinya untukku ataupun sebaliknya. Kita…."

"Apa cinta harus diucapkan?" Aydan memotong cepat kalimat Aisyah. "Mulutmu bungkam, karena kamu memang tak ingin mengungkapkannya. Tapi hatimu berkata lain. Iya kan?"

Kalimat-kalimat Aydan, serasa mengintimidasi. Aisyah dibuat tak mampu berkata-kata.

"Waktu tinggal dua menit. Semua akan menjawab kebenaran hubungan kalian." Aydan fokus menatap ke arah Sintya dan Haikal. "Aku ingin tahu apa yang akan kamu lakukan."

"Apa semua itu perlu jawaban dari mulutku? Ketika kamu, sudah membuat kesimpulan sendiri?" Aisyah menatap wajah Aydan. "Apa semua itu penting, sekarang? Lagi pula aku tak yakin tunangan Sintya akan melakukan apa yang diucapkannya."

"Aisyah…. Aisyah." Aydan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu tanya apa semua penting? Jawabannya penting, karena ini menyangkut dua keluarga, bagaimana rasanya jika kamu ada di posisi Sintya? Kalau kamu tanya apa calon tunangan Sintya serius dengan kalimatnya, kamu bisa lihat dari gelagatnya. Dia berulang kali melihat jam tangannya sambil melihat ke arah kita."

"Mungkin dengan aku bersamamu dia akan mengurungkan ucapannya." Aisyah mencoba berkelit.

"Tidak. Dia tetap akan melakukan apa dia ucapkan." Aydan membantah pernyataan Aisyah. "Kalau kamu memang tidak ada hubungan apapun dengannya, maka datanglah ke sana, selagi masih ada waktu. Semua jawaban ada di tanganmu Aisyah."

"Kamu bersekongkol dengannya?"

"Jangan karena keadaan terjepit membuatmu berpikiran sempit. Aku mengenalmu lama, aku paham akan dirimu. Yang seperti ini bukan Aisyah yang ku kenal." Aydan menatap ke arah Aisyah. "Jika kehadiranku di sini membuatmu bertanya-tanya, maka akan aku ucap apa yang membuatku ada di sini."

Aydan menghadap ke Aisyah membelakangi Sintya dan Haikal, dia tak ingin wajahnya terlihat siapapun. 

"Aku rekan kerja Pak Adam, ada pekerjaan yang harus Beliau tanda tangani secepatnya. Dan itu yang membuatku ada di sini. Sintya tak pernah mengundangku, dan dia juga tak tahu kalau aku ada disini."

"Kamu yakin tidak sedang membohongi ku?" Aisyah menatap ragu Aydan. "Itu bukan alasan yang kamu buat-buat kan?"

Aydan tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Dan sekarang aku juga ingin, kamu menjawab semua pertanyaanku tadi, benarkah kamu dan tunangan Sintya tak ada hubungan?"

Aisyah kembali dibuat tersentak oleh kalimat Aydan. "Jangankan mendekat ke sana, memandang mereka berdua dari sini saja hatiku, begitu sakit," bisik Aisyah dalam hati. 

"Silahkan." Aydan memberi jalan untuk Aisyah. "Tinggal beberapa detik menuju lima menit."

"Ya aku, ada hubungan dengannya," jawab Aisyah sambil melirik ke arah Aydan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status