Share

Bab 3

Haikal terus menarik Aisyah, berjalan tanpa ragu. Pandangannya lurus ke depan, sepertinya ia sangat yakin dengan apa yang dilakukannya.

"Apa ini, tidak berlebihan?" Aisyah mulai membuka mulutnya, rangkain kalimat mulai muncul dalam otaknya.

"Tidak ada yang berlebihan, semua ini memang harus dilakukan." Haikal menjawab tanpa menoleh. "Aku tak ingin menyakiti diriku dan gadis yang ku cintai."

Jleb, kalimat Haikal kali ini benar-benar membuatnya kembali kehilangan semua kalimat yang telah terangkai dalam kewarasannya.

Entahlah, benarkah apa Aisyah lakukan sekarang, dirinya pun tak tahu dia hanya mengikuti apa yang Haikal mau, dan mimpinya yang mungkin akan menjadi nyata sebentar lagi.

Mungkinkah ini bahagia yang ia mimpikan? Mungkinkah semua ini mimpi indah yang benar-benar akan membuat pesona dalam hidupnya? Semua pertanyaan berkecamuk dalam benak Aisyah.

"Berhenti!" ucap Aisyah tegas. Dengan pandangan yang menurun dan kepala  sedikit menunduk.

Aisyah menghela nafas panjang, begitupun Haikal, keduanya berhenti hampir bersamaan. "Ini tak benar, semua ini tak benar!" gumam Aisyah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lepaskan, genggaman ini, Pak."

"Tak akan ku lepaskan, sebelum kamu mengatakan apa alasannya." Haikal mengeratkan genggamannya, tanpa menoleh ke arah Aisyah.

"Lepaskan, atau aku akan teriak," ucap Aisyah mengancam, dengan kepala yang ditegakkan, sedang Haikal masih membelakanginya.

Dalam villa memang sedang sepi, karena semua penghuni berkumpul di taman villa.

Haikal menoleh menghadap ke arah Aisyah, dengan pandangan teduhnya. "Teriaklah! Dengan begitu, aku tak perlu bersusah payah untuk mengumpulkan orang-orang. Benarkan?"

Aisyah menatap Haikal. Manik mata keduanya saling bertemu, dengan tatapan saling menantang. Tangan Haikal masih menggenggam erat pergelangan tangan Aisyah.

Aisyah memalingkan muka. "Tolong lepaskan tanganku, Pak…."

"Aku tak suka kamu, memanggilku Bapak!" Haikal memotong kalimat Aisyah dengan cepat. "Tak nyaman di telinga ku."

"Siapa gadis yang kamu maksud?" Aisyah memandang Haikal dengan penuh rasa ingin tahu.

Haikal melangkah mendekati Aisyah perlahan. "Berhenti!!" Aisyah menghentikan langkah Haikal yang kini hanya berjarak dua jengkal. "Cukup, jangan mendekat lagi. Aku hanya butuh jawabanmu, bukan untuk kamu dekati." Aisyah menundukkan kepalanya.

Haikal menengadah. "Gadis yang ada di depanku. Dia yang aku cintai." Haikal menatap ubun-ubun Aisyah yang terbungkus jilbab putih.

Seketika Aisyah menaikan pandangannya. Menatap lekat wajah Haikal. "Heh! Benarkah?" Aisyah menyunggingkan senyuman di bibirnya. "Kamu tak menyakiti gadis yang kau cintai bukan? Dan gadis itu ada di hadapanmu? Bohong!"

"Aku selalu serius dengan ucapanku, Aisyah." Haikal mencoba meyakinkan gadis yang kini berada dalam puncak emosinya. "Aku benar-benar mencintaimu."

"Bohong!" Aisyah menjawab cepat. "Kamu tak ingin menyakiti gadis yang kamu cintai dan itu aku?" Aisyah menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kamu lihat ini?" Aisyah mengangkat tangan yang Haikal genggam, melihat dari ujung kelopak matanya. "Ini sangat menyakitkanku!"

Haikal memandang Aisyah, dan perlahan melepaskan genggamannya. Pandangan matanya penuh penyesalan. Ia tak menyangka genggaman tangannya telah menyakiti pergelangan Aisyah.

Aisyah memutar-mutar pergelangan tangannya dengan tangan lain. Terlihat pergelangan tangannya sedikit merah. "Pergilah, Sintya pasti menunggumu." Aisyah memalingkan muka sambil menunduk. "Dan tamu yang lain juga pasti mencari dirimu."

"Aku akan kesana bersama dirimu," ucap Haikal tegas. "Tak harus aku ucapkan lagi apa yang akan ku lakukan, bukan?"

"Apa pentingnya diriku?" Aisyah memutar badan, membelakangi Haikal. "Aku bukan siapa-siapa."

"Kamu mungkin bukan siapa-siapa untuk orang lain diluar sana. Tapi kamu orang yang sangat berarti untukku. Aku mencintaimu, Aisyah." Haikal memandang lekat punggung Aisyah. "Aku ingin kamu yang menjadi pendampingku, bukan Sintya."

Aisyah mengangkat kepalanya, menoleh ke arah Haikal dengan senyum yang mengembang di wajahnya. "Kamu tak ingin menyakiti orang lain bukan?" ucap Aisyah tenang, mengingatkan Haikal dengan kalimat yang telah membuatnya tersadar dari kegalauan. "Begitu juga aku, aku tak ingin menyakiti orang-orang yang mencintaiku."

"Tapi…."

Aisyah mengangkat telapak tangannya, memberi perintah Haikal untuk menutup mulutnya. Aisyah memutar badan. "Pergilahlah, kamu harus menani Sintya," ucap Aisyah sambil melihat Haikal dari ekor matanya. 

Bukannya pergi Haikal justru mendekat dan berdiri di depan Aisyah. "Apa kamu yakin kamu tak menyakiti orang yang kamu cintai?" Haikal memegang pundak Aisyah. "Apa kamu rela, Sintya menikah dengan orang yang dalam hatinya tak ada cinta untuknya?"

Aisyah menengadah memandang Haikal lekat dan segera memalingkan muka, sambil mengibaskan kedua tangan Haikal di pundaknya. Memutar badan, dan meninggalkan Haikal satu langkah di belakangnya.  "Cinta akan datang seiring berjalannya waktu, seiring intensitas waktu bersama. Bukankah begitu cara cinta bekerja?"

Haikal mengatur memasukan kedua tangannya kedalam saku celana. "Iya, mungkin ada cinta yang bekerja seperti itu, untuk hati yang kosong. Tapi untuk hati yang sudah terisi dengan kenyaman akan sulit untuk berpaling."

"Tak semua ruang hati terisi, bukan? Aku yakin masih ada sedikit celah kosong yang akan menguasai seluruh cinta dalam hati." Aisyah mendebat tenang.

Haikal menunduk dan kembali menengadah dengan menyungingkan senyum. "Kamu tahu, Aisyah. Tak mudah mencairkan bongkahan es batu. Hanya orang-orang yang sabar yang mampu menunggu es itu mencair, begitu….."

"Sekarang hatiku yang membeku," potong Aisyah cepat. "Sudahlah, jangan pedulikan aku. Pergilah," ucap Aisyah sambil memutar badan.

"Aku tak yakin dengan semua ucapanmu." Haikal mendekat ke arah Aisyah sangat dekat memegang pundaknya, dan menatap ke dalam matanya. "Tatap mataku, dan usir aku dari sini."

Aisyah memandang manik mata Haikal sepersekian detik, mencoba menahan agar air matanya tak menggenang. "Pergi, dan tinggalkan aku!" ucap Aisyah penuh dengan penekanan.

Haikal secepat kilat melepaskan tangannya dan mengambil jarak. "Baik, jika itu yang kamu mau." Haikal memutar cepat badannya. "Ada yang harus kamu tahu, aku akan memperjuangkan apa yang harus ku perjuangkan. Setidaknya aku tidak menyesal jika yang ku perjuangkan tak kumiliki. Jika memang bukan jodoh, setidaknya aku telah berusaha."

Haikal mulai melangkahkan kaki. Sedang air mata Aisyah mulai memenuhi kelopak matanya.

Haikal berhenti setelah beberapa langkah di depan Aisyah. "Jika kamu benar-benar tak mencintaiku, ikutlah dalam kebahagiaan seluruh anggota keluarga malam ini," ucap Haikal tanpa menoleh. "Dan berjalanlah di belakangku."

"Aku pasti akan kesana," jawab Aisyah sambil mengumpulkan sisa tenaganya. Badannya sudah terasa sangat lemas.

"Tidak lebih, dari lima menit," ucap Haikal penuh wibawa. "Jika lebih maka akan aku umumkan, kalau kamu adalah calon istriku yang sebenarnya."

Haikal pergi meninggalkan Aisyah, yang jatuh tersungkur setelah Haikal melewati pintu utama villa.

Aisyah menangis sesegukan, tubuhnya lemas tak berdaya. Semua ketegaran yang ia tunjukkan pada Haikal lenyap seketika.

Air mata Aisyah terus berderai, hingga matanya dibuat terbelalak karena melihat sepatu Oxford hitam di depannya. "Mungkinkah Haikal kembali lagi, dan melihat keadaanku yang seperti ini?" batin Aisyah, yang kemudian menengadah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status