POV TAMATuuuuuuut...!Bunyi panggilan tersambun. Butuh waktu cukup lama untuk Aldi baru mengangkat telfonku."Halo.." ucapnya terdengar lemas. Sontak aku menautkan alis."Gue sekeluarga sudah berada di resto cabangmu. Dan hari ini sudah mulai buka, antusias warga sini lumayan Al, kamu beruntung sekali mendapat pelanggan sebanyak ini," jelasku, Aldi terdengar bungkam tidak menyahut."Lo baik-baik aja kan?" tanyaku, terdengar Aldi berdesih."Lo urus aja semua ya Ma, gue lagi butuh sendiri," singkatnya, sontak gue menautkan alis panggilan itu terputus."Ada apa dengan ni orang, kadang happy kadang muram. Bunglon kali yak?" bisikku sendiri."Geby, jangan lari-lari nak. Nanti semua pecah," ujar Luna mengejar anaknya. Dengan sen
POV LUNAAku sudah bisa kembali hidup dengan enak dan layak di rumah pemberian Tuan Aldi, tak lain bos dari mas Tama sendiri. Pria tampan berkelas dan sangat sukses itu. Mungkin dia lupa padaku. Tapi aku tau dulu waktu jaman-jaman aku sering main di Club bersama Dion ia sering datangi Club walau hanya sekedar bersenang-senang atau bahkan Jajan wanita malam. Haaah Mudah-mudahan saja dia tak mengenaliku. Tapi sekarang itu bukan urusanku. Selama dia mau memberi kami pekerjaan masalah urusan pribadinya aku tidak mau ikut campur aku salut sama mas Tama punya teman setampan dan sesukses itu juga ternyata, sempat berfikir kenapa aku terlalu bucin pada mas Tama waktu itu. Padahal andai aku bisa memanfaatkan pria sekelas mas Aldi aku pasti untung banyak. Tapi tak dipungkiri mas Tama juga pria yang baik mau membantuku keluar dari penjara. Dan membiayai kedua anak-anakku. Tapi bagaimana ya naluri kecil sekarang seakan tak temukan keb
POV TAMAAku kesal pada Luna, bisa-bisanya dia bikin onar di acaranya Arum, untungnya Hadi pria yang bijak. Kalau tidak bisa saja dia memaki dan mempermalukan kami didepan semua orang."Aku tak habis pikir denganmu Na, apa yang terjadi? Apa yang kamu katakan pada Hadi?" tanyaku tak habis pikir. Luna tampak masa bodoh dan tetap bungkam dengan wajah ringan tanpa beban."Luna!" bentakku di dalam mobil. Ziah karyawan resto yang aku ajak untuk menjaga Kenzi pun juga tampak terkejut."Apa sih mas? Berisik? Aku gak ngomong apa-apa kok. Hadinya aja yang kebawa emosi. Gak ada yang salah kok dengan ucapanku," gerutunya. Reflek aku berdesih."Mas udah ya, kita gak usah bahas ini lagi. Kamu gak usah jadikan beban juga masalah barusan," tegasnya."Ya tapi kan?" ucapanku terpotong karena
Pov Resti****Pagi berkunjung, karna menangis semalaman aku jadi terlelap hingga sang fajar datang. Sedikit aku gerakkan leherku melihat ke arah jendela, langit telah cerah walau terlihat berkabut karna biasan salju masih berterbangan di udara.Trakt..Bunyi pintu kamar terbuka. Reflek aku duduk melihat Irfan datang membawakan aku segelas Coffe hangat dan sarapan siap saji. Sedikit ia sunginggkan senyum tipis dan mendekat padaku. Aku tak habis pikir dan melihat raut wajahnya lekat-lekat."Fan?" lirihku dengan tatapan mata yang berkaca-kaca. Irfan menghenyak di samping tempat tidurku dan berkata."Ini sarapannya, kalau butuh apa-apa bisa minta tolong Inah, salah satu pembantu di sini yang orang Indo juga. Aku harus berangkat kuliah dulu." ujarnya, aku mendegup serek ke
POV ALDIIni sudah hampir dua tahun saat Resti pergi . Dan sejak saat itu aku tidak punya semangat apapun lagi untuk hidup. Aku selalu ingat tamparannya yang keras dengan air matanya yang mengucur deras.Melihat itu aku sempatkan berjanji dihati bahwa aku tidak akan menikmati jalang-jalang manapun lagi. Air matanya seakan membuat aku sadar bahwa aku sangat beruntung mendapatkan cintanya.Dia sakit saat tau aku mendatangi wanita lain untuk membagi sentuhanku, air mata Resti sangat tulus yang tak pernah aku temukan pada wanita manapun walau wanita-wanita malam yang aku temui. Ataupun Tania sekalipun yang statusnya istriku. Sama sekali dia tak pernah mencemburui aku, dia memilih berkhianat dan main serong dengan pria lain. Resti dia gadis murni yang aku dapatkan. Tulus setia dan begitu mencintaiku. Namun dia pergi dengan salah paham ini.Hampir gila rasanya, selama ini aku be
POV RESTIKesokan harinya, aku berencana mendatangi restoran cabangnya mas Tama sekarang. Aku sibuk mempersiapkan riasan di depanTrakt...!Pintu kamar terbuka, sedikit aku lirik Irfan yang berdiri di pintu dari pantulan cermin"Pagi Fan," sapaku. Pria itu tersenyum sembari mendekat."Kamu mau kemana tanyanya. Aku sedikit mengaplikasikan blass on ke pipi dan memasang lipstik mate yang natural. Walau begitu bisa aku lihat aku masih tampak elegan dan berkelas dengan gaya rambut panjang terurai dan sedikit bergelombang di ujung . Alis yang sudah rapi karna penyulaman dan dengan sentuhan bibir yang telah aku bentuk dengan operasi kecil, mungkin itu yang membuat sekarang aku tampak sedikit berbeda dengan Resti yang dulu. Tak tanggung-tanggung, Alice menghabiskan 30% dari honorku untuk perawatan kakak ipar Irfan itu, ditangan
POV RESTISetelah melepas mas Aldi pergi, aku kembali masuk dengan girang hati membawa satu buket bunga mawar merah. Aku tersenyum melihat bunga yang indah itu."Kamu kelihatan happy sekali?" tanya Irfan, sontak aku secepat kilat mengubah raut wajahku."Hmmm, tak apa sih Fan. Biasa aja," singkatku menghenyak diatas sofa di samping Irfan. Sahabatku itu sedikit mencibir dan mengatakan sesuatu di telingaku."Kamu terlihat sangat happy," bisiknya. Sedikit aku lirik dan menyunggingkan senyum hangat padanya."Ya aku sangat happy sekali...!" pekikku reflek memeluknya. Irfan bungkam saat aku menepuk-nepuk punggungnya. Kembali aku melihat wajah sahabatku itu dengan wajah yang berseri."Dan apa kamu tau Fan, dia merindukan aku. Dia bilang. Dia mengingat seseorang saat melihatku,
POV ARUMAku kecewa pada mas Hadi, bisa-bisanya dia tak mempercayaiku. Dia bilang dia mencintaiku sepenuh hati. Tapi kenapa dia mencurigaiku seperti ini. Semenjak hari itu aku tidak mau bicara lagi padanya. Aku benci."Mama...!" panggil Caca, gadisku itu sekarang sedikit lebih tinggi dan mulai tumbuh besar sehingga dia bisa tertatih menggendong adeknya padaku."Sayang, kok kamu gendong Andra kesini, ntar dia jatuh," ujarku. Aku menyusul Caca untuk mengambil Andra dari gendongannya. Tampak dari luar kamar baby sitternya Andra bergegas mengikuti."Maaf Nyah, Aku lalai hingga Caca membawa adiknya kesini.""Kamu fokus dong Bik, kalo Andra terjatuh gimana?" ujarku. Aku menoleh pada Caca."Sayang, Caca jangan sering-sering gitu ya nak? Ntar dedek Andranya jatuh gimana?" tanyaku. Caca ha