แชร์

BAB 4

ผู้เขียน: Olin huy
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2023-03-08 11:55:26

"Sebaiknya kita masuk. Selesaikan secara baik-baik." Pak Dhe menjadi penengah dalam masalah ini.

"Mari Bapak-bapak, bantu mereka masuk!" Beberapa orang memapahku dan Mas Romi masuk ke kediaman Emak.

Aku duduk dengan mengepalkan tangan dan menunduk menoleh ke samping agar mata ini tak menatap wajah pria itu. Melihat dari sudut mata saja, rasanya aku ingin menghantamnya.

"Tolong, salah satu jemput Isma dan bawa ke sini. Supaya jelas duduk perkaranya. Dan tolong untuk semuanya, jangan ada yang menyebarkan berita ini kemanapun. Untuk perangkat desa, aku yang akan nembusi agar masalah tidak diperpanjang. Aku tidak mau keluargaku menjadi viral dengan berita yang memalukan." Pak Dhe menyerukan pada orang-orang yang berkerumun. 

"Aku yang akan menjemput Isma." Kudengar itu suara Miko. Dia meminjam kuda besi milik warga. Ternyata dirinya tadi mengikutiku dan aku tak menyadarinya.

"Silahkan. Lebih cepat lebih baik." 

***

Aisma datang bersama temanku. Dia memakai setelah baju longgar. Kulihat dari kaca jendela ruang tamu, dia berjalan dengan sangat lambat.

"Sini, duduk sini, Isma!" Pak Dhe Haryono menunjukkan kursi untuknya. Sementara Emak berdiri diantara putranya dengan menutup mulut agar suara tangisnya tak terdengar.

"Isma, tolong kamu bicara yang jujur. Apakah janin di perutmu adalah benih dari Romi?" Pak Dhe terlihat santai, tapi tegas.

Tapi istriku bukannya menjawab, dia justru menangis. Bahkan sejak kepulanganku, aku sudah melihatnya meneteskan air mata lebih dari tiga kali. Sedalam itu rasa sakitnya. 

Sebenarnya aku bisa saja mengajaknya di rantau bersamaku, dulu. Hanya saja aku tidak mau istriku melihat hari-hariku dalam keprihatinan.  Aku ingin istriku hidup bahagia dan berkecukupan. Tidak perlu tahu aku kelaparann atau tidak. Sungguh aku menyesalinya.

"Isma, jelaskan. Biar tuduhan Ibas tidak menjadi fitnah," pungkas Pak Dhe Haryono.

Isma menghela napas. Kemudian menceritakan klonologinya.

"Saat itu tengah malam hujan deras dan lampu mati. Aku menyalakan senter di ponsel dan menyibak tirai kamar. Ternyata di luar dan rumah warga masih menyala. Aku keluar untuk mengecek siapa tahu hanya konsleting saja. Tapi, tiba-tiba saja mulutku ditikam dari belakang. Ponselku jatuh dan aku tidak bisa melihat apa-apa. Dia melucutiku dengan paksa. Aku berteriak meminta tolong, tapi tidak ada yang mendengar suara parauku. Derasnya hujan, suara angin, dan petir membuat suaraku tak terdengar tetangga. Mungkin juga mereka sudah tertidur. Tanpa aku bisa berteriak dan meminta tolong. Lalu terjadilah." Istriku kembali terisak.

Jari-jariku semakin mengerat. Aku berdiri dan menggebrak meja sampai semua terhenyak. Kakiku hendak melangkah dan tangan menuju leher Mas Romi. Tapi, lagi-lagi tubuhku ditahan oleh beberapa orang.

"Sabar dulu, Bas. Semua belum jelas." Temanku Miko menepuk pundakku.

"Isma, kamu bilang lampu mati. Apa kamu bisa melihat dengan jelas wajahnya. Aku yakin kamu salah orang, Isma. Karena Romi tidak akan melakukan hal sekeji itu." Emak mencecar istriku.

"Nak Isma, mertuamu benar. Dalam keadaan gelap, bagaimana kamu bisa menyimpulkan kalau itu kakak iparmu?" Pak Dhe menimpali.

"Isma, kamu jangan menfitnahku. Tidak mungkin aku tertarik denganmu." Mas Romi menatap istriku kemudian menunduk. 

"Dari suaranya. Kebetulan saat itu dia menerima telepon dari seseorang.  Saat aku terkulai lemah. Tapi pendengaranku masih tajam. Dalam sisa tenaga yang masih ada, aku mengambil alat potong kuku dan menggunakan bagian runcingnya untuk menggores tangannya. Dia kabur setelah melakukan perbuatan bejatnya. Pagi harinya, kebetulan Mas Romi menyapaku dan aku melihat bekas goresan itu tepat di tangan kirinya. Meski saat kejadian dia memakai penutup wajah, aku yakin dialah orangnya." Mata Isma membelalak ketika mengucap.

"Jangan ngarang cerita kamu, Isma!" seru Mas Romi dengan mata melebar.

"Diam kamu, Mas!" hardikku.

"Cek saja bekas lukanya. Barang kali masih ada!" seru salah seorang warga.

Pak Dhe mengoreksi tangan Mas Romi. Benar adanya di sana ada bekas luka.

"Dasar bajin^an. Kubun^h kamu! Aku tidak punya saudara sepertimu." Aku kembali berdiri dan hendak melakukan perbuatan yang  bisa mematikan orang."

"Ibas! Kamu sabar dulu!" Pak Dhe kembali membentak.

"Pak Dhe jangan menghalangiku. Manusia seperti dia harus lenyap. Perbuatannya seperti hewan. Apa Pak Dhe bisa sabar jika berada di posisiku? Aku enggak yakin Pak Dhe bisa bilang sabar." Aku manatap tajam ke arah pria yang dituakan itu. 

"Lepaskan tanganku!" Beberapa orang pria itu menunduk dan melapas pegangannya. Mungkin, ucapanku cukup menusuk ke hati mereka.

"Apa tidak ada wanita lain yang bisa kamu ajak nikah, Mas?! Sampai-sampai istriku yang kamu gagahi. Ayo! Ikut aku ke kantor polisi! Kamu harus mendekam di sana seumur hidup." Aku menarik tangan Mas Romi. Tapi aku kembali dipisah, karena Ibu masih saja menahan tubuh Mas Romi. Kenapa mereka harus ikut campur masalahku? Sedangkan mereka tak tahu perasaanku.

"Aku menyukai Isma!" seru Mas Romi.

Semua orang terhenyak. Termasuk aku dan Isma sendiri. Spontan tanganku menghantam pipinya. Sehingga darah keluar dari bibirnya. Suasana kembali gaduh.

"Ibas, Emak mohon ... jangan bawa Romi. Emak enggak bisa melihatnya di jeruji besi."

"Jadi, Emak bahagia melihat keluargaku hancur?" Aku menggigit bibir bawah dan menahan suara di kerongkongan agar tidak sampai mengeluarkan kata kasar pada wanita yang melahirkanku.

"Ceraikan istrimu. Agar Romi menikahinya. Dengan begitu, kakakmu bisa bertanggung jawab. Masalah beres dan keluarga kita akan terlepas dari masalah!" Emak memunggungiku. Badannya bergetar. Aku tahu dia menyembunyikan air matanya.

Aku menolehnya. Kemudian beralih ke istriku. Wanita yang kunikahi itu menggelengkan kepala, mata berkaca. Aku yakin, dia juga tidak akan mau dinikahi Mas Romi.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    39

    Hari ini aku memutuskan untuk bermalam di rumah lama supaya bisa tahu siapa yang sering masuk tanpa sepengetahuanku. Miko dan teman-temannya siaga di rumah Mbak Diah agar jika ada apa-apa cepat teratasi.Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi belum juga ada tanda-tanda seseorang yang mengacau. Isma sudah tidur di kamar. Sementara aku duduk di ruang tamu. ***"He, siapa kamu?!" Suara itu berhasil mengagetkanku. Kulihat jam di ponsel menunjukkan pukul dua dini hari. "Buka penutup wajahmu! Jangan jadi pecundang. Aku tahu, kamu pasti sekongkol dengan Romi. Kalau tidak, kamu tak akan mengendap-endap di sini." "Hajar saja. Kelamaan. Kita buka paksa penutup wajahnya."Para pemuda kampung saling bersahutan."Mas, ada apa? Kok rami-ramai?" Isma keluar dari kamar dengan menggendong Tegar."Tenang, Dek. Kamu tetap di dalam. Aku akan keluar untuk mencari tahu.""Aku ikut, Mas. Aku takut jika nanti ada yang menerobos masuk.""Ya sudah, ayo! Kamu sama Mbak Diah saja."Aku membuka p

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    38

    Tegar terus saja menangis ketika kami ajak ke tempat pengejaran Mas Romi. Mungkin karena dia sedang capek dan ngantuk atau karena ikatan batin antara anak dan ayah biologisnya.Apa lagi ketika suara tembakan diluncurkan, uaranya kian melengking dan memekikkan telinga. Di samping itu, gendang pendengarannya pasti juga belum cukup kuat untuk menangkap gema yang menggelegar itu. Kami yang sebagai orang tua saja merasakan ketakutan di lokasi. Apa lagi Tegar yang masih sangat kecil.Aku dan istriku memutuskan untuk pulang dan pasrah dengan apapun yang akan terjadi. Yang terpenting, Tegar tidak kecapekaan dan bisa segera istirahat.***Dari infomasi polisi, Mas Romi dinyatakan tiada setelah masuk ke jurang yang cukup curam. Pasukannya sudah mencoba mencari dan menyisir sekitar, tapi keberadaan Mas Romi tidak ditemukan. Mereka berasumsi kalau masuk ke dalam jurang itu, tidak akan ada yang selamat. Kemungkinan Mas Romi dimakan atau dibawa hewan liar. Mengingat di bawang tebing adalah hutan

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    37

    "Aku enggak mau masuk penjara. Aku harus kabur," gumamku dalam hati.Mataku menyisir kesegala arah untuk menentukan ke mana aku harus berlari. Ini daerahku. Aku paham betul rintangan apa yang akan kudapatkan setelahnya. Ke arah barat jelas tidak mungkin. Karena di sana polisi menjagaku. Utara juga tidak mungkin. Ke sana jalan tembus ke kampong. Sama saja aku cari mati bila tertangkap warga. Selatan sungai yang luas. Aku tidak bisa berenang, jika polisi mengejarku. Sedangkan timur tebing. Lebih baik aku ke timur saja. Kuyakin aku akan selamat dan dikira mati karena medannya yang cukup dalam dan curam."Woi! Sudah atau belum? Jangan mencoba untuk kabur ya!" hardik pria berseragam yang berdiri di belakangku dengan jarak sekitar dua meter tersebut. Aku memintanya membalik badan dengan alasan kalau buang air kecil dilihatin enggak bisa keluar. Untung saja dia mengikuti keinginanku. "Tunggu sebentarlah, Pak. Aku sedang membuka celana. Bapak mau lihat?" selorohku dengan sengaja."Buruan!"

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    36

    Tak berapa lama kemudian aku dipanggil lagi. Kali ini aku semakin dibuat terkejut oleh dokter terkait perkembangan kondisi Emak."Begini bapak, mengingat kondisi ibunya yang tidak stabil dan cenderung menurun, kami mau meminta persetujuan lagi. Seandainya, kondisi jantung ibunya nanti melemah atau ..., maaf sebelumnya, berhenti. Kami akan melakukan pijat jantung. Apakah Bapak dan keluarga setuju? Karena terkadang ada keluarga yang tidak menyetujui sebab tidak tega.""Setuju, Dok. Bagaimanapun, semua itu bagian dari ikhtiar.""Baik, Pak. Tapi semua juga ada resikonya, karena umur Ibu yang sudah lebih dari empat puluh tahun, rawan sekali tulang rusuk didadanya akan patah. Jika diumur tiga puluhan masih okelah. Tulang masih kuat jika alat itu memompa seperti yang ada di TV."Seketika badanku lemas. Ya Allah, rasanya aku ingin sekali menggantikan posisi Emak. Aku membayangkan Emak menjerit kesakitan ketika tulangnya harus patah. Tanganku rasanya gemetar ketika memegang pulpen. Aku dilem

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    35

    Emak terus memutar roda itu sampai ke tepi jalan. Halaman yang belum terpasang pagar dan pintu gerbang dan sedikit menurun membuat kursi roda tersebut melesat dengan cepat. Aku dan Miko berusaha mengejarnya. Kami berteriak sekuat tenaga. Tapi, Emak terus saja melajukannya tanpa peduli dan menoleh padaku."Mak, tunggu, Mak! Awas, Mak!Bahaya." Rasanya otakku berhenti dalam sekejap. Aku tak bisa lagi berpikir positif. "Emak enggak mau orang-orang memasukkan Romi ke penjara. Emak enggak mau Romi menderita. Emak harus mencegahnya." Emak terus menyerukan kata itu. Bahkan sampai saat ini aku belum tahu kenapa Emak terus saja membela anak lelaki yang sering membuatnya malu."Mak ...! Awas ...!" Aku berteriak dengan begitu kencang. Tapi, laju truk dengan muatan berat tersebut sangat cepat menghantam tubuh Emak bersama kursi rodanya sampai terpental. Darah segar mengucur dari kepala, hidung, dan telinganya. Pun dengan kakinya banyak luka menganga di sana.Aku dan Miko tak lagi mengeluarkan

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    34

    Suara Isma membuat aku dan Dani berlari ke lantai dua. Di ruangan itu Isma mendekap Tegar yang sedang menangis sampai matanya merah."Kenapa dengan Tegar?" Aku tak sabar ingin mendengar penjelasan istriku."Ini tadi Tegar jatuh dari ranjang ketika aku ingin mencopot dan membersihkan kotoran Emak, Mas." Suara isma bergetar dan tergugu."Tapi, dia tidak apa-apa kan?" Aku mengambil alih gendongannya. "Lain kali hati-hati dong. Jangan sampai ini terulang lagi. Kasihan kamu, Nak." Kuelus rambutnya yang basah oleh keringat."Sekali lagi maafkan aku, Mas. Aku bingung. Soalnya Emak ngomel terus kalau tidak segera dibersihkan. Sedangkan Tegar ingin segera minum susu. Aku enggak sanggup merawat Tegar dan Emak sendirian, Mas." Lagi-lagi Isma menjerit dan meremas kepalanya yang tertutup hijab."Oh, jadi kamu menyalahkan aku? Kamu enggak ikhlas merawat aku? Ngomong dong dari awal. Kalau begitu, lebih baik aku tinggal di panti jompo saja. Di sana ada yang merawatku. Sekalian kalian menjadi anak dan

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status