Share

BAB 7

Author: Olin huy
last update Last Updated: 2023-03-08 11:59:30

"Sedang apa, Dek?" tanya Mas Ibas di seberang sana.

"Nyantai, Mas."

"Entah kenapa dari semalam perasaanku enggak enak. Bawaannya pengen segera pulang."

Aku menelan ludah dengan susah payah. Apa itu yang dinamakan ikatan batin? Disaat pasangannya ada masalah, dia akan ikut merasakannya.

"Enggak, Mas. Aku baik-baik saja." Aku berusaha tetap tegar meski dalamnya rapuh. Aku tidak mau membuat Mas Ibas khawatir.

***

Semakin hari aku merasa tak enak badan. Perut mual dan pengen yang aneh aneh. Dan setelah kusadari, ternyata aku terlambat datang bulan. Dan ... selama aku ditinggal merantau, aku tak lagi meminum pil KB. Ini memang salahku.

Kuremas perut ini karena tak ingin ada janin tumbuh di sana. Aku pergi periksa ke dokter dan aku dinyatakan hamil. Langit seakan runtuh. Aku tak sanggup menahan cobaan ini. 

Aku berusaha makan dan minum sesuatu yang bisa menghilangkannya. Tapi selalu gagal dan janinku dinyatakan baik-baik saja. Demi menutupi perut yang kian membesar, aku memakai pakaian yang longgar baik di dalam maupun di luar rumah. Semua orang mengira aku gemukan karena cuma makan tidur. Tapi, ada juga yang menduga aku hamil. 

Semakin hari pikiranku kalut. Apa lagi Mas Romi selalu datang ke rumah bersama Emak. Ingin sekali aku bicara pada Emak, tapi aku yakin, dia tak akan percaya. Karena di mata Emak, Mas Romi adalah orang yang penyayang dan tidak mungkin menyakiti orang lain. 

"Jangan takut kalau hamil. Aku akan bertanggung jawab." Bisiknya ketika aku membuatkan segelas teh untuk Emak di dapur."

"Lebih baik aku mati dari pada menikah denganmu." Rahangku mengeras dengan gigi yang rapat.

"Jangan coba-coba melapor polisi. Karena tak guna. Tak ada saksi atau barang bukti yanng kuat. Yang ada aku akan membalikkan fakta, jika kamu yang mengajakku ke rumahmu dan kamu memintaku menidurimu karena kamu kesepian. Semua orang akan percaya dan kita akan di arak kampung karena berzina." Tatapannya tajam padaku. Lalu keluar menemui Ibu dengan sikap ramahnya.

Sungguh, aku tak bisa menjalani ini sendirian.  Aku tidak tahu apa yang akan kukatakan pada Mas Ibas jika dia pulang nanti.

***

Waktu terus berjalan dan Mas Ibas kembali ke rumah. Dia pasti kaget melihat bentuk tubuhku yang berbeda. Awalnya dia percaya kalau ini adalah timbunan lemak. Tapi, akhirnya dia curiga dan membawaku periksa ke dokter. Aku pasrah dan menurut apa maunya. Aku sudah siap dengan apapun yang akan terjadi pada akhirnya.

Setelah dokter menyampaikan kalau aku berbadan dua, Mas Ibas naik pitam. Dia marah, murka, sampai barang-barang yang ada di rumah berantakan akibat ulahnya. Aku hanya bisa merunduk, menangis, karena sudah membuatnya kecewa. Aku tidak bisa jaga diri.

Sampai dia mengambil benda tajam di dapur dan hampir melayangkan benda itu ke arahku. Aku pasrah, jika memang akhir hidupku harus di tangan suamiku. Tapi ternyata, perbuatan itu urung dilakukannya. 

Apa lagi ketika aku memberi tahu jika janin ini ada karena Mas Romi, dia kian murka dan melabrak ke rumah kakaknya. 

Aku dijemput Miko untuk memberikan kejelasan di rumah Emak. Ketika duduk di kursi kayu itu, badanku terasa panas meski suasana sedang dingin.

Aku menceritakan apa yang terjadi. Tapi sepertinya tidak ada yang mau percaya padaku. Meski Mas Romi mengakuinya, tetap saja Mas Ibas masih ragu. 

Yang aku takutkan, Mas Ibas akan mengira aku telah berselingkuh pada kakaknya. Dan aku dianggap mengarang cerita. Apalagi Mas Romi terang-terangan bilang, kalau dia menyukaiku.

Setelah sidang itu, aku masih serumah dengan Mas Ibas. Dia masih memberiku nafkan lahir. Tapi tidak untuk nafkah lahir. Dia cuek dan mendiamkanku seolah aku tak ada. 

Dia lebih sering berada di luar rumah tanpa aku tahu apa kegiatannya. Setiap kutanya, jawabnya hanya ingin sendiri. Mungkin, dia jijik menyentuhku karena aku telah dijamah pria lain. Aku bisa memakluminya. 

Tapi, semakin perut ini membesar aku semakin tersiksa. Suamiku tak peduli padaku meski kami seatap. Isi rahimku bukan yang aku harapkan. Lalu, apa tujuan hidupku saat ini? Impian membina rumah tangga SAMARA tinggal mimpi.

Tanpa sepengetahuan Mas Ibas, aku meminum obat pelemah kandungan. Hingga aku merasakan kontraksi yang sangat hebat sampai tak bisa menahannya. Aku dibawa ke dokter dan lagi-lagi tidak ada masalah. Janinku masih aman. Ini menjadi kabar yang menyenangkan bagi wanita yang mengidamkan seorang anak. Tapi, apa yang kualami ini menjadikan diriku semakin prustasi. Yang ada di dalam otakku hanya ingin mengakhiri kesedihan.

Aku tidak mengerti dengan sikap Mas Ibas. Dia cuek, tapi juga peduli dengan keadaanku.

Kali ini saja dia acuh dan tak menyentuhku. Lalu, setelah bayi lahir, pasti dia meninggalkanku. Jadi untuk apa aku bertahan hidup? Jika aku harus berpisah dengan orang yang kucintai dengan cara yang bukan karena kesalahanku.

Mas Romi dan Emak datang ke rumah saat aku pulang dari klinik. Tapi, kudengar dengan lantang Mas Ibas mengusirnya. Aku lega karena tak harus melihat wajah lelaki brengsek itu. Lalu, jika bayi ini lahir, apa aku bisa menerimanya? Melihatnya akan membuat bayangan malam itu akan terus tengiang.

Emak menyambangiku ke kamar. Dia menanyakan keadaanku dan aku hanya menjawab sesuai yang ada di otakku. Bahwa aku sudah tak kuat hidup lagi. Dia memelukku layaknya anak sendiri.

"Nak, bayimu enggak berdosa. Jangan kamu sakiti dirinya." Emak mengelus rambutku.

"Dia akan lahir menjadi anak haram. Jadi, lebih baik kuhabisi sebelum dia melihat dunia yang kejam ini. Dari pada di dunia nantinya menanggung malu seperti ibunya." Aku masih dalam posisi melihat lurus ke depan.

"Jangan bicara seperti itu, Isma. Romi pasti bertanggung jawab dan menikahimu. Emak tahu dia menyukaimu. Emak sering melihat Romi melamun di kamarnya dengan memandangi fotomu. Emak enggak tega melihatnya," Emak menunduk.

"Lalu, Emak tega melihat keluargaku berantakan?" Aku menoleh Emak yang masih menunduk.

"Apapun alasannya, tindakan Mas Romi salah, Mak. Seseorang yang sudah menjamah istri orang lain, lebih berharga dari hewan." Mas Ibas masuk ke kamar. .

"Aku enggak akan menceraikan Isma, Mak. Aku aku membalas sakit hatiku pada Mas Romi.  Supaya dia tahu, jika barang milik orang lain yang dicuri itu bisa saja kembali pada pemiliknya. Meski aku belum tahu bisa menerima Isma seutuhnya atau tidak nantinya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
romi durjana ,seenak nya aja mau sm istri adik nya ,laki2 jalang bejat moral nya ,ga tau diri .
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    39

    Hari ini aku memutuskan untuk bermalam di rumah lama supaya bisa tahu siapa yang sering masuk tanpa sepengetahuanku. Miko dan teman-temannya siaga di rumah Mbak Diah agar jika ada apa-apa cepat teratasi.Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Tapi belum juga ada tanda-tanda seseorang yang mengacau. Isma sudah tidur di kamar. Sementara aku duduk di ruang tamu. ***"He, siapa kamu?!" Suara itu berhasil mengagetkanku. Kulihat jam di ponsel menunjukkan pukul dua dini hari. "Buka penutup wajahmu! Jangan jadi pecundang. Aku tahu, kamu pasti sekongkol dengan Romi. Kalau tidak, kamu tak akan mengendap-endap di sini." "Hajar saja. Kelamaan. Kita buka paksa penutup wajahnya."Para pemuda kampung saling bersahutan."Mas, ada apa? Kok rami-ramai?" Isma keluar dari kamar dengan menggendong Tegar."Tenang, Dek. Kamu tetap di dalam. Aku akan keluar untuk mencari tahu.""Aku ikut, Mas. Aku takut jika nanti ada yang menerobos masuk.""Ya sudah, ayo! Kamu sama Mbak Diah saja."Aku membuka p

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    38

    Tegar terus saja menangis ketika kami ajak ke tempat pengejaran Mas Romi. Mungkin karena dia sedang capek dan ngantuk atau karena ikatan batin antara anak dan ayah biologisnya.Apa lagi ketika suara tembakan diluncurkan, uaranya kian melengking dan memekikkan telinga. Di samping itu, gendang pendengarannya pasti juga belum cukup kuat untuk menangkap gema yang menggelegar itu. Kami yang sebagai orang tua saja merasakan ketakutan di lokasi. Apa lagi Tegar yang masih sangat kecil.Aku dan istriku memutuskan untuk pulang dan pasrah dengan apapun yang akan terjadi. Yang terpenting, Tegar tidak kecapekaan dan bisa segera istirahat.***Dari infomasi polisi, Mas Romi dinyatakan tiada setelah masuk ke jurang yang cukup curam. Pasukannya sudah mencoba mencari dan menyisir sekitar, tapi keberadaan Mas Romi tidak ditemukan. Mereka berasumsi kalau masuk ke dalam jurang itu, tidak akan ada yang selamat. Kemungkinan Mas Romi dimakan atau dibawa hewan liar. Mengingat di bawang tebing adalah hutan

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    37

    "Aku enggak mau masuk penjara. Aku harus kabur," gumamku dalam hati.Mataku menyisir kesegala arah untuk menentukan ke mana aku harus berlari. Ini daerahku. Aku paham betul rintangan apa yang akan kudapatkan setelahnya. Ke arah barat jelas tidak mungkin. Karena di sana polisi menjagaku. Utara juga tidak mungkin. Ke sana jalan tembus ke kampong. Sama saja aku cari mati bila tertangkap warga. Selatan sungai yang luas. Aku tidak bisa berenang, jika polisi mengejarku. Sedangkan timur tebing. Lebih baik aku ke timur saja. Kuyakin aku akan selamat dan dikira mati karena medannya yang cukup dalam dan curam."Woi! Sudah atau belum? Jangan mencoba untuk kabur ya!" hardik pria berseragam yang berdiri di belakangku dengan jarak sekitar dua meter tersebut. Aku memintanya membalik badan dengan alasan kalau buang air kecil dilihatin enggak bisa keluar. Untung saja dia mengikuti keinginanku. "Tunggu sebentarlah, Pak. Aku sedang membuka celana. Bapak mau lihat?" selorohku dengan sengaja."Buruan!"

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    36

    Tak berapa lama kemudian aku dipanggil lagi. Kali ini aku semakin dibuat terkejut oleh dokter terkait perkembangan kondisi Emak."Begini bapak, mengingat kondisi ibunya yang tidak stabil dan cenderung menurun, kami mau meminta persetujuan lagi. Seandainya, kondisi jantung ibunya nanti melemah atau ..., maaf sebelumnya, berhenti. Kami akan melakukan pijat jantung. Apakah Bapak dan keluarga setuju? Karena terkadang ada keluarga yang tidak menyetujui sebab tidak tega.""Setuju, Dok. Bagaimanapun, semua itu bagian dari ikhtiar.""Baik, Pak. Tapi semua juga ada resikonya, karena umur Ibu yang sudah lebih dari empat puluh tahun, rawan sekali tulang rusuk didadanya akan patah. Jika diumur tiga puluhan masih okelah. Tulang masih kuat jika alat itu memompa seperti yang ada di TV."Seketika badanku lemas. Ya Allah, rasanya aku ingin sekali menggantikan posisi Emak. Aku membayangkan Emak menjerit kesakitan ketika tulangnya harus patah. Tanganku rasanya gemetar ketika memegang pulpen. Aku dilem

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    35

    Emak terus memutar roda itu sampai ke tepi jalan. Halaman yang belum terpasang pagar dan pintu gerbang dan sedikit menurun membuat kursi roda tersebut melesat dengan cepat. Aku dan Miko berusaha mengejarnya. Kami berteriak sekuat tenaga. Tapi, Emak terus saja melajukannya tanpa peduli dan menoleh padaku."Mak, tunggu, Mak! Awas, Mak!Bahaya." Rasanya otakku berhenti dalam sekejap. Aku tak bisa lagi berpikir positif. "Emak enggak mau orang-orang memasukkan Romi ke penjara. Emak enggak mau Romi menderita. Emak harus mencegahnya." Emak terus menyerukan kata itu. Bahkan sampai saat ini aku belum tahu kenapa Emak terus saja membela anak lelaki yang sering membuatnya malu."Mak ...! Awas ...!" Aku berteriak dengan begitu kencang. Tapi, laju truk dengan muatan berat tersebut sangat cepat menghantam tubuh Emak bersama kursi rodanya sampai terpental. Darah segar mengucur dari kepala, hidung, dan telinganya. Pun dengan kakinya banyak luka menganga di sana.Aku dan Miko tak lagi mengeluarkan

  • JANIN SIAPA DI RAHIMMU, DEK?    34

    Suara Isma membuat aku dan Dani berlari ke lantai dua. Di ruangan itu Isma mendekap Tegar yang sedang menangis sampai matanya merah."Kenapa dengan Tegar?" Aku tak sabar ingin mendengar penjelasan istriku."Ini tadi Tegar jatuh dari ranjang ketika aku ingin mencopot dan membersihkan kotoran Emak, Mas." Suara isma bergetar dan tergugu."Tapi, dia tidak apa-apa kan?" Aku mengambil alih gendongannya. "Lain kali hati-hati dong. Jangan sampai ini terulang lagi. Kasihan kamu, Nak." Kuelus rambutnya yang basah oleh keringat."Sekali lagi maafkan aku, Mas. Aku bingung. Soalnya Emak ngomel terus kalau tidak segera dibersihkan. Sedangkan Tegar ingin segera minum susu. Aku enggak sanggup merawat Tegar dan Emak sendirian, Mas." Lagi-lagi Isma menjerit dan meremas kepalanya yang tertutup hijab."Oh, jadi kamu menyalahkan aku? Kamu enggak ikhlas merawat aku? Ngomong dong dari awal. Kalau begitu, lebih baik aku tinggal di panti jompo saja. Di sana ada yang merawatku. Sekalian kalian menjadi anak dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status