Share

JSO 5

last update Last Updated: 2024-04-19 11:20:21

“Baik, Pa. Papa apa kabar?“

“Sangat baik, Sayang. Sudah hampir setahun kita nggak ketemu dan sekarang kamu terlihat makin cantik,“ puji Damar kepada Clarisa. Gadis blesteran Indonesia-Itali yang tak lain adalah putri kandung Damar. “Bagaimana sekolahmu?“ lanjut Damar.

“Ceritanya nanti di rumah saja. Nenek sudah menunggu dan Papa tahu, 'kan? Nenek tidak akan berhenti mengomel kalau kita sampai terlambat pulang.“

“Baiklah, ayo kita pulang!“

Mereka berjalan berdampingan. Jika dilihat dari belakang mereka nampak seperti pasangan suami istri. Clarisa sekolah di Itali sejak SMA, ia ikut Mamanya di Itali dan akan pulang ke Indonesia satu tahun sekali untuk menemui Damar dan Aida neneknya.

Perjalanan dari Bandara ke rumah Damar hanya satu jam lebih sedikit. Rumah mewah dan besar itu dijaga oleh dua orang satpam di pintu gerbang. Mereka berdua menunduk saat mobil Damar masuk. Clarisa melambaikan tangan, sementara Damar hanya menganggukan kepala.

“Nenek, kami pulaaang!“ teriak Clarisa begitu pintu rumah dibuka.

Seorang wanita tua yang cantik keluar dari ruang tengah. “Hey, Sayang. Mana papamu?“ tanya Aida.

“Itu!“ tunjuk Clarisa. Damar yang masih berada di belakang segera mendekat, mencium tangan Aida, lalu memeluknya erat.

Mereka langsung menuju meja makan. Menikmati banyak menu masakan jawa sambil bercerita tentang satu tahun yang telah mereka lewati.

“Setalah makan kalian istirahatlah. Kalian pasti capek.“

“Saya ada sedikit urusan di Jogja, Bu. Jadi saya mau keluar sekarang biar nggak terlambat,“ ucap Damar seraya melirik jam tangannya.

“Apa nggak bisa ditunda besok? Kamu baru saja datang, masak mau pergi lagi,“ sahut Aida pelan.

“Saya sudah janjian, Bu. Cuma sebentar. Sebelum jam tujuh malam nanti, semoga sudah sampai rumah. Oiya, aku pergi naik motor saja. Biar nggak kena macet.“

“Paaa, Clarisa boleh ikut?“

“Kali ini tidak! Papa perginya naik motor, besok Papa ajak kamu jalan-jalan.“

“Yaaa, Papa. Clarisa 'kan pengen naik motor.“

“No! Sekarang kamu istirahat, besok kita jalan-jalan.“

Damar gegas keluar. Sudah jam dua lebih. Ia bahkan belum sempat membuka ponsel untuk mengabari Ratih kalau dirinya sudah tiba di Yogyakarta. “Ah, nanti saja kalau sudah sampai di pasar Beringharjo,“ lirih Damar sambil menyalakan motor kesayangan, yang selalu ia pakai setiap kali pulang ke Solo.

Hampir jam empat sore, Damar sudah sampai di pasar. Ia membuka ponsel dan membaca pesan terakhir Ratih. Dua menit sebelum ia naik pesawat. Damar menekan nada panggil, tetapi telepon Ratih tidak diangkat. Mungkin ia masih sibuk di toko. Karena sebentar lagi jam pulang.

[Share lok, ya. Aku sudah sampai pasar.] Damar menunggu di kedai angkringan di depan pasar.

***

Sementara di toko, Ratih tengah gusar. Beberapa kali panggilan telepon dari Damar ia abaikan. Sampai ada bunyi notifikasi pesan, Ratih hanya memegang ponselnya, ia berjalan hilir mudik kebingungan.

“Sudah temui saja. Kamu orang baik, Ratih. Kamu pasti bertemu dengan orang yang baik-baik juga.“

“Tapi aku masih takut kalau ....“ Ratih membuang napas kasar.

“Aku temani sampai dia datang. Nanti setelah lihat orangnya kamu masih tetap tidak yakin, kamu tinggal cari alasan untuk tidak melanjutkan pertemuan itu. Aku akan mengantarmu pulang. Sudah, cepat! Aku ada arisan.“

Ratih hanya mengangguk, ia mengambil ponsel lalu mengirimkan lokasi kepada Damar.

[Baik, aku segera meluncur.] Jawaban singkat Damar membuat keringat di tubuh Ratih keluar. Untuk mengurangi rasa cemas, ia segera membantu Mirna menutup toko.

Sebuah motor ninja berwarna merah hitam berhenti di depan toko. Ratih dan Mirna saling melempar pandang.

“Mungkin dia, Tih,“ bisik Mirna. Ratih hanya mengangguk. Ratih pernah melihat motor itu dibuat story w******p oleh Damar, jadi Ratih yakin kalau orang itu adalah Damar.

Damar membuka helm, turun dari motor, lalu berjalan mendekati Ratih dan Mirna yang duduk di depan toko.

“MasyaAllah, ganteng banget, Tih. Kamu nemu pangeran di mana?“ bisik Mirna sambil menarik-narik kaos Ratih. Ratih tidak menjawab. Perasaannya sudah semakin tak karuan. Damar yang ia lihat sekarang jauh lebih tampan dari Damar yang di foto.

“Ratih?“ sapa Damar mengulurkan tangan. Dengan gemetar, Ratih mengangguk sambil menerima uluran tangan itu.

Ratih seperti salah tingkah. Semua foto yang dikirimkan ke Damar selama ini adalah efek filter dan pencahayaan dari ponsel. Sekarang saat melihat wajah Ratih yang asli mungkin Damar akan kecewa dan langsung pergi meninggalkannya.

“Apa kabar?“ Pertanyaan Damar membuyarkan rasa cemas Ratih. Ia kembali tersadar dari lamunannya.

“Ba-baik,“ jawab Ratih gugup. Damar mengulas senyum. “Kenalkan, ini Mirna temanku.“ Mirna mengulurkan tangannya, Damar menyambutnya tanpa melepas senyum.

“Kita langsung mau jalan? Atau ...?“ tanya Damar menggantung.

“Ratih, Mas Damar, saya mau permisi dulu. Sudah ditunggu.“ Mirna menepuk bahu Ratih lalu berjalan cepat menuju motornya.

“Mir ... Mirna, sebentar!“ Panggilan Ratih hanya mendapatkan lambaian tangan dari Mirna.

“Kamu kenapa? Masih takut sama aku?“ tanya Damar menangkap kegugupan Ratih.

“Ehm enggak, aku nggakpapa.“

“Ya sudah. Kita mau ke mana? Atau kalau kamu takut, kita ke rumahmu saja!“

“Eh, jangan. Rea dan Kinar pasti terkejut melihat kamu.“

“Baiklah, kita cari makan saja. Kamu pasti belum makan, 'kan?“

“Sudah tadi siang," jawab Ratih singkat. Padahal Ratih berbohong, pekerjaan toko yang banyak membuatnya melewatkan makan siang.

“Makan sore 'kan belum? Kalau kamu nggak mau makan, temani aku makan. Kamu bisa pesan kopi atau teh atau apa pun yang kamu mau.“

Damar berjalan duluan, Ratih di belakang berjalan pelan. Kakinya masih sedikit pincang.

“Kakimu kenapa?“ tanya Damar begitu melihat Ratih menyeret langkahnya.

“Jatuh kemarin. Tapi ini sudah lebih baik, kok.“

“Apa perlu kita ke Dokter?“

“Nggak usah, sudah bisa buat jalan jauh.“

Damar menatap Ratih dari ujung kepala hingga ujung kaki. Perempuan yang ia kenal lima bulan lalu itu memang tidak secantik apa yang dilihatnya saat bertukar foto. Namun, entah kenapa ada sesuatu yang menarik dari dalam diri Ratih yang membuat Damar menginginkan Ratih lebih dan lebih.

“Ayo, naiklah!“

Ratih menurut, entah kenapa kini ia yakin kalau Damar bukan orang jahat. Ia naik motor Damar, menembus jalanan kota Yogyakarta yang mulai basah oleh gerimis.

Damar berjalan semakin jauh, dan kini Ratih mulai merasa cemas. Bukankah tadi Damar berkata hanya ingin mengajaknya makan? Banyak rumah makan di sekitar pasar, tetapi Damar justru membawanya jauh ke pinggir kota. Tentu saja dengan kecepatan motor yang di atas rata-rata.

Ratih mulai takut, ia mencoba menepuk bahu Damar sambil bertanya mereka mau ke mana. Namun, Damar tak menjawab, ia terus membawa motornya hingga perbatasan Yogyakarta dan Solo.

“Mas Damar, turunkan aku. Kumohon!“ teriak Ratih sambil menarik jaket kulit yang Damar pakai.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 45 (tamat)

    Damar langsung menuju kamar tempat Ratih dirawat, ia belum bisa berlari. Namun, Damar berusaha berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Ratih. Sampai di depan kamar Ratih, Damar menarik napas panjang. Merasakan sedikit nyeri pada kakinya yang terluka. “Ratih kamu kenapa?“ ucap Damar begitu melihat istrinya terbaring lemah di ranjang. Kinar, Rea dan Bu Tutik mendekat, menyalami Damar. “Maaf, Mas ....“ “Maaf untuk apa? Apa yang terjadi sampai kamu dibawa ke sini? Apa sakit kepalamu kambuh lagi?“ tanya Damar cemas. Ratih malah menitikkan air mata. “Aku nggak bisa menyelematkan anak kita.“ Kini Ratih terisak. Damar yang terlihat bingung, hanya bisa memeluk Ratih sambil berpikir tentang apa yang terjadi. “Maaf, Mas Damar. Saya lancang menandatangi surat operasi pengangkatan janin tanpa minta persetujuan dari Mas Damar lebih dulu. Karena kondisi darurat dan kondisi Mbak Ratih yang semakin memburuk.“ Bu Tutik mencoba menerangkan apa yang baru saja terjadi. “Kamu mengandung, Ratih

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 44

    6 bulan berlalu, Damar sudah bisa jalan hanya dengan menggunakan tongkat, bahkan sesekali ia berjalan tanpa tongkat. Kinar duduk di bangku kelas delapan dan Rea sudah kelas enam. “Ratih, tadi pemilik perusahaan video call denganku, beliau ....““Kenapa, Mas?““Aku sudah harus balik ke Kalimantan. Bekerja lewat online memang tidak bisa maksimal. Hendri harus bolak-balik ke sini dan itu membuat pekerjaan kantor keteteran.““Mas Damar menetap di sana?“ Ratih yang semula berdiri di dekat meja makan, kini sudah duduk di sebelah Damar di ruang keluarga. “Bukan menetap, tetapi lebih sering di sana daripada di rumah. Sabtu Minggu aku di rumah.““Apa Mas Damar nggak capek? Dengan kondisi Mas yang belum sehat betul?“ tanya Ratih khawatir, tetapi Damar menggeleng. “Sudah menjadi tanggung jawabku, Ratih. Toh, bandara tidak begitu jauh dari sini. Namun, ada satu janji yang belum aku tunaikan.““Apa itu, Mas?“ Ratih mengerutkan keningnya. “Aku ingin mengajak kamu dan anak-anak liburan ke luar n

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 43

    Sebuah mobil mewah berwarna silver berhenti di halaman rumah Ratih. Perempuan tua yang masih cantik dan modis itu keluar dari mobil. Beliau mengamati sekeliling rumah Ratih.Halaman rumahnya kecil dan tidak berpagar meski tertata rapi dan cantik. Teras rumah minimalis, hanya ada satu kursi panjang dari bambu dan satu meja kecil. Meski kecil, Rumah Ratih terlihat baru dan paling bagus dari tetangga kiri dan kanannya. Suasana rumah sepi, Kinar dan Rea masih di sekolah, Ratih sedang menyetrika baju dan Damar sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ratih berlari ke depan saat mendengar suara pintu diketuk. Ia melihat Bu Dian sudah berdiri di sana--masih dengan wajah yang tidak ramah. Ratih mengulurkan tangan, lalu menyuruh Bu Dian dan sopirnya masuk. “Kok, sepi?“ tanya Bu Dian tanpa basa-basi. “Iya, anak-anak masih sekolah, belum pulang. Saya panggilkan Mas Damar sebentar.“ Ratih gegas masuk ke kamar, memberitahu Damar kalau Bu Dian sudah datang, lalu mendorong Damar dengan kursi rodanya ke

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 42

    Damar pulang ke rumah Ratih. Kepulangan Damar disambut gembira oleh Rea dan Kinar. Kinar tidak menyangka kalau Damar akan memilih pulang ke rumah mereka daripada pulang ke Solo. Kinar semakin yakin bahwa Damar adalah sosok Bapak yang benar-benar ia rindukan selama ini. Ratih membantu Damar pindah dari kursi roda ke ranjang. Meski dengan susah payah, ia berhasil memindahkan Damar. “Maaf kalau aku berat dan menyusahkanmu!““Ini sudah tugasku, Mas. Kamu nggak usah minta maaf,“ jawab Ratih. “Aku akan belajar menggeser tubuhku sendiri, biar tidak memberatkanmu!““Jangan tergesa-gesa, biarkan kondisi Mas Damar membaik dulu. Minum obat, makan yang banyak, biar lekas sembuh!“ Damar mengusap lengan Ratih yang duduk di sampingnya. “Aku pengen makan sayur lodeh, boleh?““Baik, nanti aku masak lodeh buat Mas Damar. Mau apa lagi?“ tanya Ratih. “Cuma itu, sekarang aku mau telpon Hendri dulu. Ada dokumen yang harus aku tanda tangani. Aku mau minta dikirim lewat email saja.““Apa nggak istiraha

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 41

    Ratih bangun kesiangan. Semalam, berkali-kali ia terbangun karena sakit kepala. Sampai hampir subuh ia baru bisa tidur. Ratih melihat isi kulkas yang hampir kosong, ia berniat belanja dulu ke warung Pak Joni di ujung gang, memasak baru berangkat ke rumah sakit. Usai belanja Ratih memasak beberapa jenis makanan. Siapa tahu, Clarisa dan Bu Dian ingin makan masakannya. Tak lupa Ratih membeli jajan pasar untuk camilan Damar di siang hari nanti. Jam sepuluh semua selesai. Kinar dan Rea sudah makan, Ratih juga menyempatkan diri untuk sarapan. Ia tidak mau sakit kepalanya kambuh lagi dan membuat Damar khawatir. “Buk, nanti Aldo izin main ke sini apakah boleh?“ tanya Kinar saat Ratih sudah bersiap di atas motornya. “Asal ada Bu Tutik di rumah, boleh saja. Tapi kalau cuma kalian berdua, Ibuk nggak kasih izin.““Iya, Kinar ngerti. Itu Bu Tutik sudah datang!“ Kinar menunjuk Bu Tutik yang berjalan ke arah mereka. “Maaf, Mbak, baru bisa ke sini. Tadi bantuin Bu Sinta bersih-bersih rumah,“ uca

  • JATAH SUAMI ONLINE   JSO 40

    “Horeee, Ibuk pulang!“ seru Rea saat melihat Ratih memarkir motornya di halaman. “Kok, Mbak Ratih sudah pulang, bukannya hari ini Mas Damar operasi? Mas Damar sama siapa, Mbak? Bagaimana keadaannya?““Alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar, Bu. Di sana ada Ibunya Mas Damar. Jadi, malam ini saya bisa tidur di rumah. Bu Tutik bisa istirahat dulu. Bu Tutik juga pasti capek jagain anak-anak.““Walaaah, enggak, Mbak. Lha wong anak-anaknya Mbak Ratih pinter-pinter dan mandiri, makan pun gampang, apa-apa mau. Saya seneng sama mereka, nurut nggak aneh-aneh.““Alhamdulillah, Bu. Terima kasih untuk bantuannya. Besok kalau sudah mau berangkat ke rumah sakit lagi, saya hubungi Bu Tutik.““Dengan senang hati, Mbak Ratih. Kapan saja Mbak Ratih butuh, saya siap bantu. Kalau begitu sekarang saya permisi dulu. Saya sudah masak untuk makan malam, Mbak. Sisa uang belanja masih saya bawa.““Iya, dibawa Bu Tutik dulu saja. Nanti saya tambahi, sekali lagi makasih, ya, Bu.““Sama-sama, Mbak Ratih,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status