Air mata hendak jatuh ketika mendengarnya mengatakan itu, namun aku tidak mau air mata itu sia-sia. Jadi, aku segera kembali menghapusnya dan tersenyum lebar.
"Jadi, siapa yang paling penting untuk Anda?" tanya pembawa acara lagi membuatku ikut menatap ke arah mereka.Jujur saja, aku juga sangat penasaran dengan jawabannya."Dia ibu dari anak-anakku," jawabnya cepat dan benar-benar tanpa perasaan.Tak pernah kusangka dan kuduga, ternyata dia adalah pria yang sangat kejam."Bukankah dia juga istri Anda? Jadi, sudah pasti kalau Anda sangat mencintainya bukan?"Aku menatap mereka semakin lekat dan memasang kedua telinga dengan sebaik-baiknya.Aku sungguh penasaran dengan setiap kata yang keluar dari bibirnya."Ya, dulu memang seperti itu. Namun sejak Tiara kembali, cinta itu langsung hilang. Lalu, aku pun sadar kalau ternyata selama ini aku mencintai istriku bukan cinta seperti pria dan wanita, namun cinta karena dia adalah ibu dari anak-anakku," jelasnya membuat napasku langsung tersengal.Dadaku terasa sakit, sangat sakit, seperti baru ditembak beberapa peluru."Kenapa baru kau katakan sekarang, Mas? Kenapa? Kenapa tidak kau katakan saja sejak dulu, ketika kau meminta restu orang tuaku? Kenapa baru sekarang di saat mereka sudah tidak ada? Kenapa harus sekarang?" jeritku dalam hati.Karena tubuhku hendak jatuh, Via segera membantuku. Namun, ada seseorang juga yang ikut membantu. Dia adalah seorang pria.Aku segera menepis tangan pria itu setelah bisa berdiri kembali dengan seimbang, lalu mengucapkan terima kasih karena dia sudah membantu di waktu yang tepat."Sama-sama. Saya tidak salah menilai, Anda adalah wanita yang cantik. Bahkan suara Anda juga sama-sama cantik," ucapnya ngaco.Kenapa aku bilang ngaco, karena dia bisa memberikan penilaian di saat aku memakai topeng yang menutupi seluruh wajah seperti ini.Aku mendekat ke arah Via yang tengah duduk di pojokan. Tepat di dekatnya, ada beberapa anggota keluarga Mas Rayan. Dari sini, aku bisa memperhatikan raut wajah mereka.Apa mereka benar-benar setuju dengan pernikahan ini tanpa mempedulikan perasaanku, atau malah sebaliknya.Karena apa, aku bukan wanita baik hati yang bersikap seolah tidak ada apa pun kalau memang nanti mereka bekerja sama. Mungkin saja aku akan pergi menjauh, bahkan memutuskan hubungan. Namun kalau mereka juga ternyata terpaksa, setidaknya aku masih bisa menjaga hubungan.Hanya dengan Mas Rayan aku akan menjaga jarak, namun aku juga tidak akan membuat anak-anak ikut menjauh. Mereka akan aku izinkan untuk bertemu dengan papanya kalau mereka mau. Aku tidak akan melibatkan anak-anak untuk masalah orang dewasa.Meski mereka menggunakan topeng, namun hanya wajah yang ditutupi, dan aku masih mengenali semuanya dengan jelas."Dia yang mendekat ke arah sini adalah istrinya," bisik Via membuatku melihat ke arah yang dia maksud.Seorang wanita bertubuh agak gemuk mendekat ke arah kami. Yah, dia memang cantik, namun sayang dia malah mau menikah dengan pria beristri. Sungguh miris."Ma, Pa, makan dulu! Aku dan Mas Rayan sudah menyiapkan semua yang terbaik untuk kalian," ucapnya ramah dan lembut."Dia memang suka sok baik seperti itu, namun aku tidak yakin dia tetap akan bersikap baik kalau nanti ikut ke rumah mertuaku. Aku yakin dia akan menunjukkan sisinya yang lain," bisik Via lagi membuatku tersenyum lebar.Ternyata dia benar-benar siluman rumah. Sepertinya aku harus memperhatikan ekspresi wajah mereka dengan cermat agar tidak salah menilai. Kalau mereka bersikap tak peduli, tandanya aku harus menjaga mereka ketika nanti wanita itu masuk ke rumah yang selama ini selalu menyambutku dan anak-anak dengan hangat.Meski nanti aku sudah tidak menjadi istri Mas Rayan, aku tidak akan mengalah dengan mudah, lalu menyerahkan ibu mertuaku begitu saja. Tidak akan pernah."Enggak napsu," jawab mama singkat dengan nada seolah jengkel."Ma, jangan begitu." Papa ikut bicara, lalu dia menatap menantu barunya dengan lembut. "Kami belum lapar, nanti kalau mau, kami juga akan langsung makan. Terima kasih atas tawarannya," tolak papa halus.Aku tersenyum senang.Dulu, tanpa aku minta, mereka langsung makan dengan lahap setelah aku dan Mas Rayan mengucapkan akad."Aku enggak punya menantu seperti dia, menantuku hanya Delisa," celetuk mama tiba-tiba membuatku hampir tersedak. "Kalau kalian mau mengakuinya, sana! Jangan ajak Mama karena sampai kapan pun Mama enggak akan mau.""Cukup! Papa juga enggak mau, namun kita tidak punya pilihan lain.""Aku juga, jadi beberapa saat ini kita harus pulang, lalu mampir di restoran kita," sahut adik pria bertubuh kekar yang berdiri tidak jauh di sampingku."Tentu saja. Kita makan besar hari ini," sahut yang lainnya.Tanpa sadar, aku menitikkan air mata. Ternyata mereka hanya menganggap aku sebagai menantunya dan tidak mau menerima orang lain lagi.MasyaAllah, aku benar-benar terharu.Akan tetapi, beberapa menit selanjutnya, aku dan Via dikejutkan oleh langkah seseorang yang mendekat ke arah kami. Dia adalah Mas Rayan. Untuk apa dia datang ke sini?"Aku meminta kalian datang ke sini untuk menikmati semuanya, kenapa malah memasang wajah seperti itu?" tanyanya kepada semua keluarga dengan wajah dingin.Ekspresi itu tidak pernah ditunjukkan padaku meski setelah sepuluh tahun pernikahan. Namun sekarang dia sudah punya istri yang baru, jadi aku tidak yakin dia masih bisa menjaga sikapnya."Mama tidak enak badan. Sejak tadi pagi juga sudah beberapa kali muntah," jawab papa sementara yang lain masih tetap diam.Mas Rayan langsung mendekat ke arah ibu yang sudah melahirkannya, lalu menempelkan tangan di keningnya. "Hangat, nanti aku minta dokter keluarga untuk datang," ucapnya penuh perhatian."Tidak perlu! Mama hanya cukup bertemu Delisa dan anak-anak, maka semuanya akan membaik," sentak mama marah.Raut wajah Mas Rayan kembali berubah dingin. "Jangan ucapkan di sini, Ma. Aku masih harus menjaga perasaan istriku.""Istri yang mana? Kalau memang kamu mau menyakiti perasaan Delisa dan anak-anakmu, ceraikan dia!" perintah mama membuatku dan Via membelalakkan mata."Aku tidak pernah menyakiti siapa pun!" Mas Rayan berucap tanpa rasa bersalah."Dengan menikah lagi, kamu sudah menyakiti mereka. Padahal, selama ini mereka tulus menyayangi kamu, terutama Delisa. Dia bahkan mau menerima masa lalu kita tanpa bertanya. Jadi, ceraikanlah agar dia bisa hidup bahagia," jawab mama cepat kembali menekankan kata cerai.Mas Rayan tersenyum menyeringai. "Tidak akan pernah!"Hah, ternyata pria ini adalah orang-orang yang sangat licik. Dia mau menggenggam kedua hati dalam hati tangannya dengan niat membuat keduanya tetap utuh, padahal tidak. Justru keduanya akan ikut hancur.Jadi, sebelum hal itu terjadi, aku akan menarik batasku dan mundur. Karena kita sudah berjuang bersama-sama dari nol, maka tidak ada yang lebih berhak atas semua yang kita punya selain anak-anak.Aku mendekat ke arah Via. "Tugas kita sudah selesai! Sekarang aku sudah tahu apa yang harus dilakukan setelah mengetahui semuanya. Kita tidak punya banyak waktu," bisikku dengan pandangan tetap ke depan.Via tidak mengatakan apa pun sampai kami tiba di mobil dan menjalankannya hingga ke rumah tempat Giska dan dokter anak itu berada."Bersiaplah, kita pulang sekarang!"Setelah mengucapkan itu kepada dokter dan Via, segera aku pergi ke kamar dan berganti pakaian. Tentu dengan topeng baru yang harus digunakan. Aku tidak ingin rencana yang sudah susah payah dibuat hancur karena keteledoranku.Ket
"Sedang makan sama Mama ... sama Abang ... Adek."Anak keduaku menjawab dengan jujur dan jangka waktu yang cukup lama, namun seperti biasa Mas Rayan selalu menunggu dengan sabar.Dulu, aku pun berpikir itu karena dia perhatian sama kami, sama sekali tidak pernah memikirkan yang aneh-aneh. Ternyata semuanya benar-benar tidak seperti yang aku duga.Aku mengartikan semua sikapnya merupakan bentuk perhatian, namun sebenarnya karena dia takut aku melakukan sesuatu yang membuat rencananya terbongkar. Lalu, aku dan anak-anak menjauh darinya."Dari tadi ngapain aja, Sayang?" Mas Rayan bertanya sampai ke intinya.Hah, aku sudah tahu kalau pada akhirnya inilah yang ingin dia tanyakan. Dia berusaha mencari tahu apa saja yang aku dan anak-anak lakukan seharian ini, apalagi tanpa pengawalan, supir atau pekerja yang berada di bawah pengawasannya."Kakak sama Abang, Ade, Mama, pergi ke rumah Tante Via. Kita main bersama di taman, lalu tidur. Ini bangun tidur kembali bermain," jelas anak itu membuat
Aku dan anak-anak pulang dengan sangat bahagia. Meski hati tengah terluka, aku berusaha untuk bersikap seperti biasa dan menikmati semua kekayaan yang bisa dinikmati.Bukankah sangat disayangkan kalau aku melewati semuanya hanya karena suamiku menikah lagi?Lucu sekali.Bersedih boleh, berkepanjangan jangan. Kejadian ini membuatku sadar kalau di dunia ini tidak ada sandaran yang abadi selain yang Mahakuasa. Cukup sandarkan semuanya pada-Nya, maka hati ini akan merasa tenang.Jika tidak, tentu akan seperti aku yang sekarang karena selalu bergantung kepada suami atau orang lain. Jadi, di saat orang yang kita percaya itu bertingkah, rasa sakit pun datang menggantikan kebahagiaan dan kenyamanan yang sebelumnya.Akan tetapi, jika sejak awal sudah kita gantungkan kepada yang Mahakuasa, hatiku tidak akan sesakit ini."Bell, mandikan anak-anak," pintaku pada tepat setelah anak-anak turun dari mobil.Para satpam dan semua pekerja langsung tertawa kecil ketika mendengar permintaanku. Mungkin m
"Hah, jadi Anda sedang mengancam saya? Atas dasar apa? Saya dan Anda tidak punya hubungan yang membuat saya harus patuh atau menjawab pertanyaan Anda dengan benar. Jadi, kenapa Anda malah mengucapkan kata-kata yang begitu menakutkan seperti itu?" cecar Via dengan suara yang mulai tegas membuatku kembali sadar dan mendekat ke arah ponsel.Untung saja aku sudah menyentuh pengeras suaranya. Jadi meski ponsel ada di bawah, aku masih bisa mendengar percakapan mereka. Setelah benda pipih ini ada di tangan, aku kembali mematikan pengeras suaranya dan berbaring di tempat tidur dengan kepala dan tubuh ditutupi selimut.Jangan sampai suara dari ponsel ini terdengar oleh orang-orang yang ada di luar. Ditambah aku sendiri tidak tahu siapa saja orang yang ditugaskan untuk memata-matai aku dan jumlahnya berapa.Jadi, aku harus berhati-hati agar semuanya tidak tampak mencurigakan. Meskipun aku benar-benar terkejut dengan sikap Mas Rayan yang berani menghalalkan segala cara, tetap saja aku tidak bol
Hah, ternyata dugaanku benar. Hanya aku yang tidak tahu apa-apa di sini. Teganya kalian berkhianat setelah apa yang kulakukan selama ini.Sepertinya aku harus merekrut beberapa orang lagi yang kesetiannya tidak diragukan lagi, karena aku benar-benar lelah kalau harus mengamati orang-orang ini sendiri.Setelah beberapa detik, tanpa sengaja aku melihat wajah Bella yang ketakutan. Aku pun mendekat padanya."Ah, Bu, ini tidak seperti yang Ibu duga," ucapnya panik seolah dia tahu apa yang ada di pikiranku. Padahal, dia tidak tahu apa-apa."Memangnya apa? Kenapa kamu mendadak panik seperti ini?" Aku menatapnya sambil memasang tampang heran dan mengamatinya.Ternyata dia terlihat lebih gugup dari yang aku duga. Yah, memang sudah seharusnya seperti itu. Siapa suruh dia menjadi pencuri di rumah tuannya sendiri. Padahal, aku selalu membela mereka kalau dimarahi Mas Rayan.Pantesan beberapa waktu ini aku tidak pernah melihat ataupun mendengar salah satu dari para pekerja dimarahi, ternyata suda
"Benar, kan, kau menguping?" Wanita itu kembali bertanya sambil mengacungkan telunjuknya ke arahku dan tatapannya benar-benar merendahkan. "Mereka memang pasangan yang serasi, namun aku sungguh tidak tahu kalau di mini market secuil ini pun masih bertemu dengan orang yang menjadi penggemar mereka. Seperti selalu mengikutinya ke mana pun," lanjutnya sambil memuji fisik, wajah, dan kekayaan mereka berulang-ulang.Hal itu sungguh tidak bisa membuatku menahan tawa, jadi aku tertawa kecil."Kenapa kau begitu? Apa kau tidak terima dengan apa yang baru saja aku katakan? Kenapa?" cecarnya tak terima. "Hah, padahal kau hanya tinggal duduk manis, sambil melihat keduanya dari jarak dekat. Mereka orang-orang baik, jadi tidak akan pernah melarangmu untuk melihatnya."Jadi dia pikir aku aku adalah penggemar mereka? Benar-benar di luar dugaan."Oh ya? Maaf, Anda siapa? Kenapa Anda begitu yakin kalau saya adalah penggemar mereka?" tanyaku mulai bersikap seperti biasa karena melihat pasangan itu sud
"Kalau bisa jangan hanya ditanyakan, Mas. Langsung beli saja kalau uangnya ada. Soalnya sayang, kapan lagi bisa beli kontrakan banyak pintu," lirihku meracuni.Setelah mengatakan itu, aku masuk ke dapur untuk membawa makanan kesukaannya."Wah, kapan buatnya?" tanyanya semringah."Tadi pagi. Bella dan yang lainnya juga tahu. Kebetulan tadi aku mau makan yang anget dan manis, terus bikin. Ini barusan sudah aku hangatkan di microwave." Aku mengambil satu potong dan menyuapinya.Seperti biasa dia makan dengan lahap tanpa mengatakan apa pun lagi. Kali ini giliran aku yang banyak bicara."Niatku ingin beli kontrakan agar nanti kita enak, Mas. Di masa tua akan terus menerima uang meski tidak bekerja, terus aku bisa membuat martabak cokelat ini tanpa harus bekerja panas-panasan di luar. Ditambah kalau atas nama anak, dia juga jadi belajar caranya mengelola keuangan," jelasku pelan, namun pasti.Mas Rayan mengangguk cepat. "Kamu benar. Hanya di depanmu aku berani mengatakan banyak makanan kes
Untuk menghilangkan segala kegelisahan tadi malam, kini aku memilih untuk menemui ibunya Via terlebih dahulu. Selama ini beliau selalu menjadi orang yang bijak dan membuatku lebih berani dalam menjalani hidup, aku rasa sekarang juga merupakan solusi yang tepat jika aku datang ke rumahnya.Yah, benar. Sebelum bertemu ustazah, alangkah baiknya aku memantapkan hati terlebih dahulu. Jadi, pagi menjelang siang aku kembali meminta Bella untuk memandikan anak-anak."Kamu dan yang lainnya tidak perlu ikut, ini adalah momen aku dan anak-anak sebelum nanti aku kembali disibukkan dengan kepulangan Bapak," pintaku padanya.Kali ini dia mengangguk cepat tanpa ragu, tidak seperti sebelum-sebelumnya. Mungkin sekarang dia sudah percaya bahwa aku tidak akan melakukan apa pun yang membuat Mas Rayan marah.Sejujurnya aku lebih benci diriku goyah seperti ini daripada langsung pergi meninggalkan semua kemewahan. Hanya saja kalau dirinya masih memiliki banyak uang, aku rasa dia akan bisa menemukan aku den