Share

Bab. 3

last update Last Updated: 2025-07-23 15:08:46

Gemuruh hujan diluar sana seolah bekerja sama meredam suara kesakitan dan juga kemarahan Alma.

“Sakit, Tuan. Kumohon hentikan!”

Jemari Alma bahkan menarik-narik rambut cepak lelaki tinggi besar ini, namun juragan Darsa kadung birahi. Sentuhan alkohol dalam darahnya membuatnya tak mampu membendung libido birahinya yang terlanjur terbakar.

“Enak, Alma.”

Lelaki ini merasakan nikmat luar biasa. Ia tahu saja Alma seorang janda, namun gerakannya di bawah sana sempat kesulitan sebelum batang besarnya benar-benar tenggelam dalam palung basah milik Alma.

Juragan Darsa terus bergerak. Gerakan pinggulnya yang cukup brutal menggambarkan bagaimana Alma tak mampu melawan kungkungan dahsyat lelaki ini.

Dingin yang membias dari ventilasi jendela kamar itu, seolah tak mampu meredam panasnya gairah terlarang yang juragan Darsa berikan pada Alma.

Sakit dan perih itu memang ada, tapi nikmat seks itu juga perlahan Alma rasakan. Ini sungguh jauh berbeda dengan pernikahan pertamanya bersama Dirman. Hampir saja ia terlena dengan nikmat terlarang ini. bahkan kedua tungkainya terangkat dan saling mengait sebentar di atas punggung juragan Darsa, Ketika lidah lelaki itu bermain liar di atas tubuhnya.

“Hentikan, Tuan!”

Alma sangat berharap bila Asha terbangun dan mengetuk pintu kamarnya, namun sepertinya sia-sia. Anak itu terlalu nyenyak. Dinginnya hawa yang menguar dari luar membuat Asha seolah memberikan kesempatan pada ayahnya untuk mendapatkan pengasuhnya malam ini.

Namun semua harapan Alma hanya sia-sia saja.

Juragan Darsa telah menguasainya. Apa yang bisa Alma lakukan selain berusaha memberontak. Meski pada akhirnya semua itu sia-sia saja. Sebab hujan di luar dan hunjaman juragan Darsa di tubuhnya telah membawanya pada tepian hasrat yang dirasanya sungguh memalukan.

Ia telah dinodai secara paksa, namun Alma juga basah pada akhirnya.

“Tidaaakkk!”

Lalu semuanya usai setelah lelaki bermata tajam itu menumpahkan cairan cintanya di taman yang Alma jaga selama ini. taman yang gersang cukup lama. Alma basah dan tanpa pengaman!

***

Pada akhirnya Lingga dan Alma memang harus berjalan di atas takdir mereka masing-masing. Kebaikan dan keburukan telah diukirkan karmanya, dan sekarang semua berjalan sesuai apa yang sudah dituliskan oleh semesta.

“Mana buah anggurnya, Mas?”

Suara Sarah meninggi, saat melihat Lingga pulang dari pekerjaannya sore itu tanpa membawa buah yang diinginkannya sejak semalam.

Usia kandungannya sudah memasuki tujuh bulan, pernikahan siri pun telah keduanya gelar secara tertutup. Orang tua Lingga tentu saja tak datang. Tak ada restu dari keluarga keduanya, sebab ini hanya pernikahan untuk menutup aib yang telah Sarah dan Lingga lakukan.

“Jalanilah pilihan hidupmu, tapi jangan pernah kau bawa wanita murahan itu ke rumah ini. dia tak pernah jadi menantu ibu!”

Kemaraha bu Wulan pada putranya sore itu sungguh tak terbendung. Beliau sangat kecewa atas apa yang telah Lingga lakukan pada Alma.

Berkali-kali bu Wulan coba menghubungi nomor mantan menantunya itu, tapi sepertinya Alma memang menutup jalan komunikasi, sebagai bentuk rasa sakit hatinya.

“Sabar dulu, Sar, aku belum gajian.”

Hujan di luar sana masih bergemuruh lebat, bahkan pakaian Lingga yang basah tak juga membuat Sarah beranjak dari duduknya untuk mengambilkan handuk.

Sungguh jauh berbeda dengan perlakuan Alma dulu.

Barulah sekarang rasa penyesalan itu hadir mengintip tipis-tipis di benak Lingga. Sebagaimana ia teganya pada Alma, tapi wanita sabar itu akan tetap melayaninya tanpa keluhan, termasuk saat uang bulanan yang ia berikan selalu pas-pasan.

“Belum gajian terus, aku ini hamil anak kamu lho, Mas. Ngerti dong. Kamu kalau merasa gajinya kurang, cari tambahan dong. Kamu kan, bisa ngojek kalau pulang kerja!”

Dengan mulut penuh roti, Sarah tak henti mengoceh dan mengomeli kekurangan dalam rumah tangga mereka yang baru beberapa bulan ini dibina.

Lingga memijit pelipisnya. Ia telah. Hatinya diguncang amarah, tapi lelaki tinggi ini tak mampu mengeluarkannya. Bahkan baru beberapa bulan saja menikah dengan selingkuhannya ini, Lingga tampak jauh lebih kurus. Bukan hanya bobot fisiknya yang merosot tapi juga performa kerjanya. Beberapa kali teguran bahkan ia terima langsung dari supervisor sales sebab melihat kinerjanya yang makin buruk.

Sudah dua bulan ini target penjualan di distributor tempatnya bekerja tak tercapai.

“Kalau bulan ini penjualan sirup kita tidak tercapai lagi, mohon maaf pak Lingga, jabatan anda harus kami turunkan jadi sales biasa.” Ucapan pak Rudi siang tadi sungguh semakin menambah mumet pikiran Lingga.

Entah mengapa, semakin hari rasanya orderan semakin sepi. Bahkan ia sudah menjalankan dua sales kanvas, tapi target penjualan tetap saja masih di bawah target yang ditentukan.

Belum lagi tuntutan Sarah yang seolah tak ada habisnya, dan bertambah beratlah beban hidup Lingga ketika wanita yang telah ia hamili saat masih menjadi suami Alma, mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai sales perumahan.

Alasan malu karna hamil di luar nikah membuatnya berhenti bekerja dan hanya menuntut semuanya pada Lingga.

“Sabar, Sarah.”

“Sabar sabar sabar! Itu aja yang kamu bilang terus. Pantes aja mantan kamu itu langsung pergi setelah kamu talak. Mungkin juga Alma itu muak dengan kemiskinan kamu ini, Mas!”

Sarah meraung marah lalu masuk ke dalam kamar dan membanting pintu berpelitur coklat itu sebelum kemudian menguncinya dari dalam meninggalkan Lingga dengan rasa muak dan lelahnya di luar sana.

Alma,

Ah, ia tiba-tiba mengingat mantan istrinya itu. Semua kenangan dengan Alma berputar di kepalanya. Bahkan saat ia dengan pongahnya membawa Sarah ke dalam rumah tangga mereka, mengingat bagaimana wajah terluka Alma tetap tenang lalu pergi menghilang sesuai keinginannya.

Lingga mengingat semua kenangan tentang Alma.

Senyumnya yang tenang. Tangan mungilnya yang selalu menyambut dengan segelas teh hangat saat ia pulang, meski dompetnya kosong. Alma tak pernah marah. Tak pernah menuntut. Mantan istrinya itu adalah rumah yang sekarang telah ia bakar sendiri dengan perzinahan dan pengkhianatan.

‘Ini karma,’ batinnya lirih.

Dulu ia tinggalkan wanita yang tulus demi syahwat sesaat. Kini ia terjebak bersama wanita yang hanya bisa mencaci dan menuntut.

Lingga terduduk dalam sunyi dan karma yang diam-diam merayap kearah takdirnya.

Ada sesuatu yang lebih mempengaruhi pikirannya dari omelan Sarah. Kata-kata ibunya sore tadi seolah menghentaknya dari ketaksadaran yang panjang.

“Baru tiga bulan menikah, tapi istri sirimu itu sudah hamil tujuh bulan. Ibu benar-benar kecewa sama kamu, Le. Bagaimana kalau anak yang dikandung Perempuan itu bukan darah dagingmu?”

Kemudian Lingga mulai menghitung-hitung. Sejak kapan ia berhubungan badan dengan Sarah. Dan beberapa kejanggalan yang ia lihat tak sengaja di dalam rumah ini.

Lelaki ini tergores amarah yang tak bisa ia utarakan sendiri.

**

Pagi mulai berkabut, tak ada lagi gerimis. Yang tersisa hanyalah dingin dan kabut yang menyelimuti rumah besar ini.

Pagi buta ini terasa sunyi, lebih sunyi dari biasanya. Tak ada suara Asha yang tak henti memanggil Alma. Tak ada suara jerangan air mendidih. Tak ada denting gelas yang beradu dengan sendok. Tak ada aroma teh dan gula.

Sepi, sunyi.

Pagi itu, hujan masih menyisakan sisa gerimis yang menempel di kaca jendela rumah Juragan Darsa. Aroma tanah basah bercampur dengan dingin yang menusuk tulang. Namun bukan cuaca yang membuat lelaki ini gelisah, melainkan ranjang kosong yang baru saja ia bangunkan.

“Alma?”

Ia teringat wanita itu. Bahkan lihatlah, ia terbangun bukan di kamar besarnya, melainkan ia terbangun di kamar pembantu yang meninggalkan aroma khas. Seprei kusut, aroma sisa cairan yang tumpahkan semalam di atas kain putih itu menyadarkannya bila semalam ia terlalu brutal pada Alma yang mungkin sudah lama tak melakukan hubungan seks.

Darsa memanggil pelan, suaranya tercekat. Matanya menyapu seluruh kamar, namun yang tersisa hanya bantal yang masih meninggalkan lekuk wajah Alma. Aroma tubuh wanita itu samar masih tertinggal di sprei putih yang kusut, saksi bisu dari malam kelam yang semestinya tak pernah terjadi.

Jantung lelaki ini berdegup tak karuan.

Ia melangkah cepat menuju dapur, ruang tamu, bahkan menyibak tirai kamar Asha dengan gemetar.

Tak ada Alma. Tak ada bayangannya.

“Alma!” panggilnya sekali lagi, lebih lantang, namun hanya gema dari kehampaan yang menjawab.

Peluh dingin membasahi pelipisnya, meski pagi masih menggigil. Jantungnya mulai dihantui rasa bersalah yang memukul bertubi-tubi. Ia menyesal. Tuhan, ia benar-benar menyesal. Tapi kini semuanya telah terlambat.

Alma pergi. Ya, mungkin Alma kabur. Mungkin saja melaporkan perbuatannya pada polisi.

Ah, kalau itu bisa di atur. Tapi Alma, bagaimana sekarang ia. Bagaimana kalau Asha bertanya dan mencari Perempuan yang dipanggilnya bunda Alma.

Alma benar-benar pergi. Tanpa pesan. Tanpa jejak. Yang tertinggal hanyalah kekosongan di rumah yang semalam begitu gaduh oleh desahan birahi lelaki ini , tangisan dan jeritan Alma yang tak didengar siapa pun kecuali langit tak henti mencurhakan hujannya.

Juragan Darsa meraih ponsel. Ia coba menghubungi Alma, namun ponsel wanita itu tak aktif. Lelaki ini dikejar rasa bersalah. Wanita itu sudah terluka, lalu semalam ia semakin membuat luka itu menganga dan berdarah lagi.

Juragan Darsa tertunduk lemas sebelum kembali panik saat putrinya masuk ke dapur sambil merengek mencari Alma.

“Papa, bunda Alma Dimana?”

“Bunda Alma …”

“Mana, Pa? Asha mau bunda Alma buatkan sarapan.”

Lalu bagaimana sekarang. Alma benar-benar pergi. Entah Dimana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JERAT CINTA JURAGAN TUA   Bab. 3

    Gemuruh hujan diluar sana seolah bekerja sama meredam suara kesakitan dan juga kemarahan Alma.“Sakit, Tuan. Kumohon hentikan!”Jemari Alma bahkan menarik-narik rambut cepak lelaki tinggi besar ini, namun juragan Darsa kadung birahi. Sentuhan alkohol dalam darahnya membuatnya tak mampu membendung libido birahinya yang terlanjur terbakar.“Enak, Alma.”Lelaki ini merasakan nikmat luar biasa. Ia tahu saja Alma seorang janda, namun gerakannya di bawah sana sempat kesulitan sebelum batang besarnya benar-benar tenggelam dalam palung basah milik Alma.Juragan Darsa terus bergerak. Gerakan pinggulnya yang cukup brutal menggambarkan bagaimana Alma tak mampu melawan kungkungan dahsyat lelaki ini.Dingin yang membias dari ventilasi jendela kamar itu, seolah tak mampu meredam panasnya gairah terlarang yang juragan Darsa berikan pada Alma.Sakit dan perih itu memang ada, tapi nikmat seks itu juga perlahan Alma rasakan. Ini sungguh jauh berbeda dengan pernikahan pertamanya bersama Dirman. Hampir s

  • JERAT CINTA JURAGAN TUA   Bab. 2

    Hujan mengguyur deras malam itu. Angin menampar jendela-jendela tua rumah besar milik Juragan Darsa. Suara gemuruhnya menelan malam dalam kebisuan mencekam. Di balik bilik dapur yang remang, Alma masih membereskan piring kotor. Tubuhnya yang ramping dibalut daster panjang sederhana, rambutnya dijepit rapi, menyisakan poni yang sedikit melengkung di keningnya. Wajahnya ayu, teduh—terlampau ayu untuk seorang janda muda yang bekerja sebagai pembantu. Meski lelah jelas tergambar di wajahnya. Namun ayunya juga terukir tegas.Langit mulai menggantungkan mendungnya sejak siang. Awan kelabu berkumpul, menciptakan nuansa murung yang menggantung di seluruh penjuru rumah Darsa Wijaya.Alma berdiri di dapur, menatap jendela yang mulai dihiasi tetes air hujan. Di luar sana, pohon-pohon bergoyang pelan diterpa angin. Aroma tanah basah menyusup masuk lewat celah-celah kusen kayu.Tangannya sibuk mencuci beras, tapi pikirannya entah ke mana. Masih terngiang kejadian malam tadi. Sentuhan yang tidak se

  • JERAT CINTA JURAGAN TUA   Bab. 1

    Tiga bulan berlalu. Alma hidup tanpa suami, tanpa pekerjaan tetap. Tanpa arah. Sementara bu Afifah-ibunya Alma juga semakin menua. Hasil kebun yang tak seberapa tentulah tak mencukupi kebutuhan mereka. Mungkin bisa saja hidup dari hasil kebun mereka, tapi yang kelolah adalah paman Bahri yang tentu saja hasilnya harus dibagi dengan beliau.Pekerjaan apa yang bisa didapatkan dirinya yang hanya tamatan SMA. Mungkin bisa jadi kasir di perbatasan kota, tapi Alma tak punya kendaraan untuk bolak balik. Kalau harus menyewa kost, sisa gajinya mungkin hanya bertahan dua minggu.Lalu dengan bantuan seorang tetangganya yang baik hati, Alma menerima tawaran pekerjaan sebagai pembantu di rumah milik seorang juragan tembakau.“Juragan Darsa membutuhkan pengasuh untuk putrinya dan tukang setrika untuk menggantikan saya.”“Kenapa mbak Mirna berhenti?”“Mas Rahmat ingin merantau ke Kalimantan, Al. memang juragan tak pelit memberi gaji. Tapi, mas Rahmat juga kehidupan kami berubah.”Lalu dengan setengah

  • JERAT CINTA JURAGAN TUA   Prolog

    Prolog.**Hujan jatuh seperti doa yang tak pernah sampai. Di luar jendela, langit berwarna kelabu, seakan ikut merasakan kesedihan yang membuncah dalam dada Alma. Ia berdiri mematung di depan meja makan, tangannya menggenggam ujung celemek yang masih melekat di tubuhnya. Aroma gulai ayam yang baru saja ia masak masih menggantung di udara, tapi kini semuanya terasa hambar.Di hadapannya, seorang pria berdiri dengan wajah datar. Mata tajamnya menatap Alma tanpa sedikit pun ragu. Di balik tubuh pria itu, seorang wanita berperut buncit berdiri dengan dagu terangkat tinggi. Wajahnya cantik, senyumannya penuh kemenangan. Sarah.Lingga Laksono menghela napas panjang sebelum akhirnya mengucapkan kalimat yang meremukkan seluruh dunia Alma."Aku menceraikanmu, Alma." Suaranya dingin, tak bergetar sedikit pun.Seakan waktu berhenti, suara hujan yang jatuh di genting menjadi latar bagi hati yang luruh dalam kepedihan. Alma menggigit bibirnya, menahan gemetar di dadanya. Matanya menatap suaminya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status