MY NEW HOME
Firda tertawa kecil. “Banyak cerita seru begitu aku dulu memutuskan untuk pakai jilbab. Kamu dan orang lain juga pasti pernah merasakannya.”
Atika mengangguk-angguk. “Memang iya, sih. Baru punya niat aja udah banyak tantangan dan tentangan. Padahal kan kita cuma ingin jadi manusia yang benar. Yang menjalankan perintah-Nya. Simpel padahal.”
“Itu kata kita. Yang sudah Allah beri hidayah, insyaAllah. Buat yang belum dapat hidayah, mau dinasihati sampai jungkir balik pun, ya susah. Hatinya takkan terketuk.”
Atika mengiyakan di dalam hatinya. Dulu dia juga belum tertarik untuk memakai jilbab. Karena memang baru sedikit yang pakai jilbab. Atau ada yang pakai jilbab tetapi hanya saat bersekolah saja, karena disuruh orang tuanya. Jadi ketika sedang tidak bersekolah, ya tetap tanpa jilbab. Atau ada juga yang memakai jilbab tetapi tanpa ciput sehingga rambut dan dahinya terlihat semua. Percuma saja. A
UNFORGETTABLE MOMENT “Kamu itu enggak pernah betah di rumah, ya? Pergi melulu!” omel Ibunya ketika hari Ahad pagi, Atika sibuk bersiap-siap di kamarnya. Atika mengambil ranselnya dan mendekati ibunya dengan wajah tersenyum. “Iya, Bu. Aku mau hiking ke gunung.” Ibunya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengulurkan tangannya. Waktu baru menunjukkan pukul enam pagi. Matahari juga baru saja terbit di ufuk Timur. Tapi anak gadisnya yang satu ini terlihat begitu sibuk sejak selesai salat Subuh. Sementara anak-anaknya yang lain masih anteng di kamarnya masing-masing. Memilih berbaring di balik selimut setelah salat Subuh. “Pamit ya, Bu?” Atika mencium punggung tangan Ibunya takzim. “Hmm. Sudah sarapan?” tanya Ibunya. “Sudah, Bu. Piring-piring kotor juga udah Tika cu
“Kalian tahu yang Namanya Ela? Lihat deh. Kerudungnya kecil, enggak pakai ciput. Dia target kita selanjutnya. Target untuk disadarkan.”Atika tanpa sengaja mendengarkan obrolan beberapa jilbaber di depan kelasnya. Posisi jendela kelas berada agak di atas sehingga ketika berdiri barulah kepala kita akan kelihatan dari luar. Namun, ketika duduk, tidak akan kelihatan. Orang dari luar kelas bisa melihat kepala kita tetapi sebaliknya tidak. Memang letak lantai kelas lebih tinggi daripada koridor.Jadi, dari balik tembok kelas bagian dalamnya, ia diam-diam terus menyimak tanpa bersuara. Atika pura-pura duduk bersandar ke tembok, persis di bawah jendela yang terbuka lebar. Supaya tidak mencurigakan, dia pura-pura membuka buku dan membacanya, padahal hanya fokus mendengarkan percakapan yang sedang terjadi di luar sana.&ld
Pagi hari di sekolah adalah saat yang paling menyenangkan sebenarnya. Hawa yang masih dingin, otak masih fresh. Hoahmm … Atika sedikit menggeliat di bangkunya ketika rasa kantuk tiba-tiba saja datang menyerangnya. Semalaman dia tak bisa tidur karena memikirkan Sandra yang semakin hari rasanya semakin jauh darinya.“Tik. Ini ada titipan untukmu.” Tiba-tiba saja Tiwi, seorang teman sekelasnya yang baru saja datang menyerahkan sebuah kotak mungil padanya.“Titipan?” Atika menerima kotak mungil bermotif love berwarna pink dari tangan Tiwi dengan ragu-ragu dan canggung.“Iya. Ada yang nitip ini buatmu barusan.” Tiwi meletakkan tasnya di atas mejanya.“Siapa?” tanya Atika sambil menimang-nimang kotak tersebut dengan rasa penasaran dan berusaha menebak-nebak apa isinya kira-kira.“Aku enggak kenal, sih. Cowok yang pasti.” Tiwi mengerutkan keningnya berusaha mengingat
“Atika!” panggil Bu Rina, guru bidang studi IPS.Atika yang sedang menulis, mendongakkan kepalanya ke arah meja guru. Gurunya tersebut melambaikan sebelah tangannya, menyuruhnya untuk menghampiri meja guru. Gadis itu segera bangkit dari kursinya dan mendekat.“Ada apa, Bu?” tanyanya setelah berada di samping meja guru.“Ini tolong serahkan pada sekertaris kelas sebelah. Bilang kalau Ibu masuk ke kelasnya agak terlambat setengah jam. Jadi biar mereka mengerjakan tugas ini sambil menunggu Ibu datang. Sampaikan pada sekertarisnya juga untuk mengingatkan teman-teman sekelasnya untuk tidak berkeliaran di luar kelas.” Bu Rina menyerahkan sebundel kertas tugas padanya.“Baik, Bu!” Atika mengangguk dan mengambil bundelan tersebut dan bersorak di dalam hati.Yes! Aku ada kesempatan baik, nih! Bisiknya dalam hati. Segera dia menuju keluar kelas dan mendekati pintu kelas sebelah.“Hai, bisa tolong p
“Tik, kamu cari buku sumber untuk kerja kelompok siang ini, ya? Kamu kebagian buku tentang cara membuat pupuk kompos.”Tiwi menunjukkan pembagian tugas untuk laporan makalah pelajaran Biologi pekan depan. Dari lima orang anggota kelompok, semua memiliki bagiannya masing-masing. Tema yang diangkat seputar cara menghasilkan tanaman yang baik dan subur.“Oke.” Atika mengangguk setuju.Maka ketika ada pelajaran kosong saat jam kedua, Atika bergegas menuju ke pepustakaan. Sebagian temannya ada juga yang ikut pergi ke sana.“Hmm, di mana buku-buku bertema biologi, ya?” gumam Atika sambil mengawasi judul-judul buku yang ada di rak perpustakaan.Awalnya dia sempat ingin mengecek katalognya dulu untuk memudahkan pencarian. Hanya saja computer tempat mencari katalog sedang diperbaiki, jadi dia terpaksa mencarinya secara manual alias meneliti satu persatu buku-buku yang ada di rak perpustakaan.“Hmm, kenapa buk
“Jadi kalau begitu, siapa yang berbohong?” tanya Firda lebih seolah kepada dirinya sendiri.Atika merasakan tubuhnya gemetar. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Antara kesal namun juga merasa takut dia mendengar semua berita tentangnya.“Benar kan kataku juga?” Tiba-tiba muncul Sandra dari kelas sebelah langsung menuding Atika.“Apanya?” Atika yang masih syok dengan berita yang disampaikan oleh Firda dan Husna kini harus menghadapi reaksi Sandra juga.“Kamu bilang kalau enggak ada hubungan apa-apa dengan Jerry. Tapi buktinya berita yang tersebar sekarang?” Sandra menatapnya dengan sorot mata penuh amarah.Atika merasa dirinya dipojokkan. Firda dan Husna tak berkata apa-apa. Mereka hanya terdiam dan menatap Sandra.“Kamu yakin kalau Jerry memang jadian dengan Atika?” tanya Firda tanpa basa-basi.Sandra yang terlihat sedang emosi menoleh ke arah Firda lalu mengangguk c
Atika berhenti sejenak di gerbang sekolah. Kakinya berhenti tepat di mulut gerbang. Sepertinya suasana sekolah pagi ini belum terlalu ramai. Jadi dia tidak perlu bertemu dengan banyak orang yang akan berpapasan di koridor, apalagi yang memandangnya dengan tatapan menghakimi.Sejak kemarin, tak ada satu pun temannya dari keputrian yang mencoba mengontak apalagi menghiburnya. Padahal biasanya juga tiada hari tanpa ngobrol bareng di room chat khusus anggota keputrian sekolah. Hhh, dirinya mau memulai percakapan juga rasanya canggung. Meski beberapa kali saat dia membuka aplikasi chat, terlihat beberapa temannya sedang online.Mata kakinya sudah sedikit membaik. Rasa sakitnya sudah berkurang. Untungnya luka yang dideritanya tidak terlalu dalam sehingga tak perlu dijahit meski goresannya cukup panjang. Jalan pun sudah bisa sedikit biasa lagi karena lukanya sudah ditutup perban cukup tebal. Jadi kalaupun tergesek-gesek pinggiran sepatu, tidak terla
“Ka-kamu mau ngapain?” Atika melihat Jerry mendekatinya perlahan. “Kebetulan kamu di sini. Jadi aku mau sekalian menagih jawabanmu,” ucap Jerry sambil terus mendekat. Atika menangkap gelagat yang kurang baik dari sikap dari pemuda itu. Maka pelan-pelan dia juga mundur selangkah demi selangkah. Sampai ujung tumitnya tertahan oleh sesuatu. Refleks jemarinya menggapai benda di belakangnya. Terasa dingin dan keras. Itu tembok! Desisnya dalam hati. Bagaimana dirinya bisa menjauh dan lepas dari pemuda di hadapannya yang sepertinya terus mendekat dan ingin memerangkap dirinya pada posisi tersudut. Tak bisa kemana-mana. “Oh iya. Aku mau bilang sama kamu. Hadiah-hadiah bros itu bukan dariku. Entah siapa yang cukup konyol dan punya nyali untuk merebutmu dariku.” Jerry tersenyum sinis seperti yang meremehkan si pemberi hadiah bros tersebut. “Bu-bukannya itu dari kamu?” tanya Atika terbata. “Kenapa? Kamu berharap itu dariku?” Jerry tertawa keras.