Share

JODOH ISTIKHARAH
JODOH ISTIKHARAH
Penulis: ekasatria.satria

MIMPI YANG ANEH

BAB 1

“Abang Arfan! Ngapain di sini?” tanya Dea terkejut.

“Kenapa memangnya, ini ‘kan kamar Abang juga,” sahut Arfan yang heran dengan pertanyaan istrinya itu.

Dea yang baru saja membuka pintu kamarnya, dikejutkan oleh sosok laki-laki yang sudah lama ia kenal sedang duduk manis di ranjangnya dan yang lebih mengejutkan lagi, sahabat dari kakaknya itu mengatakan kalau ini adalah kamarnya juga.

“Aku enggak ngerti maksud Abang! Gimana bisa ini juga kamar Abang? Ini ‘kan kamarku,” protes Dea tidak terima.

Arfan tetap tersenyum setelah mendengar penuturan Dea, walaupun bukan sekali ini saja sikap Dea jutek padanya, ia tidak pernah menanggapi perkataannya sama sekali, ia tau betul hati istrinya itu sangat baik.

“Kamu itu istri Abang, Dea!” pungkas Arfan, ia beranjak dari ranjang dan menatap Dea yang masih berdiri di ambang pintu kamarnya.

“Apa? Aku istri, Abang?” Dea terkejut, ”Abang mimpi apa ngelindur, bisa-bisanya bercanda seperti itu, enggak lucu tau, Bang!” tampik Dea kesal dengan wajah yang sudah merah padam.

Arfan berjalan mendekati Dea, mencoba meraih tangan gadis yang ada di depannya, namun dia selalu saja menepis dan menghindarinya.

“Siapa yang bercanda? Aku ini memang suami kamu Dea Ashyfa, masa’ kamu lupa, sih!” pekik Arfan lantang, “coba kamu lihat cincin ini! Kamu juga pakai, ‘kan?” Tunjuk Arfan pada cincin yang ia pakai di jari manisnya.

Dea melirik jari manisnya, ia juga memakai cincin yang sama dengan yang Arfan pakai, “ini enggak mungkin, Abang! Dea itu belum menikah! Enggak mungkin kalau Abang itu suami Dea,” sergah Dea tidak terima dengan apa yang Arfan katakan padanya.

Melihat Dea yang syok karen penuturannya, Arfan memilih diam dan tidak menjawab ucapan Dea, ia justru semakin mendekati Dea tanpa memperdulikan teriakannya sama sekali.

“Jangan mendekat, Abang!” teriak Dea, ia memundurkan langkahnya beberapa langkah. “STOP, Bang Arfan!” teriak Dea lagi, tapi Arfan tidak mengindahkan ucapannya.

Arfan semakin mendekati Dea dan menghapus jarak diantara mereka, lalu ia menatap wajah Dea yang terlihat ketakutan karena ulahnya.

“Kenapa memangnya? Kamu itu ‘kan istri Abang, kenapa Abang tidak boleh mendekati kamu? Bahkan kalau Abang mau, Abang berhak menyentuhmu dan melakukan apapun padamu, Dea!” papar Arfan.

Dea menggeleng sembari memundurkan langkahnya, hingga kini posisinya sudah berada di balik pintu kamarnya yang terkunci, entah kapan pintu itu terkunci, padahal tadi ia tidak merasa menguncinya.

Dengan cepat Arfan meraih tangan Dea, menariknya agar semakin mendekat kepadanya, dan dengan sangat lembut Arfan membawa Dea ke dalam pelukannya.

Dea yang diperlakukan seperti itu, hanya bisa pasrah, menerima semua yang dilakukan oleh laki-laki yang sejak tadi mengaku sebagai suaminya.

“Kamu tau Sayang, malam ini kamu terlihat sangat cantik,” bisik Arfan dengan suara yang parau.

Dea memejamkan matanya, ketika ia mendengar Arfan mengatakan itu padanya, ada rasa senang di hatinya, tapi ia mencoba menepis rasa itu.

“Wajahmu, matamu, bibirmu , semuanya membuatku semakin tergila-gila padamu, Sayang!” bisik Arfan lagi sambil menyentuh semua yang ia sebutkan dengan jemarinya.

Dea benar-benar tidak tau harus berbuat apa, ia ingin menolak dan melakukan perlawanan agar bisa terlepas dari dekapan laki-laki yang sedang memeluknya. Tapi rasanya percuma, tenaga Arfan pasti sangat kuat, ia tidak bisa untuk melawannya.

Kalau saja, waktu SMA dulu Dea menuruti saran Angga untuk mengikuti eskul Bela Diri, pasti sekarang ia bisa melawan Arfan dengan sangat mudah dan tidak akan terjebak dengan situasi seperti ini.

“Abang, Dea mohon, tolong lepaskan Dea,” lirih Dea memohon.

“Abang tidak akan melepaskan kamu, Dea! Kamu itu milik Abang, istri Abang!” jelas Arfan, ia sedikit melonggarkan pelukannya ketika merasakan Dea kesulitan mengatur napasnya.

Kesempatan ini Dea gunakan untuk meraup udara sebanyak-banyaknya, bahkan ia tidak memperdulikan Arfan yang masih menatapnya wajahnya.

Dea menunduk, ketika ia merasakan Arfan mengeratkan kembali pelukannya, hembusan napas Arfan terasa hangat menerpa pipinya saat wajah Arfan semakin mendekati wajahnya.

“Kenapa menunduk, Sayang? Apa suami tampanmu ini, tidak menarik di matamu? Sampai kamu tidak mau menatap wajahku,” Arfan mengusap lembut pipi Dea dengan jemari tangannya, membuat Dea sedikit meremang karena sentuhan laki-laki di depannya itu.

Setelah beberapa detik merasakan sentuhan Arfan yang membuatnya terbuai, tiba-tiba Dea tersadar dan mendongakan wajahnya, ia memberanikan diri menatap laki-laki yang kini sedang menyentuh leher jenjangnya.

Arfan yang merasa ada peluang, dengan cepat menarik tekuk Dea dan langsung mengecup bibir ranum milik Dea, mengecapnya dengan sangat lembut, tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.

‘My First Kiss’ batin Dea menjerit.

Dea membulatkan matanya, meronta-ronta agar Arfan menghentikan aksinya ini. Bukannya melepaskan, Arfan justru semakin memperdalam ciumannya, bahkan Arfan tidak memberikan celah sedikitpun agar ia bisa terlepas dari kukungannya.

Dea mencoba peruntungannya sekali lagi, berusaha melepaskan diri dari laki-laki yang telah mengambil ciuman pertamanya dan dengan tenaga yang tersisa, akhirnya Dea berhasil mendorong Arfan menjauh darinya.

Bruuk ….

“Astagfirullah,” ucap Dea.

“Aduh! Sakit banget, Ya Allah!” Dea memegang bokongnya yang terasa sakit.

Netranya kini menelusuri sudut-sudut kamar, Dea mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi padanya.

‘Ternyata cuma mimpi,’ gumam Dea.

Angga yang melewati kamar Dea menghentikan langkahnya, sayup-sayup ia mendengar suara adiknya yang mengaduh dari dalam kamar, dengan sedikit berlari ia membuka kenop pintu kamar Dea, lalu masuk ke dalam kamar dan menghampiri adiknya yang sedang duduk di lantai.

“Kamu kenapa, Dek? Ngapain duduk di lantai?” tanya Angga.

“Bantuin Dea bangun dulu, Abang!” ujar Dea dengan gaya manjanya.

Angga dengan sigap langsung membantu adiknya bangun, lalu memapah tubuh mungil Dea dan mendudukannya di kursi yang berada di kamar.

”Kamu kenapa, Dek? Kok bisa sampai jatuh? Kamu mimpi sambil ngelindur apa gimana si, Dek?” tanya Angga penasaran.

“Iya, Bang, Dea mimpi! Mimpinya aneh banget,” Dea bergidik mengingat mimpinya barusan.

Angga menatap bingung pada adiknya, ia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Dea tentang mimpinya yang aneh sampai bisa membuat adiknya terjatuh dari ranjang.

‘Apa dia mimpi dikejar-kejar hantu dan melompat ke jurang untuk menyelamatkan dirinya, makanya dia bisa terjatuh,’ batin Angga.

“Memangnya kamu mimpi apa, Dek?” tanya Angga.

“Dea, mimpi Bang Arfan!” jawab Dea.

“Arfan!” pekik Angga, dan dia mengerutkan dahinya.

Dea mengangguk mengiyakan apa yang Angga katakan, Angga yang mendengar itu, langsung mengganti posisi duduknya menjadi menghadap Dea, ia benar-benar penasaran dengan apa yang akan diceritakan adiknya.

Angga benar-benar fokus mendengarkan semuanya cerita adiknya itu, sesekali ia juga tersenyum menggoda ketika Dea menceritakan hal yang lucu tentang mimpinya itu.

“Kamu sebut nama Arfan juga ya, diistikharah kamu, Dek?” tanya Angga, setelah Dea selesai bercerita.

Dea membulatkan matanya, sedikit kesal pada abangnya itu karena ia menanyakan hal yang tidak masuk akal, mana mungkin ia menyebut nama Arfan di dalam doanya, Arfan saja tidak melamarnya, bahkan menyatakan perasaan padanya saja tidak pernah.

“Enggaklah, Bang!! Kepikiran namanya aja enggak pernah, Bang!” tukas Dea.

“Mungkin Arfan itu jodoh kamu, Dek!” canda Angga dengan tawanya yang ringan.

Dea menatap tajam abangnya yang sedang tertawa menggodanya, ia benar-benar kesal padanya, apa dia tidak tahu, kalau ia tidak suka pada Arfan, padahal ia sudah sering mengatakannya.

 “Enggak mungkin, Bang! Jangan ngaco, deh!” protes Dea tidak percaya dengan apa yang Angga katakan, “Bang Arfan itu enggak mungkin jodoh Dea, enggak mungkin!” tampik Dea, lalu ia pergi meninggalkan Angga keluar dari kamarnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status