POV MayangSuara takbir bergema dari seluruh penjuru. Baik dari masjid kampung kami maupun dari kampung sebelah, semuanya saling sahut menyahut. Suasana begitu syahdu dan menentramkan hati, selalu seperti ini saat lebaran. Para laki-laki di rumah ini semua sedang berada di masjid untuk takbir bersama. Fitriana dan emak juga ada di masjid untuk melakukan hal yang sama. Emak ikut karena cucunya, anak Mas Bayu dan Mbak Zainab mengajaknya pergi ke masjid juga. Sebagai embah yang sayang cucunya, tentu saja emak tidak menolak. Farhan, anak dari Mas Bayu adalah cucu pertama Emak. Tentu saja semua kasih sayang dari keluarga ini tercurah pada bocah berusia lima tahun itu. Di rumah hanya ada aku, Dek Alya dan Mbak Zainab. Kami sedang sibuk di dapur. Aku dan Dek Alya berada di dekat kompor gas sedang membuat bakso. Kompor sengaja kami turunkan agar kami tidak capek berdiri. Sedangkan Mbak Zainab seperti biasanya jika di sini, berada di depan tungku. Tempat itu seperti menjadi tempat favoritny
Suara takbir masih bergema setelah Salat Subuh, semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Antrian di kamar mandi mengular sejak sebelum subuh, kamar mandi hanya ada satu yang di dalam rumah. Satu lagi berada di luar rumah. Udara dingin memaksa semua orang untuk mandi dengan air hangat sebelum salat Idul Fitri. Yang sudah mandi dan salat subuh duluan sibuk di dapur membuat air minum hangat, ada teh manis dan juga kopi tergantung keinginan masing-masing. Disini ada 3 keluarga sedang berkumpul dengan jumlah sepuluh orang, suasana sudah ramai di pagi hari. Mbak Zainab dan aku sudah ada di dapur sejak sebelum subuh untuk memasak nasi dan menghangatkan sayuran. Hari ini sudah tidak puasa lagi, semua orang akan sarapan di pagi hari. Pukul setengah enam, semua makanan sudah siap di meja makan. Ada opor ayam, sambel kentang, telur balodo dan kerupuk udang. Sebenarnya aku akan berniat membuat ketupat sayur seperti yang ditanyakan oleh Dek Alya. Wanita muda itu bilang kalau di rumahnya,
POV ALYAKeseruan terjadi di pagi hari saat kami hendak pergi ke Masjid, semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Rumah mertuaku sangat ramai dengan keluarga besar, jauh berbeda dengan rumah Abah jika lebaran. Paling hanya ada aku, Abah dan Umi, ditambah kak Ayana sudah menikah, kakakku itu akan datang ke rumah di siang hari saat urusannya dengan keluarga suaminya selesai. Saling lempar candaan sepertinya lumrah di rumah ini, keceriaan Fitriana itu sepertinya warisan dari Bapak mertua. Lalu kelembutan Kak Harun dan Mbak Mayang warisan dari Emak. Kalau Mas Bayu, sepertinya suka bercanda juga seperti Bapak. Saat aku makan sepiring berdua dengan Kak Harun, Bapak dengan santai menggoda Emak di hadapan kami tanpa canggung. Ah, kenapa harus canggung, mereka halal melakukan apa saja, lagipula itu bisa menjadi contoh untuk kami anak-anak dan menantunya.Rumah yang selalu sepi akan seperti kuburan, rumah yang selalu ramai dengan pertengkaran seperti pasar, maka jadikanlah rumah tempat
Aku terkapar tak berdaya di dalam kamar. Meskipun rumah ini sederhana, tapi berisi banyak kamar. Sepertinya Bapak paham dengan anjuran untuk memisahkan anak-anaknya setelah beranjak dewasa. Semua anaknya memiliki kamar masing-masing. Perutku sakit selain karena banyak makan tape ternyata aku juga datang bulan, jadilah dobel sakitnya. Tadi aku sampai harus dipapah oleh Kak Harun saat pulang ke rumah. Jika tidak kasian karena melewati jalan yang naik turun sudah pasti aku minta gendong saja. Emak sampai ikutan panik melihatku pulang berdua dengan Kak Harun terlebih dahulu dalam keadaan tidak sehat. Wanita itu dengan telaten langsung membaluri perutku dengan minyak kayu putih dan mengusapnya pelan-pelan. "Udah tahu gak bisa makan tape masih aja makan tiap di rumah orang disodori makanan itu," omel Kak Harun lagi. Sejak tadi lelakiku itu terus saja mengomeli diriku sambil menemani dan mengusap perutku. "Mantanmu itu yang salah," gerutku pelan.Bukan tanpa sebab aku menyalakan wanita
POV Alya"Setahun lalu, dia pisah sama suaminya," sahut Fitriana.Perkataan Fitriana tentu saja membuat hatiku gamang. Ternyata wanita itu sudah tidak bersuami, pantas saja dia mendekati suamiku. Apa wanita itu masih menyimpan rasa pada Kak Harun? "Kira-kira kenapa dia pisah dengan suaminya?" Aku bertanya dengan penasaran. Ah entah kenapa aku jadi ingin tahu kehidupan pribadi orang lain. Apa karena dia masa lalu suamiku. "Nggak tahulah Mbak, kami gak ingin tahu apapun yang berhubungan dengan keluarga mereka," sahut Fitriana menjelaskan. "Apa aku perlu mencari tahu?" Sambungnya bertanya. "Nggak perlu, jangan!" "Tenang Mbak, gak usah mengkhawatirkan wanita itu. Aku yang akan menjadi pawangnya kalau dia berani dekat-dekat dengan Mas Harun," ucap Fitriana dengan percaya diri."Kamu berani mencegahnya mendekati Kak Harun?" Tanyaku. "Berani, aku gak takut sama semua orang."Gadis ini memang kelihatan lincah dan berani dalam segala hal. Namun sopan santun tetap melekat dalam dirinya,
Wanita itu langsung masuk begitu mendapatkan jawaban salam. "Mbak Alya ya," sapa wanita itu sambil mendekatiku. Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku tidak mengenalnya, bagaimana bisa wanita ini mengenalku."Kamu udah kenal sama Mbak Dewi, Yang?" Tanya kak Harun padaku. "Enggak, belum kenal. Alya baru ketemu sekarang," jawabku apa adanya."Mbak Alya memang gak kenal aku, tapi aku tahu Mbak Alya karena lihat videonya di media sosial milik Fitriana," tutur wanita bernama Dewi ini menjelaskan. "Wih, udah punya fans aja," goda Kak Harun."Apaan sih, Kak." Aku memberengut tidak suka ."Tadi pagi pas kesini, kalian lagi keliling kampung jadi gak ketemu. Makanya sekarang ke sini lagi," terang Mbak Dewi."Mau cari siapa Mbak? Mbak Mayang, atau Emak," Aku bertanya. Kusebut wanita-wanita yang berusia di atasku, yang berada di rumah ini. "Mau cari Mbak Alya. Pengen ngobrol-ngobrol, Mbak," jawabannya sambil tersenyum.Wanita ini pengen ngobrol denganku, mau ngobrolin apa. Padahal kami saja be
POV Alya"Mau lihat nggak?" Tanya Fitriana lagi. "Apa perlu kita upload ke media sosial dengan caption, Calon pelakor kena mental." Sambungnya dengan antusias. "Lihat dong, Fit," sahut Mbak Dewi. "Eh ada Mbak Dewi, lagi ngapain, Mbak?" Adik iparku balik bertanya. Fitriana baru sadar ada orang lain selain aku di tempat ini setelah ditegur karena sibuk dengan ponsel pintar yang ada dalam genggamannya."Bisa konsultasi,' jawab Mbak Dewi"Biasanya orang-orang kalau konsultasi sama Mas Hamid, udah beda lagi sekarang?" Tanya Fitriana."Beda yang dikonsultasikan," jawab Mbak Dewi, terkekeh. "Udah dapat solusi?" Lagi, adik iparku itu bertanya. "Udah, nanti diposting di media sosial kamu," terang Mbak DewiFitriana menatapku, seperti meminta penjelasan. "Nanti aku ceritain." Aku berkata pada Fitriana. "Jadi mana video-nya?" Tanya Mbak Dewi lagi. Fitriana menjawab dengan senyuman, "Koleksi pribadi, Mbak." Mbak Dewi mencebikkan bibirnya mendengar perkataan Fitriana sepertinya wanita it
POV AlyaMasih seperti hari pertama lebaran, hari ke dua pun di rumah ini tetap sibuk. Pagi-pagi membuat sarapan, lalu sarapan bersama. Pokonya suasana selalu ramai dan menyenangkan. Hari ini, kami akan silaturahmi ke keluarga jauh, ada adik dan kakak dari pihak Emak, adik dan kakak dari Bapak. Lalu pergi ke rumah orangtuanya emak dan Bapak atau bagi kami, mereka adalah nenek dan kakek. Begitu yang aku dengar dari adik iparku, Fitriana. Kami hanya akan berangkat tiga keluarga plus Fitriana, Bapak dan Emak tidak ikut. Katanya di hari kedua lebaran masih banyak tamu yang akan datang, jadi ke-dua mertuaku itu tetap menjaga rumah. Setelah sarapan, semua orang bersiap-siap. Aku dan Kak Harun menaiki mobil kami sendiri, ditambah Fitriana bersama kami. Sedangkan Ustadz Hamid dan Mbak Mayang ditambah keluarga Mas Bayu, naik mobil Ustadz Hamid. Jika mau menggunakan mobil satu saja memang tidak akan muat. Kami berkendara beriringan depan belakang. Mobil yang dikendarai Kak Harun ada di bela