Share

6

Penulis: ET. Widyastuti
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-30 21:56:05

Sudah hampir dua jam Aditya mematut diri di depan cermin. Entah apa yang salah. Dia merasa tidak menjadi dirinya. Rasa kurang percaya diri tiba-tiba menyeruak. Padahal, selama ini dia adalah pribadi yang penuh percaya diri. Selain tampan menawan, pendidikan pun tak bisa diremehkan, demikian pula pekerjaan untuk lelaki seusia dirinya. Namun, rupanya hanya untuk pergi ke rumah Sarah menghadiri acara makan malam saja, semua yang dimilikinya seolah runtuh. 

Malam ini adalah acara makan malam keluarga di rumah orang tua Sarah bertepatan dengan perkenalan keluarga dengan calon suami kakak Sarah. 

Aditya terlanjur sudah menyanggupi untuk hadir di acara keluarga tersebut. Selain itu, rasanya perlu untuk mendekatkan diri ke keluarga Sarah, jika dia memang serius hendak menjalin hubungan dengan putri bungsu keluarga itu. 

Bu Handoyo dan Intan seharian sibuk memasak. Intan sengaja sudah membawa dus kemasan kue dan makanan. Ibu Intan adalah pengusaha catering di kota kelahirannya. Intan sudah terbiasa mengemas makanan untuk bingkisan sehingga terkesan special. 

Hari itu Bu Handoyo sedikit mengalah ke Aditya setelah Intan dan Dimas membujuknya. 

Akhirnya bingkisan yang hendak dibawa untuk keluarga Sarah sudah siap. 

“Hati-hati ya, Nak. Jaga dirimu,” pesan Bu Handoyo pada anak bungsunya seraya mengangsurkan tas berisi bingkisan makanan hasil olahan tangan wanita paruh baya itu. 

Rumah Sarah masih sepi tatkala Aditya tiba. Pria itu sengaja datang setengah jam lebih awal. Dia ingin mempersiapkan mental sebelum acara keluarga itu dimulai. 

“Ada titipan dari Mama,” ujar Aditya sambil mengangsurkan tas berisi kue buatan mamanya pada Sarah. 

“Wah repot-repot, Mas. Makasih, ya,” ucap Sarah. 

Gadis itu lalu meletakkannya di meja dapur sebelum ia kembali sibuk mengecek makanan yang di dapur, di meja makan dan di ruang tamu. 

Setengah jam terasa lambat bagi Aditya. Pria itu lantas memilih ke depan rumah untuk mengajak berbincang dengan Pak Darma, supir keluarga Pak Anwar. Bercakap-cakap dengan Pak Darma memang mampu memecah suasana hati Aditya. Pak Darma banyak bercerita masalah keluarganya di kampung. Tentu saja Aditya pun menanggapinya dengan antusias. 

Tak lama, sebuah mobil memasuki area halaman rumah keluarga Sarah. 

Aditya segera mohon diri ke Pak Darma untuk masuk ke dalam rumah. 

Tampak seorang pemuda dengan penampilan elegan tapi terlihat berkelas. Tak sadar Aditya serta merta menatap dirinya. Tak ada yang beda. batinnya. Tapi kenapa dia kelihatan berkelas? Kedua orang tua pemuda itupun memang terlihat berkelas.

 Aditya menghela napasnya. Tiba-tiba bayangan kedua orangtuanya menghampirinya. Dia membayangkan bagaimana jika keduanya nanti ada di sini untuk melamar Sarah. 

“Kamu melamun, Mas?” Tiba-tiba tepukan Sarah di pundaknya membuyarkan lamunannya. 

“Ayuk makan, tamunya sudah siap di ruang makan,” sambung Sarah. Gadis itu rupanya tidak dapat membaca keresahan yang dirasa oleh Aditya. 

Aditya memang datang ke rumah keluarga itu sebagai teman Sarah. Sayangnya, dia tak dapat bergabung dan masuk dalam obrolan keluarga itu. Hingga akhirnya, Aditya memilih menyingkir ke ruang tengah karena merasa canggung. Keberadaannya seolah tak dikehendaki. 

Aditya hanya mampu bergumam dalam hati, “Siapalah aku ini. Hanya anak seorang karyawan rendah yang bukan siapa-siapa.” 

Tiba-tiba Aditya menyalahkan dirinya sendiri. “Tak ada artinya sekolah tinggi hingga luar negeri. Bahkan di keluarga ini pun, aku sama sekali tak dianggap,” guman Aditya.

Dulu, dia sangat bangga bisa mendapatkan beasiswa sampai luar negeri. Dulu, Aditya berharap dengan sekolah tinggi, dapat mengubah nasibnya dari seorang rakyat jelata, menjadi sedikit berkelas. Dan tak lama setelah berkenalan dengan Sarah, mimpinya seolah menjadi nyata. Namun, setelah ada di dalam rumah ini, tiba-tiba muncul keraguan di benaknya. 

Aditya mengunyah makanan dalam mulutnya tanpa semangat. Makanan ini aromanya lezat, tapi tidak mampu mengunggah seleranya.

Mendadak Aditya jadi teringat suasana rumahnya. Makan malam dengan keluarganya. Masakan ibunya. Dan tiba-tiba bayangan gadis belia yang sering membuat ibunya bahagia begitu saja hadir di benaknya. 

“Mas..kamu kok makannya ga semangat? Ga enak ya?” lagi-lagi terguran Sarah membuyarkan lamunannya.

Beruntung Aditya hanya mengambil porsi sedikit, sehingga dengan cepat dihabiskannya makanan di piringnya saat tamu Sarah sudah bangkit dari meja makan. 

***

Aditya segera membantu Pak Darma membereskan ruangan saat tamu-tamu sudah pulang. Pamuda itu tak sadar melirik ke tas bingkisan yang diberikan oleh mamanya, masih teronggok di meja dapur. Kenapa masih ada disana? Kenapa Sarah tidak mengeluarkan isinya dan menyuguhkan ke tamu? Padahal mamanya sudah membuat masakan spesial. 

Ah, lagi-lagi pikiran Aditya terbang kemana-mana. 

Aditya segera mengambil kain pel dan turut mengepel lantai ruang tamu. 

“Jangan Mas Adit, biar saya saja!” 

Buru-buru Pak Darma meraih pel dari tangan Aditya, hingga membuat pemuda itu tergagap dari lamunannya. 

Di rumah Sarah, Aditya jadi merasa bukan dirinya. Dia terpaksa menyibukkan diri agar jarum jam berjalan lebih cepat dari harapannya. 

“Om, Tante, saya mohon diri,...” pamit Aditya saat rumah sudah kembali rapi. 

Pak Anwar dan Bu Anwar mengangguk. 

“Makasih, ya, Nak Adit atas bantuannya…” kata Pak Anwar sambil menepuk pundak Aditya. 

Aditya memacu kendaraannya keluar kompleks perumahan di mana Sarah tinggal. Lega rasanya semua sudah terlewati. Paling tidak, dia sudah menunaikan janjinya pada Sarah, meski banyak hal yang tidak sesuai harapan di sana. 

Jarum jam menunjukkan pukul 12 malam. Rumah keluarga Handoyo sudah sepi. 

“Gimana acaranya?” 

Jantung Aditya hampir copot karena kaget. 

Rupanya mamanya belum tidur. Wanita itu duduk menyendiri di ruang tamu, menanti kedatangan anak bungsunya.

“Kamu kebanyakan melamun, Dit!” kata bu Handoyo sembari mengangsurkan segelas air putih ke putra kesayangannya. 

“Kue dari mama gimana?” tanya Bu Handoyo menyelidik. 

Aditya sudah menebak, pasti mamanya akan menanyakan hal itu. Mama termasuk orang yang sangat ekspresif jika menerima pemberian dari orang lain. Tapi, entah mengapa mendapatkan pemberian dari Sarah dia tak mau. Dan sekarang, gantian, pemberiannya pun tak begitu dianggap oleh Sarah. 

“Mereka tidak membukanya kan?” tebak Bu Handoyo. 

Aditya menghela napas. Bukankah itu juga sama. Saat Sarah memberi hadiah, mama juga tidak membuka. Lantas salahnya di mana kalau Sarah juga tidak segera membuka bingkisannya? Guman Aditya.

“Orang kaya yang sombong,” gerutu Bu Handoyo

“Ma, mereka sibuk. Kan sedang ada tamu.” Aditya berusaha menjelaskan, agar tak terjadi kesalahpahaman. 

Baginya, jika dia serius dengan Sarah, maka dia harus dapat mengambil hati mamanya agar wanita di hadapannya yang begitu dicintainya ini dapat menerima pilihan hatinya. 

“Mama harap kamu mau menjauhi Sarah, Dit, sebelum terlalu jauh,” imbuh Bu Handoyo. 

Serta merta mata Aditya melebar. 

Meski sudah kesekian kalinya ibundanya tak menyetujui hubungannya dengan Sarah, bukankah tadi siang seperti sudah berusaha menerima. Bahkan, membuatkan bingkisan makanan untuknya. Kenapa malah sekarang diminta menjauhi?

“Dit, kamu tahu, berkeluarga itu yang penting keluarga kita dan keluarganya menerima kita dan calon istri kita. Tidak mudah hidup tanpa dukungan keluarga. Kamu pikirkan baik-baik.” 

Bu Handoyo bangkit dari duduknya lalu meninggalkan Aditya yang masih termangu. 

Mamanya memang terlalu subyektif. Namun, bagaimanapun juga Aditya mencintai keduanya. Mama dan Sarah. Cinta? Benarkah Cinta?

Tiba-tiba Aditya meragukan perasaannya sendiri. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JODOH PILIHAN MAMA   50b

    Sementara, di belahan timur pulau jawab, Sarah sudah tiba di hotel. “Wi, jadi kan kita ketemu?” Sarah mengirim pesan singkat ke Dewi, teman kuliahnya dulu. Meski dulu tak akrab dengannya, namun kekuatan sosial media, membuat mereka menjadi dekat. Banyak nostalgia di grup kadang membuat dulunya berjarak, menjadi akrab. “Jadi, dong. Apa yang enggak buat kamu." Dewi mengirimkan nama sebuah cafe di salah satu mall terkenal di kota pahlawan itu. “Wah, ini sih deket sama hotelku. Sampe ketemu ya!” Balas Sarah dengan riang. “Nanti aku ke sana pulang kerja, ya. Lagi banyak orderan bos. Nggak enak klo izin.” Meski janjiannya masih lama, di mall, Sarah tidak mati gaya. Dia berniat jalan-jalan berkeliling dulu di mall itu sambil membunuh waktu. Hingga kemudian, dia mengecek kembali waktu. Saat sudah dekat waktu janjiian, Sarah segera bergegas ke cafe yang dijanjikan. Suasana cafe tid

  • JODOH PILIHAN MAMA   50a

    “Mau kemana, Mas?” tanya Intan, sesaat sebelum Aditya menutup pintu itu. Lelaki itu tersenyum menatap istrinya yang raut wajahnya menampakkan wajah cemburu. Aditya menanggapi kemarahan Intan dengan santai. Jika selama ini yang banyak mengalah adalah Intan, kini dunia seolah terbalik. Intan sedang dirundung rasa kesal terhadap suaminya yang sudah terlalu memperlakukan temannya yang sedang jatuh cinta padanya. “Aku mau ke bawah. Kamu nitip apa?" tanya Aditya datar. Tak terlihat ada rasa bersalah. Aditya sudah tahu, biasanya amarah Intan akan sedikit reda jika ditawarkan makanan. “Martabak?” tawar Aditya dengan sedikit mencondongkan kepalanya. Alisnya pun satu diangkat ke atas, hendak menggoda Intan. “Serah!” ketus Intan menjawab seraya menutup pintu. Aditya hanya menanggapinya dengan senyum. Kepalanya menggeleng. Dia teringat mamanya kalau ngambek sama papanya, persis seperti itu. Nanti j

  • JODOH PILIHAN MAMA   49b

    Di kompleks perkantoran tempat mereka magang tak hanya di gedung yang berisi banyak kantor. Namun, di sebelah gedungnya pun juga perkantoran lain. Belum diseberang jalan. Apalagi, saat jam pulang kerja begini, maka akan mudah ditemui pekerja yang pulang kantor dan berjalan menuju tempat tinggal masing-masing. Di kompleks pemukiman belakang kantor itu, ada berbagai macam tipe rumah tinggal. Dari yang apartemen, kos-kosan elit, kos-kosan tipe menengah, hingga kamar yang disewakan bersama dengan pemilik rumah. Mau tipe yang ada AC dan internet plus kamar mandi di dalam, atau tipe dengan kipas angin pun tersedia. Harganya bervariasi. “Intan!” panggil Runi ketika melihat temannya tak sengaja menoleh ke arahnya. Sebenarnya Runi ingin menghindar saja dan menunggu Intan masuk. Namun, kepalang basah. Intan sudah lebih dahulu melihatnya. Mau-tak mau Runi harus menyapanya. Suasana lorong apartemen yang sepi membuat suara Run

  • JODOH PILIHAN MAMA   49a

    Sarah menatap nanar ke arah Dimas yang duduk di ruang tunggu bandara. Meskipun lelaki itu pamit hendak keluar kota alasan bisnis, Sarah tidak mempercayainya begitu saja. Sudah sebulan Sarah bekerja di kantor milik papanya yang kini dikelola Dimas. Semua pembukuan sudah diambil alih olehnya. Sesuai dengan keahliannya sebelum bekerja di kantor itu. Hana, staf lama, yang dicurigai memiliki kedekatan dengan Dimas pun sudah sebulan dipindahkan ke kantor cabang. Sarah sudah menyelidiki semua pembukuan kantor itu. Tak satu pun transaksi mencurigakan ditemukan. Bahkan, transaksi atas nama Dimas, tak satupun mencurigakan. Mungkin, itu pula yang membuat hidup Dimas tak banyak berubah, meski perusahaan makin menggeliat. Bahkan, rumah pun masih tinggal di tempat yang sama. Dimas pun masih setia dengan motornya, meski kadang-kadang membawa mobil operasional kantor. Namun, kesederhanaan itu justru yang membuat Sarah makin curiga. Jangan-jangan, ada belanja yang lain diluar untuk keluarganya, s

  • JODOH PILIHAN MAMA   48b

    “Mas, bisa nggak sih kalo kerja nggak pake main mata?” tanya Intan sambil menggigit satenya. Meski seharian dibuat gusar oleh tingkah Runi dan juga Aditya yang sok bijak di depan Runi hingga membuat gadis itu makin blingsatan, Intan sudah mulai belajar mengendalikan diri. Berkali-kali dia meneguk air mineral agar melarutkan emosi dalam darahnya. Sore tadi, sepulang kerja, Intan berpesan ke Aditya agar membeli sate di warung tenda belakang. Dia kesal dengan Aditya dan itu membuatnya malas memasak, khusus hari itu saja. Dia ingin menunjukkan kalau dia tengah marah. Apalagi, sejak Aditya tahu kalau teman-teman Intan juga magang di kantornya, Aditya makin malas pergi keluar dengan Intan. Bahkan lelaki itu rela membeli makan sendiri, demi agar tidak diketahui kedekatannya dengan sang istri. Bahkan, mereka pun pulang dan pergi terpaksa melewati jalan dan waktu yang berbeda, agar tidak diketahui hubungan keduanya. “Siapa juga yang mai

  • JODOH PILIHAN MAMA   48a

    Kebetulan Runi dan Mira tinggal di kosan yang sama. Sementara Intan beralasan ikut kakaknya. Jadi tidak gabung saat mencari kosan. Sedangkan Arfan, tentu tinggal di kosan khusus laki-laki. “Ehhh, maaf, Run. Nggak bisa. Kan aku sudah bilang, kalau aku tinggal sama kakakku cowo. Dia orangnya pemalu. Emang mau ngapain?” tanya Intan setelah menjelaskan alasannya.Selama ini, Intan selalu beralasan ikut di tempat kakak laki-lakinya. Jadi dia tak mengijinkan satu pun temannya untuk berkunjung. Bisa-bisa Aditya ngamuk kalau sampai ada yang berani datang. Lelaki itu sangat ketat terhadap privasi. “Nggak ada, sih. Cuma mau main aja. Habis dari magang, suka bengong di kontrakan,” kata Runi. Runi memang tidak terlalu cocok dengan Mira. Mira anaknya gaul, mudah dekat sama cowok. Sedangkan Runi cenderung pemalu. Mengobrol dengan Mira pun sering tidak nyambung. Karena keduanya berbeda selera. “Yaudah, aku saja yang main ke kosanmu ya,” kata Intan menawarkan diri. Kalau dengan Intan, Runi agak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status