Share

Weak

"Udah,, itu doang kan??". Tanya nya dengan nada angkuhnya yang tak pernah hilang. Aku hanya mengangguk kan kepala sembari tersenyum kepadanya namun ia segera memalingkan pandangannya dari wajahku.

Gabby, sampai sejauh ini aku masih tidak mengerti kenapa ia bersikap begitu dingin terhadapku. Aku sering melihat ia tertawa lepas saat bersama yang lain, namun saat melihatku, seakan-akan semuanya mulai membeku layaknya kutup utara yang dipenuhi dengan salju.  

"Apakah ia membenciku?? Tapi kenapa?? And karena apa?? ".

Pertanyaan ini selalu muncul dikepalaku namun aku selalu berusaha berfikir positif karna aku merasa kita hanya perlu mengenal satu sama lain secara lebih mendalam. 

Ia pun berlalu, bermaksud meninggalkan aku dan Alice. Tapi, belum jauh ia melangkah dari hadapan kami. Ia menghentikan langkahnya dan  membalikkan pandangannya kearah dimana aku dan Alice berdiri saat ini. 

"Lu berdua belum sarapan kan?? Tunggu bentar" Ucapnya dingin lalu berlalu masuk kembali ke dalam studio. Tidak butuh waktu lama, hanya beberapa menit, Ia kembali menghampiri kami dengan membawa tas Doraemon yang biasa ia bawa kemana-mana. Aku bisa menebak, bahwa tas itu adalah tas kesayangannya. 

"Ayuk,,!! Gwe tau Lu berdua belum sarapan,! " Ucapnya lagi setelah keluar dari ruang studio. Aku dan Alice hanya menatapnya bingung karna ia tidak menjelaskan mau kemana dan tampa basa-basi mengajak kami berdua. Dengan rasa yang masih tidak percaya, aku dan Alice hanya bisa saling bertatapan dengan ekspresi wajah yang sama. 

"Lu berdua ikut kagak.. ! !? Gwe mau kekantin. " Ucapnya lagi,. Lalu aku dan Alice pun hanya mengangguk dan hanya mengikuti langkahnya dari arah belakang.

Jarak menuju kantin dari tempat kami berada saat ini bisa dibilang lumayan, karna butuh waktu beberapa menit untuk sampai disana. Saat pertama kali sampai disana, aku sedikit kagum melihat betapa mewah dan luas nya kantin dikampus ini.

Luas dan besarnya mungkin tiga kali luas dan besar kantin ku saat di SMA dulu. Padahal kantin disekolah ku dulu juga bisa dikatakan cukup luas dan besar, tapi melihat kantin ini saat ini, rasanya tidak akan pernah bosan untuk datang kesini, karna selain kantinnya yang mewah, luas dan bersih, namun menunya juga enak-enak layaknya sedang berada direstoran berbintang.

Cara ordernya pun sama, layaknya saat berada direstoran, hanya dengan mengangkat tangan, pelayan langsung menghampiri dengan membawa secarik tempat menu makanan ditangannya. Rasanya aku semakin tertarik untuk berkuliah sitempat ini. Apalagi ada si dia, jadi tambah betah deh pasti. Hihi

Setelah menunggu cukup lama, menu pesanan kamipun sampai dimeja makan. Tampa satu dua tiga, akupun langsung melahap makananku karna aku merasa sedari tadi cacing-cacing diperutku sudah memulai aksi untuk menuntut hak-hak miliknya.

Aku menyantap makanan ku dengan begitu lahapnya tanpa memperdulikan kalo ternyata disana tidak hanya ada Alice, tapi Gabby juga. Sampai akhirnya akupun tersadar dan sedikit mengangkat kepalaku sejenak apakah ia benar-benar masih ada disana.

Aku hanya tersipu malu karna ulahku sendiri, terlihat Gabby hanya melipat kedua tangannya didada dengan kaki yang dilipat juga dengan posisi kaki kanan meninindih kaki kirinya. Dan ternyata ia hanya memperhatikanku sedari tadi. Kacau pikirku dalam hati.

Gabby terlihat meraih tissue didepannya lalu memegang wajahku dan mengelap sisa makanan yang nyangkut di pinggiran bibir mungilku. Sontak perlakuannya itu membuat jantungku serasa mau meledak karna berdegup terlalu kencang, untungnya aku tidak memiliki riwayat penyakit jantung. Kalau tidak, mungkin saja aku sudah pingsan saat itu juga. 

Alice yang tadinya terlihat tengah menyedot minumannya dari dalam gelas, tiba-tiba tersedak dan ikutan melongo karna merasa tidak percaya dengan apa yg ia lihat saat ini. Sambil mengelus-elus dadanya yang terasa sakit, Alice masih tetap memperhatikanku dan Gabby sambil meraih minumannya. 

"Kalo makan tu pelan-pelan,, kek gak pernah makan selama seminggu aja Lu" Ucap Gabby yang langsung membuyarkan lamunanku.

Namun sialnya, dada ini serasa tidak bisa diajak untuk komfromi,wajah serta pipi ku juga terasa memanas. Namun, Ia terlihat begitu sangat dingin, bahkan lebih dingin dari Es batu dan Ia berbicara juga tanpa ekspresi apapun. Ini orang apa batu sii?? Kaku amat. Gerutu ku dalam hati. Namun Ia hanya terlihat asyik memakan hidangan yang ada didepannya. 

Gabby terlihat begitu asik memakan hidangan didedapannya, mataku serasa tidak bisa teralihkan oleh yang lain. Rasanya aku ingin selalu menatapnya, berada disampingnya seperti saat ini, rasanya begitu sulit untuk dijelaskan tapi intinya aku sangat bahagia. Dan rasa bahagia itu, masih tidak bisa diungkapkan hanya sekedar melalui kata-kata. 

"Natapinnya gak usah ampe segitunya kaliii...!!" Aku tertegun mendengar kata-kata itu dan sepontan saja aku langsung mengalihkan pandanganku, tapi tidak bisa kusembunyikan kalau terlihat sangat jelas ada perasaan gugup diwajah ku. 

"Kenapa?? Suka Lu ama gwe??!! " Sembari mengalihkan pandangannya kearahku dengan tatapan yang begitu tajam.

Ucapan itu terdengar begitu angkuh ditambah lagi dengan ekspresi dingin yang membuat semuanya terasa semakin membeku. Aku hanya terdiam kaku diatas kursi karna tidak tau harus berbuat apa, mau mengelak tapi udah tertangkap basah.

Gabby terlihat menghentikan aktifitasnya, Ia melepas garpu yang Ia pegang dengan  kasar hingga terdengar suara dentingan dari atas meja makan  karna alat makan yang saling bertabrakan. Iapun  lalu berdiri lalu meninggalkan aku dan Alice dimeja makan. Aku hanya memasang ekspresi bingung saat melihatnya berlalu pergi meninggalkan tempat ini. 

Dijalan pulang, diotakku selalu terngiang nama Gabby, aku tidak bisa berfikir dengan jernih. Aku takut, apa yang selama ini aku takutkan benar-benar terjadi. Bagaimana kalau Ia benar-benar membenciku karna hal tadi? Bagaimana kalau ternyata Ia tahu aku menyukainya?? Bagaimana kalau Ia benar-benar tidak ingin menemui ku lagi?? . Rasa takut akan semakin jauh dari nya seakan-akan selalu menghantui fikiranku saat ini. 

Perjuanganku dan harapanku untuk bisa bersamanya kini seakan hilang tanpa sisa. Sesampainya dirumah, aku melihat mama tengah duduk disofa ruang tamu. Tampa berdikir panjang, aku langsung berlari kearahnya lalu memeluk mamaku dengan begitu erat.

Bak anak kecil yang telah kehilangan barang kesayangannya, akupun nangis sejadi-jadinya dipangkuan mamaku. Mamaku hanya terdiam dan nampak bingung saat melihatku seperti itu meskipun sudah pasti rasa khawatir dalam diri nya atas apa yang tengah terjadi dengan putri semata wayangnya.

Ada banyak pertanyaan dibenaknya, namun Ia memilih untuk tidak bertanya karna Ia tahu situasi seperti ini sangatlah tidak memungkinkan. Mama hanya mengusap-usap punggungku dan membelai rambutku agar aku sedikit merasa jauh lebih baik.

Entah sudah berapa lama aku menagis dipangkuan Mama, aku juga tidak tahu. Aku mengangkat kepalaku lalu duduk disamping Mama. Aku tidak berani menatap matanya, aku hanya terduduk dengan keadaan masih menangis terisak-isak.

Ku lihat Alice ternyata masih duduk disebelahku. Fikirku, ini adalah waktu yang tepat buat ku untuk mengungkap siapa diriku didepan Mama Ku. Aku ingin Mama tau kalau anak semata wayangnya ini berbeda dari yang lain. Hal yang dari dulu tidak pernah mampu tersampaikan kepada siapapun kecuali Alice sahabatku. 

Hanya Alice yang mengetahui hidupku dengan begitu detail. Segala hal tentangku tidak ada yang tidak Ia ketahui, bahkan permasalahan sekecil apapun itu, Ia tahu. Apa yang aku suka dan tidak suka, Alice tahu. Kisah hidup, asmara, semuanya Ia tahu. Begitupun aku, tidak ada rahasia sekecil apapun yang kami sembunyikan. Bahkan aku berani jamin, kalau Alice adalah satu-satunya orang yang paling mengenal diriku, sekalipun itu orang tuaku. Alice mengenalku lebih dari siapapun. 

Dengan suara isak tangis yang mulai terdengar sayu, akupun berusaha memberanikan diri untuk berbicara ke pada Mama soal identitas ku,tentang orientasi seksualku lebih tepatnya.

Namun belum sempat terucap satu patah katapun, hanya memikirkannya saja sudah membuatku takut. Aku takut Mama marah, aku takut Mama kecewa dan aku sangat takut kalau Mama tidak bisa menerimaku karna aku berbeda. Namun aku tetap berusaha memberanikan diri. 

"Ada apa sayang?? Kenapa?? Bicara sama Mama" Ucap Mama begitu lembut sembari mengelus kepala ku. Isak tangisku semakin terdengar lagi. Mama lalu hanya memelukku erat berharap aku bisa merasakan hangat nya pelukan seorang ibu. 

Masih dalam pelukannya.. 

"Ma, kalau seandainya Grace berbeda dari anak-anak lain pada umumnya, mama masih mau akui Grace jadi anak mama..? " Sambil mendongakkan kepala kearah Mama. Belum sempat mama menjawab, tangisanku kembali pecah dan mama hanya mengelus-elus kepalaku. 

"Mau seperti apapun kamu,seburuk apapun kamu, kamu akan tetap menjadi anak mama sayang, sampai kapanpun" Suara mama terdengar lembut, tulus namun tegas. Aku hanya bisa menangis dan menangis. 

"Ma, kalau seandainya ternyata Grace adalah seorang Lesbian, mama, masih mau punya anak kayak Grace".

Degg....

Seketika Mama langsung terdiam tampa bereaksi sama sekali. Tatapan Mama seperti kosong, namun tetap berusaha terlihat tenang. Terlihat sangat jelas ada rasa kecewa dalam dirinya, amarah, semua bercampur aduk. Pada akhirnya Mama ikutan menangis. Aku berusaha menyeka air mata yang keluar dari bola matanya, namun Mama hanya terdiam kaku. Akupun kembali tidur dipangkuannya berharap semuanya akan membaik. 

Pukul 17:45, sore hari. Akupun terbangun, Itu artinya aku tertidur disofa, aku melihat sekeliling berusaha mencari keberadaan Mama namun sejauh mata memandang, Mama tidak ada sama sekali.

Padahal seingatku, sebelum tertidur aku berada dipangkuan Mama. 

"Ma,, apa Mama marah?? Apa Mama kecewa dengan Grace? Apa Mama udah ga mau lagi punya anak kayak Grace?? " Aku segera membuang semua fikiran buruk yang ada dikepalaku saat itu. 

Aku beranjak dari sofa dan bermaksut ingin mencari keberadaan Mama. Aku mencari ke Kamar nya, namun tidak ada. Aku mencoba mencari ke kolam renang, namun tidak ada juga. Akupun merasa putus asa dan akhirnya aku memilih untuk pergi ke kamar ku saja.

Baru saja aku memijakkan kakiku ditangga menuju kamarku dilantai dua, terdengar suara gelas terjatuh dari arah dapur. Aku pun bergegas ke arah sana karna ingin melihat apa yang tengah terjadi disana. Aku berjalan menuju arah dapur, dan terlihat sosok Mama yang tengah memasak, awalnya aku mengurungkan niatku untuk bertemu dengan mama saat itu karna aku masih takut kalau mama akan memarahiku atas apa yang telah aku ucapkan beberapa jam yang lalu. 

Baru saja aku berniat ingin pergi, tapi mama sudah memanggilku dari arah sana.

"Sayang, udah bangun?? Sini duduk,, mama udah masakin makanan kesukaan kamu loo" Ucapnya dengan nada excited.

Aku mengangguk dan berjalan menuju meja makan. Dari sana, aku bisa melihat sosok seorang Mama yang begitu tegar, kuat Dan tangguh. Sosoknya yang begitu lembut akan membuat siapapun yang berada disisinya akan merasa aman dan nyaman. Kasih sayangnya yang tak pernah pudar, membuat aku semakin mengagumi sosok dirinya. 

"Ma, maafin Grace" Tiba-tiba pipi ini terasa panas, air mataku sudah mulai tidak bisa terbendung lagi. Untuk kedua kalinya, aku menangis hari ini. Mama hanya menyeka air mataku dan aku hanya bisa memeluknya erat sembari mengucap kata maaf yang tampa henti.

Mama terlihat berusaha mengerti dengan keadaanku saat ini. Ia tidak ingin bertanya lebih detail sebelum Ia melihat kalau aku sudah benar-benar dalam kondisi yang baik. 

"Nanti kita bicara setelah semuanya tenang ya"

"Kalau Grace udah merasa siap untuk cerita, pasti mama akan dengerin, apapun itu,pasti akan mama dengerin,,selama Grace berani jujur sama mama,sama papa,terutama sama diri sendiri,pasti semuanya akan terasa jauh lebih baik".

Ucap mama sembari menyeka air mata dikedua pelipis mataku. 

"Makasi ma," Hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir ini. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status