"Permisi, Nindya aku masuk ya?"Nindya terpaku melihat siapa yang datang menjenguknya. Seorang pria yang sudah ia kenal lama. Siapa lagi kalau bukan Andy. Namun, pria itu tak datang sendiri ada Raya di sebelahnya yang memasang wajah cemberut dan tanda tak suka."Masuk, Om," jawab Nindya singkat."Kok sendiri, Nin? Bang Rendy dan tante Kiara mana?" tanya Andy."Kok masih aja kamu manggil papanya si cunguk itu dengan sebutan bang? Walau ia papa tiriku, tapi ia juga calon papa mertua kamu, panggilnya om, bukan bang!" ucap Raya protes.Andy menoleh kearah Raya. Pria itu tersenyum menatap ke arah gadis yang sudah beberapa tahun menjadi kekasihnya itu. Ia kemudian mengelus pucuk kepala Raya lembut. "Iya, Sayang ... maaf aku lupa, soalnya udah lama, kebiasaan manggil papa kalian itu dengan sebutan bang Rendy.""Kalau mau ke sini cuman mau pamer kemesraan, kalian nggak usah datang. Mendingan kalian pulang aja." Nindya terlihat emosi, ia sedikit kesal melihat pasangan yang tak tahu tempat berm
"Nindya ...." Suara cempreng Bella dan Wina masuk ke ruang rawat Nindya. Gadis yang terbaring lemah itu membentangkan kedua tangannya menyambut kedatangan para sahabatnya."Kok tiba-tiba sakit sih?" tanya Wina penasaran."Nggak tahu, dari semalam itu aku sudah demam. Aku sudah minum obat sih, tapi kayaknya tidak mempan. Ya sudah, sampai pagi demamnya makin tinggi, untuk bangun saja susah. Akhirnya papa sama mama ajak aku ke rumah sakit."Bella sudah duduk di sisi kiri Nindya, setelah meletakkan bingkisan untuk gadis itu."Maaf ya, Nindya, aku cuma bawa oleh-oleh sekedar buatmu, semoga suka," ucap Wina."Iya, makasih, kamu udah repot-repot banget bawa oleh-oleh segala. Padahal datang aja ke sini aku udah senang.""Oh ya, Dio udah ke sini?" tanya Bella."Belum, tapi tadi aku sempat membalas pesannya dan dia tidak ada mengucapkan apa pun padaku lagi.""Ini teman-temannya Nindya ya? diminum dulu. Maaf ya, Tante cuman sediakan air putih saja." Kiara masuk ke dalam kamar setelah tadi pergi
Empat hari dirawat akhirnya Nindya diperbolehkan pulang oleh dokter. Rendy dan Kiara menjemputnya. Gadis itu masih butuh istirahat lebih di rumah dan ia tak diizinkan untuk makan sembarangan terlebih dahulu sampai kondisinya benar-benar pulih."Ma ... aku boleh nggak bicara sama Mama," ucap Nindya kepada Kiara setelah mereka sampai di rumah."Tentu saja boleh. Kamu tunggu di kamar ya! Nanti mama samperin. Mama mau merapikan barang-barang kamu dulu, sepulang dari rumah sakit tadi," jawab Kiara.Nindya bergegas masuk ke dalam kamarnya. Kamar itu sudah terlihat rapi, tak seperti diawal ia tinggalkan. Gadis itu merebahkan diri seraya memainkan ponsel yang dipegangnya."Sayang ... Papa berangkat ke perusahaan dulu. Kamu jangan lupa minum obat ya? Kalau butuh apa-apa bilang sama mama. Banyak istirahat," Rendy menghampiri sang putri di dalam kamarnya. Ia mencium kening gadis itu."Iya, Pa," jawab gadis itu singkat.Hari sudah menunjukkan jam makan siang. Mama Kiara mengantarkan bubur untuk m
Mentari bersinar dengan cerahnya. Nindya sudah bersiap hendak pergi kuliah. Gadis itu terlihat sangat cantik dengan balutan dress berwarna krem, juga bandana pita dengan warna senada menghiasi rambutnya."Pa, Ma ... Nindya berangkat kuliah ya," Nindya mencium punggung tangan orang tuanya bergantian."Berangkat sama siapa, Nin?" tanya Rendy."Sudah, kamu berangkat sama Raya saja. Bukannya kamu baru saja sembuh, jangan terlalu dibawa capek, apalagi bawa motor sendiri." tegur Kiara.Raya mendengus kesal mendengar saran yang disampaikan mamanya. Seketika ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Raya berangkat sama Andy, jangan aneh-aneh deh.""Nggak apa-apa kan, kalo Nindya bareng sama kalian? Andy juga bawa mobil, yang numpang cuman kalian berdua. Masa enggak cukup?""Benar kata Mama kamu. Nggak kasihan sama adikmu? Adikmu baru saja sembuh lho ... kamu tega nyuruh dia bawa motor sendiri?" Rendy turut mendukung saran Kiara."Mama sama Papa kok memojokkan aku? Kalian sebenarnya cuman say
"Saya rasa, Ibu Nia, cocok menjadi istri saya.""Oh kalau itu sih tentu saja, Pak. Ibu Nia memang cocok untuk bapak," jawab Andy meyakinkan."Jadi menurut Anda, apakah saya harus melamar ibu Nia secepatnya?""Boleh dicoba itu, Pak. Tidak ada salahnya, siapa tahu ibu Nia juga tertarik dengan Bapak. Apalagi Bapak seorang kepala sekolah, itu pasti suatu kebanggaan bagi ibu Nia.""Baiklah, kalau begitu saya akan melakukan lamaran kejutan untuk ibu Nia. Tolong bantu saya, Pak Andy.""Dengan senang hati, saya akan membantu prosesnya. Baik, kalau begitu saya permisi, Pak. Sebentar lagi jam mengajar tiba, saya harus memberikan ulangan kepada siswa saya, terima kasih."Andy bergegas meninggalkan ruangan kepala sekolah. Ia mengelus dadanya lega. "Sialan, aku pikir ada masalah apa, ternyata hanya masalah cinta," gumamnya seraya menggeleng gelengkan kepala.Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, tugas Andy mengajar untuk hari ini sudah berakhir, sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.[Sayang ...
Rendy dan Kiara saling berpandangan, kemudian mereka tersenyum lalu menganggukan kepala masing-masing."Ayo masuk, kok pada mematung? Papa nggak mau rugi ya, beli tiket mahal-mahal malah anak papa tidak ada yang mau masuk ke dalam," ucap Rendy kepada kedua putrinya."Iya, kok pada diam diaman gini? Masuk dong! Ayo... kasihan Papa sudah beli tiket mahal-mahal." Kiara mulai menarik tangan putrinya.Dengan terpaksa Nindya dan Raya akhirnya mengikuti kedua orang tuanya masuk ke dalam taman bermain pasar malam. Tak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir mereka masing-masing. Terutama Raya, wajahnya masih tampak kesal dan penuh amarah."Kita main apa dulu, Pa?" tanya Kiara pada sang suami."Gimana kalau kita lomba mancing boneka? Siapa yang menang bebas mau minta apa saja. Papa akan penuhi semua permintaan kalian. Kita bagi menjadi dua tim ya? Papa sama Mama, Nindya sama Raya," ucap Rendy yakin."Kok gitu? Kenapa Raya harus sama Nindya? Nggak bisa gitu dong! Seharusnya Raya sama M
Acara ulang tahun kampus."Kayaknya, besok di acara ulang tahun kampus, seru banget deh kalau kita bawa pasangan masing-masing," ucap Wina."Iya dong. Kan' ada acara dansa juga. Syukur ada Dio, jadi aku nggak bakalan kesepian," jawab Nindya."Yes! Aku juga sudah ada Bayu. Jadi tinggal kamu saya dong, Win, yang belum ada pasangannya," celetuk Bella."Udahlah, kalian menang, aku kalah, tapi kira-kira ada nggak sih cowok yang mau di sewa buat jadi pasanganku besok?" Wina mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan jari telunjuk kanannya."Perlu kita bantu?" Nindya mulai menaik turunkan alisnya, menawarkan bantuan yang tidak jelas kepada Wina."Caranya? Jangan bikin yang aneh-aneh ya, Nin?" Wina mulai ketakutan, ia merasa kalau teman-temannya akan melakukan sesuatu yang tidak masuk akal."Tenang saja, tunggu ya, kita carikan pasangan yang tepat buat kamu." Nindya menoleh ke arah Bella kemudian melakukan tos dengan gadis itu."Tega banget sih kalian, mentang-mentang sudah punya pasangan dan aku masi
"Sorry, Sayang ... aku baru bisa jemput kamu, soalnya tadi di sekolah aku sibuk banget." Andy begitu menyesal terlambat menjemput Raya sepulang ia merayakan pesta ulang tahun kampusnya. Gadis itu tampak berdiri seorang diri di depan gerbang tempatnya menempuh pendidikan."Lama sekali sih! Kamu nggak punya perasaan banget sama pacar kayak gitu. Ngebiarin pacar nunggu lama, kalau ada penjahat gimana?" gerutu Raya. Gadis itu bergegas masuk ke dalam mobil Rendy dan duduk di kursi penumpang sebelah kursi kemudi."Maaf, Sayang. Kan' aku sudah bilang dari kemarin-kemarin, pekerjaanku sedang banyak di sekolah. Kamu juga tahu sendiri kan, menjadi seorang guru itu cari libur susah, kecuali hari minggu atau liburan akhir semester.""Itu mah cuman alasan kamu aja! Sudah jalan, aku mau pulang.""Gimana acaranya tadi? Pasti sangat menyenangkan.""Menyenangkan apanya? Yang ada bikin jengkel. Semua orang punya pasangan, mereka menikmati acara dengan romantis. Aku aja yang sendiri, apalagi tuh, si Nin