"Nek, besok aku tidak mau ke sawah lagi!" Raya mulai tidak bisa menerima dengan kegiatan yang harus ia lakukan bersama Nindya."Ya, kalau kamu tidak mau berarti kamu tidak boleh sarapan.""Kok Nenek nyiksa aku seperti itu sih? Mentang-mentang aku bukan cucu kandung Nenek.""Bukan berarti karena kamu bukan cucu kandung , Raya. Kalau Nindya juga tidak mau melakukan hal yang sama pun, Nenek juga akan tetap menghukumnya sama seperti kamu, bukan begitu Kek?" "Benar kata Nenek. Kalian itu harus belajar hidup susah, jangan menikmati senangnya saja. Ingat loh, belum tentu kalian itu nanti akan menikah dengan orang yang kaya seperti orang tua kalian." Kakek berusaha mengingatkan kedua cucunya."Aku tidak terbiasa, Kakek. Aku tidak bisa pergi ke sawah. Liat ini, kakiku sudah merah-merah, gatal-gatal semua gara-gara lumpur itu," ucap Raya seraya menggerak-gerakan kedua kakinya, menunjukkan di beberapa bagian kakinya yang memerah."Itu belum seberapa, Raya," tegur nenek."Kak Raya terlalu cengen
Dengan kecepatan tinggi, Rendy mengendarai mobil bersama Kiara, akhirnya tiba di kampung halaman sedikit lebih cepat dari biasanya. Sepasang suami-istri itu tampak begitu panik setelah mendengar kabar tentang keadaan Nindya yang sakit, juga Raya yang menghilang."Nindya ada di mana?" tanya Rendy kepada kedua orang tuanya."Ada di kamar, Ren. Cepatlah ... sepertinya dia harus dibawa ke rumah sakit, demamnya tinggi, badannya menggigil," jawab nenek.Rendy berlari menuju kamar Nindya untuk menghampiri gadis itu disusul oleh Kiara, nenek dan kakeknya."Raya bagaimana, Bu?" tanya Kiara kepada ibu mertuanya."Ibu tidak tahu, Kiara. Ibu minta maaf, tadi pagi tidak biasa anakmu itu bangun siang, jadi ibu datang ke kamarnya mengetuk pintu. Namun, tak ada yang menjawab. Saat ibu buka pintu, Nindya sudah terbaring di lantai dengan kondisi badan yang demam juga menggigil, sementara Raya, ibu tak menemukannya.""Ke mana sih anak itu? Susah sekali diatur.""Kita ke rumah sakit dulu, Ma. Kita harus
"Kamu ke mana saja? Kabur dengan siapa?" tanya Kiara pada putri kesayangannya."Aku dijemput sama Andy, Ma. Semalam aku telepon dia, aku minta sama dia agar jemput aku pagi-pagi buta, karena dia kan mau ngajar juga, makanya aku minta jemput nya pagi-pagi, biar sehabis jemput aku dia juga bisa sekolah.""Kamu mulai berbohong. Tidak usah berbohong, Raya. Kebohonganmu itu percuma, bahkan sekali pun kalau benar Andy yang mau jemput kamu, seharusnya tadi pagi kamu sudah sampai di rumah. Mama tidak percaya kalau Andy mengajakmu ke mana-mana."Ya memang tidak kebmana-mana, Ma. Kita perjalanan pelan-pelan, makanya lama sampainya, tanya aja sama Andy kalau Mama nggak percaya.""Papa memang bukan papa kandung kamu, tapi bagaimana pun sekarang kamu adalah tanggung jawab Papa. Pergi ke mana kamu sebenarnya? Tidak usah menjadikan Andy sebagai alasan. Mama kamu bahkan sudah menghubungi Andy berkali-kali, dia tidak ada menjemput kamu, bahkan dia tidak tahu kalau kamu pergi dari rumah kakek dan nenek
SingaporeHari ini Dio akan melanjutkan pengobatannya. Diantar oleh Mami dan Papi juga wanita yang dipilih sebagai jodohnya, Naura.Untuk saat ini Dio mengikuti saja keinginan kedua orang tuanya, menerima perjodohan antara dirinya dengan Naura. Namun, jauh di lubuk hatinya yang terdalam ia berjanji, setelah dirinya sehat ia akan kembali ke Indonesia lalu menemui Nindya."Sudah siap, Dio?" tanya Robert."Sudah, Papi," jawab Dio seraya mengangguk."Pokoknya kamu harus sembuh, setelah itu menikah. Mama sudah ingin punya menantu," ucap Syla seraya membelai lembut pundak anaknya."Ya, Ma. Dio akan menikah, segera menikah," jawab Dio, namun, dengan nada penekanan yang seakan-akan tidak yakin."Kamu harus sehat ya, Sayang. Nanti setelah kamu sembuh kita jalan-jalan, jadi kamu harus semangat berobatnya, biar kondisi kamu cepat pulih." Naura berlagak perhatian terhadap Dio. Ia memegang tangan Dio manja, namun pria itu menepisnya."Kamu nggak usah sok baik sama aku. Aku sudah tahu apa tujuanmu,
Hari ini Andy mengadakan kelas belajar di sebuah Taman Kota bersama dengan para siswanya. Belajar sambil mengenal alam, itulah yang dilakukan oleh guru tampan kekasih dari Raya itu."Pak Guru, kalau bisa sering-sering aja kayak gini. Bosan kalau belajar di kelas terus," ucap seorang siswa."Benar, Pak. Kalau kita belajar santai di Taman seperti ini, kan' rasanya nyaman, sejuk, semangat belajar pun pasti lebih meningkat," ucap yang lainnya."Kita harus mengikuti peraturan sekolah, anak-anak. Boleh belajar di luar kelas, tapi harus terjadwal dan tidak terlalu sering. Bagaimana pun, menaati peraturan sekolah adalah salah satu bentuk bahwa kalian mencintai sekolah."2 jam berlalu, kegiatan jam mengajar Andy telah habis, ia kembali ke sekolah bersama para siswa-siswi'nya.Pria itu memutuskan untuk pergi makan siang. Baru saja ia sampai di sebuah restoran, matanya tertuju pada sosok yang ia kenal, Raya, kekasihnya sendiri. Gadis itu tak sendiri, ia bersama lelaki paruh baya yang beberapa wa
"Bukan! Bukan seperti itu, Om, Tante. Aku sudah mengambil keputusan. Jujur ini mendesak dan memang terbilang sangat dadakan. Aku pun tidak menyangka akan mengatakan ini sekarang, tapi bagaimana pun ini adalah keputusan yang paling tepat atas situasi yang sudah terjadi. Om, Tante, aku mohon maaf, aku tidak bisa melanjutkan hubungan ku dengan Raya.""Lo, kenapa, Andy? Apakah kalian ada masalah?" tanya Kiara yang sedikit kaget."Maaf sebelumnya, mungkin ini begitu mengejutkan." Andy kemudian menyodorkan ponselnya setelah ia membuka video hasil rekamannya yang menunjukkan keromantisan Raya bersama pria paruh baya tadi."Ini maksudnya apa?" tanya Kiara. Mama kandung Raya begitu tampak terkejut melihat gambar putrinya yang seperti gadis tak punya malu, bergelayut mesra dan manja dengan pria yang seusia dengan Rendy."Apakah kamu salah orang, An? Bisa jadi ini hanya mirip dengan Raya." Rendy mencoba membela putri tirinya."Benar, Andy. Mungkin ini hanya mirip dengan Raya. Bukankah di dunia i
"Apa-apaan ini, Raya? Ya Tuhan ... kenapa kamu jadi gadis tidak tahu malu seperti ini? Siapa yang ngajarin kamu jadi wanita tidak berakhlak?" Kiara tak mampu lagi menahan emosinya setelah mereka sampai di rumah."Tenang dulu, Ma." Rendy mencoba menahan kemarahan Kiara."Ada apa, Pa?" tanya Nindya yang ke luar dari kamar setelah mendengar keributan di ruang tamu rumahnya."Masalah tadi, Nindya." Andy mencoba memberikan jawaban kepada Nindya."Jadi, Om, Tante. Maaf, inilah alasan aku ingin mengakhiri hubunganku dengan Raya. Bahkan tadi, istri dari pak Damar memergoki mereka secara langsung sedang berada di kamar hotel." Andy melirik ke arah Raya. Emosinya sudah sedikit bisa dikendalikan. Kiara sendiri tengah menangis, ia merasa gagal mendidik Raya. Tak pernah terbayang di benaknya, jika putri kesayangannya itu berbuat hal yang memalukan. Tak ada lagi yang bisa ia ucapkan."Baiklah, kami paham, Andy. Kami terima keputusanmu. Tetaplah bersilaturahmi," jawab Rendy."Sayang, maafkan aku. P
"Lihatkan, Pa. Sekarang Papa sudah lihat sendiri kan? Andy sengaja memutuskanku dan tidak mau memaafkanku karena ia ingin bersama Nindya. Baru juga kemarin ia mengakhiri hubungan kita, sekarang ia sudah menjemput Nindya tanpa memperdulikan perasaanku," jawab Raya berbohong."Kamu yakin itu alasannya?""Kalau bukan itu, lalu apa? Papa tahu sendiri, anak Papa itu sudah suka sama Andy sejak lama. Sekarang dia pasti senang karena aku putus sama Andy.""Ya sudah, biar nanti papa yang tanya sama Nindya, tapi setahu papa, dia bukan anak yang seperti itu, apalagi jelas-jelas dia sudah memiliki cowok yang sedang dekat dengan dia. Jadi papa rasa Nindya tidak akan melakukan hal itu.""Wajar sih, Papa membela dia, karena dia kan anak kandung Papa sedangkan aku cuma anak tiri Papa.""Bukan itu alasan papa, tapi papa sebagai orang tua Nindya, sudah mengenal dia sejak kecil. Mana mungkin Papa tidak tahu sifatnya."Raya terdiam, ia tak menjawab lagi komentar papanya. Gadis itu memalingkan wajahnya ke