Share

Bab 4

Author: Christina
last update Last Updated: 2022-09-19 13:47:21

"Raya?" Nindya yang sedari tadi fokus menatap ponselnya tersentak, menyadari siapa gadis yang kini berdiri di hadapannya.

"OH MY GOD, siapa ini? Ma, jangan bilang, dia akan menjadi adik tiriku?" pekik Raya, ia tak kalah kagetnya dengan Nindya.

"Nindya, jadi kamu sudah kenal dengan Raya?" tanya Rendy seraya menepuk pundak putrinya itu.

"Eh, apa maksudmu? Adik tiri? Aku juga tidak ada niat sedikitpun menjadikanmu kakak tiriku." Nindya lebih memilih merespon ucapan Raya ketimbang menjawab pertanyaan Rendy, papanya.

"Sudah ... Sudah ... Duduk dulu. Raya, mama tidak suka ya, kamu bersikap tidak sopan kayak gini."

Memasang wajah penuh amarah dan kesal, Raya menuruti keinginan mamanya. Duduk tepat di hadapan Nindya. Ia menatap pedas ke arah Nindya, mata keduanya saling beradu pandang. Tak ada sedikit pun tatapan perdamaian.

Sibuk dengan pikiran masing-masing, kedua gadis itu bertanya-tanya pada dirinya sendiri, ada apa gerangan kedua orang tua mereka bertemu?

Kiara, mama Raya, sudah 5 tahun menjanda, setelah ditinggal mati oleh suaminya. Kiara mendapatkan seluruh harta sang suami sebagai warisan, termasuk perusahaan ya kini sedang ia pimpin.

Kiara mengenal Rendy 1 tahun lalu, saat mereka terlibat kerjasama bisnis dengan perusahaan yang sama. Diawali dengan kerjasama itu mereka sering komunikasi dan akhirnya jatuh cinta.

Kini keduanya sepakat, ingin melanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius yaitu menikah. Tentunya inilah yang menjadi permulaan bagi mereka, saling mengenalkan buah hati masing-masing.

"Kita pesan makan dulu ya, Kiara, Nindya dan Raya," ucap Rendy, ia mempersilahkan untuk memilih menu sesuai selere mereka masing-masing.

"Iya, Pa," jawab Nindya malas.

Semua menikmati hidangan makan malam dalam diam, tak ada satu pun yang bersuara, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Apalagi Nindya, pikiran gadis itu berkecamuk, apa yang sebenarnya direncanakan papanya? Adik tiri? Apa pula maksud dari Raya?

"Ninyda, jadi gini, Papa berencana akan menikah lagi, dengan tante Kiara, mamanya Raya. Papa ingin minta restu untuk hubungan kami pada kalian." Rendy mengawali percakapan mereka setelah semua selesai menikmati makan malamnya.

"Papa serius?" tanya Nindya

"Papa serius, Nin. Makanya malam ini, Papa mempertemukan kalian. Nindya setuju kan? Kalau Raya gimana?" tanya Rendy.

"Gimana, Raya? Kamu tidak keberatankan kalau mama menikah lagi?" Kiara melirik putrinya yang sedari tadi hanya diam saja.

"Raya tidak melarang mama menikah lagi, tapi jangan sama Om Rendy, Ma. Raya ga mau punya saudara tiri kayak dia!" pekik Raya, gadis itu menunjuk Nindya dengan telunjuk tangan kanannya.

"Siapa juga yang mau punya kakak yang ga punya etika kayak kamu!" balas Nindya yang tak kalah geram.

"Stop!! Kalian berdua kenapa, sih?" tanya Rendy.

"Asal Om tahu ya. Anak Om berniat sekali merusak hubunganku dengan pacarku, Andy. Entah apa maksudnya, selalu saja mengakui pacarku sebagai calon suaminya." Emosi Raya meledak-ledak.

"Raya, cukup! Kita pulang, Mama malu punya anak tidak punya sopan santun!" Kiara berdiri, ia menarik tangan putri satu-satunya agar segera berdiri mengikutinya.

"Ren, mungkin kita bahas lain kali rencana kita. Aku akan mencoba bicara dengan Raya, silahkan kamu bicara dengan putrimu juga, ok? Aku pamit," ucap Kiara. Wanita itu sedikit menyeret Raya, mengajaknya pulang.

Rendy dan Nindya kembali pulang, ada perasaan cemas di hati Rendy. Apa yang diucapkan Raya membuatnya gelisah, apakah yang dimaksud gadis itu, adalah Andy, laki-laki yang selama ini sering disuruh menjadi suami Nindya, putrinya?

Rendy memang tahu, jika Andy sudah memiliki kekasih, ia tahu namanya Raya. Hanya saja Rendy tidak pernah melihat ataupun bertemu dengan kekasih Andy, sampai kejadian hari ini menyadarkan ia akan sesuatu, jika sebenarnya Raya kekasih Rendy adalah satu orang yang sama dengan Raya putri dari Kiara, calon istrinya.

"Nindya, Papa mau bicara," ucap Rendy ketika mereka baru saja sampai di rumah.

"Iya, Pa?"

"Duduklah." Rendy menepuk-nepuk sisi kiri sofa yang ia duduki. Dengan lembut Nindya mendaratkan bokongnya di sebelah papanya itu.

"Papa mau nanya masalah Raya dan Om Andy?" tanya Nindya to the point, seakan-akan ia sudah paham apa yang ada dibenak papanya.

"Kamu sudah tahu?" tanya Rendy.

"Tahu, iya, Nindya tahu, mereka memang pacaran, tapi mereka belum menikah. Raya aja yang memang kelewat cemburu, Pa ... lagian, kasian Om Andy, kayak tukang ojek, disuruh anter jemput gitu, ih ... Om Andy juga, mau aja sama cewek kayak gitu, masih mending sama Nindya, ya kan, Pa?" Nindya tersadar, papanya sudah memasang mimik wajah tak suka pada dirinya.

Ya, cara Nindya salah, salah yang terlalu barbar menyatakan perasaannya. Namun Rendy yakin, itu hanyalah cinta monyet yang akan segera berakhir.

"Jadi, sekarang Nindya inginnya gimana?" Rendy malah balik bertanya.

"Papa, apakah papa sudah melupakan mama?" tanya Nindya.

"Tentu saja tidak, Nindya. Mana mungkin papa melupakan mamamu. Hanya saja, Papa juga pasti butuh pendamping untuk masa tua Papa, juga mencarikan seseorang yang bisa menemani hari-harimu," jelas Rendy.

"Dan, sosok Kiara, hampir mirip dengan mamamu. Ia begitu lembut, perhatian, bahkan walau ia belum pernah melihatmu, ia sering sekali menanyakan keadaanmu," lanjut Rendy.

"Pa, kalau dengan bersama tante Kiara, Papa bahagia, Nindya juga bahagia untuk kebahagiaan Papa. Nindya merestui kalian, tapi—"

"Tapi, kenapa?" Rendy memotong ucapan Nindya.

"Nindya tidak bisa menjamin jika Raya merestui kalian, ia tidak suka dengan Nindya, Pa," jawab Nindya.

"Gini ya, sayang. Bisa ga, kamu menjauhi Andy? Bukannya Papa tidak suka dengan Andy, hanya saja Papa pun tidak suka melihat kamu seakan-akan ingin merebut Andy dari Raya," tegas Rendy pada putrinya.

Nindya terdiam. Ia tahu, mungkin caranya berlebihan. Di lubuk hatinya yang terdalam, ia pun tidak ingin memaksakan kehendaknya, baginya, mencoba berjuang tidak ada salahnya.

"Nindya ...." Rendy menyadarkan lamunan Nindya.

"Papa lebih setuju, kalau Raya yang menikah kelak dengan Andy? Jadi Papa lebih memihak pada calon anak tiri Papa? Demi apa Pa? Demi apa? Demi setujunya Raya dengan hubungan Papa dan tante Kiara? Iya? Papa jahat! Hiksss ... hiksss ...." Nindya berhambur, menangis tersedu, pergi berlari menuju kamarnya.

Nindya mengurung diri, ia menangis di dalam kamarnya, mendekap erat foto Almira, almarhum mamanya. Pikirannya menerawang jauh, mengenang masa-masa indah di mana dulu ia dan kedua orang tuanya kerap menghabiskan waktu bersama. Kini, ia harus menerima kenyataan, Rendy, papa Ninya memutuskan untuk mencari ibu pengganti untuknya.

Yang lebih menyakitkan, ia harus menerima kehadiran Raya sebagai kakak tirinya kelak. Ingin menentang, ingin melarang, namun ia pun tak ingin egois, menghalangi kebahagiaan papanya.

Butiran-butiran bening mulai menetes menghiasi wajahnya, hatinya teramat sakit menerima kenyataan yang begitu jauh dari dugaannya. Andai saja ia mampu menentang, rasanya ia ingin sekali menentang.

Terbayang jauh masa depan itu. Hal-hal yang mungkin terjadi di kehidupannya kelak setelah papanya menikah mulai terbayang. Ketakutan-ketakutan jika sang papa tak lagi sama menyayanginya seperti saat ini.

Tak ada lagi cara lain yang bisa ia lakukan, kecuali menerima kenyataan yang sudah ada di depan matanya.

Beberapa bait doa ia lantunkan dalam diam, ia berharap, kebahagiaan menghampirinya dengan nyata. Berharap mimpi-mimpi buruk yang selama ini masuk setiap malam berubah menjadi mimpi indah dan mengantarkannya pada kebahagiaan di dunia nyata.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 60

    Satu bulan kemudian ....Hiruk pikuk para tamu undangan memenuhi hotel tempat berlangsungnya pernikahan Andy dan Nindya, Keduanya tampak anggun dan cantik dengan menggunakan busana elegan buatan dari design ternama Ivan Guntur. Sementara itu, Wina, Bella dan Raya sibuk menyambut para tamu yang berdatangan secara terus menerus. Begitu juga dengan kedua orang tua dari mempelai.Sampai akhirnya moment melemparkan buket bunga pengantin pun tiba."Siap-siap ya, kira-kira siapa nih, yang bakalan nyusul setelah aku ...." teriak Nindya yang sudah bersiap hendak melemparkan bunga."Nin, lempar ke arahku!" teriak Wina."Ke arahku saja, Nin." Raya juga turut berteriak."1 ... 2 ... 3 ...." Nindya melempar bunganya dengan sangat kencang dan hap! Yang pertama meraih bunga adalah Bella. Gadis yang tak pernah diduga-duga.Setelah beberapa jam acara pernikahan dan resepsi yang sekaligus dilaksanakan dalam satu waktu itu Akhirnya selesai saat itu juga Nindya langsung dihajar untuk tinggal di rumah An

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 59

    "Kenapa semua diam? Benar? Jadi, Om Andy bersedia menikahi Raya walau yang ada di perutnya itu bukan anak, Om?"5 menit kemudian ...."Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday, happy birthday, happy birthday Nindya ...."Kedua orang tua Andy masuk seraya membawa kue ulang tahun yang sudah dihiasi dengan lilin untuk Nindya. Semua ikut bernyanyi termasuk Raya dan Andy."Selamat ulang tahun calon mantu mama yang paling cantik," ucap Mama Andy setelah ia berada tepat di hadapan Nindya."Selamat ulang tahun ya, Sayang. Sebentar lagi kamu jadi menantu papa," lanjut papa Andy.Posisi Nindya masih dalam keadaan bingung. Ia lalu menoleh ke arah orang tuanya kemudian menatap Andy juga Raya secara bergantian. Mereka semua sudah mulai mendekat ke arah Nindya seraya bertepuk tangan."Selamat ulang tahun!" ucap Andy seraya berjongkok di hadapan Nindya. Ia lalu membuka kotak kecil yang ia pegang."Ini apa-apaan?" tanya Nindya masih bingung."Prank!!" teriak Raya dengan pen

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 58

    Isak tangis mengiringi kepergian Dio. Seperti permintaan terakhirnya, ia dimakamkan di pemakaman setempat. Nindya merasa menyesal. Beberapa waktu ia memang ada di sisi Dio. Namun, Nindya sama sekali tak memahami akan keadaannya.Gadis itu masih tertunduk lemah, bahkan matanya terlihat bengkak karena terlalu banyaknya menangis. Andy yang setia menemani, tak henti-henti berusaha menenangkan hati Nindya."Kita pulang ya? Biarkan Dio beristirahat dengan tenang. Berhentilah menangis, agar ia tidak merasa bersalah telah pergi meninggalkan kita semua."Nindya tidak menjawab apa pun. Namun, gadis itu berusaha menghapuskan air matanya lalu berdiri membalikkan badannya menoleh kearah Andy yang berada di belakangnya."Kita pulang ya?" ajak Andy sekali lagi."Iya, Om," jawab Nindya lirih."Om, sebentar ya, aku pengen pipis. Mau ke toilet dulu." Nindya bergegas menuju ke toilet umum yang tidak jauh dari pemakaman. Andy menunggu di luar pintu seraya memainkan ponselnya."Aku sudah selesai, Om," uca

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 57

    "Minum dulu, Om. Om, kok bisa pingsan sih?" tanya Nindya seraya memberikan air putih kepada Andy.Pria itu sudah duduk di salah satu kursi cafe ditemani oleh Nindya. Wajahnya bersemu merah menahan malu, bahkan banyak pasang mata yang memandang ke arahnya.Andy meneguk air putih yang diberikan oleh Nindya. Pria itu menghela napas sesaat, kemudian menghembuskannya perlahan."Berapa lama aku pingsan?" tanya Andy menatap Nindya.Nindya berpikir sejenak, ia menyentuh keningnya beberapa kali, menggunakan jari telunjuk kanannya. "Kayaknya 15 menit, Om. Om, kenapa pingsan? Belum makan ya? Emangnya tadi di rumahku, Om nggak minta makan? Nggak ditawari makan sama mama papaku?""Nindya kamu paham nggak? Aku itu grogi, apa lagi nyanyi di depan umum. Ditonton banyak orang, aku syok, makanya pingsan.""Dihhh ... Om Andy, berlebihan deh. Gitu aja kok pingsan? Om kan udah biasa tampil di depan umum, contohnya mengajar! Ya kan?""Itu beda, Nindya. Udah ayo, kita pergi dari sini. Coba tuh kamu lihat,

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 56

    Memulai hari yang baru.Pagi ini Nindya masih mengurung diri di dalam kamar. Sementara Wina dan Bella sudah pamit pulang. Gadis itu sudah melewatkan sarapannya, ia tak menyentuh sedikit pun apa yang diantar oleh asisten rumah tangga di rumahnya. Hatinya masih terluka, ia tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Semua seperti mimpi, mimpi buruk baginya.Di ruang tamu, keluarga Nindya tengah berlangsung pembicaraan serius antara Rendy, Kiara dan Andy. sementara Raya sudah pergi sejak tadi."Ada apa, An? Kok tumben kamu pagi-pagi begini sudah ke sini?" tanya Rendy kepada Andy."Aku ingin berbicara serius.""Tentang apa?" tanya Rendy lagi."Jadi begini ... sebenarnya sudah beberapa lama, aku menyadari perasaan aku. Aku menyadari kalau sebenarnya aku sudah jatuh cinta kepada Nindya. Semua sudah sempat aku utarakan, tapi Nindya menolakku dengan alasan ia sudah memiliki Dio dan akan segera bertunangan.""Lalu?" Kali ini Kiara yang bertanya."Aku ingin minta izin ke Om dan Tante, untuk ke

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 55

    "Dio!!" teriak NindyaGadis itu hampir saja tak sadarkan diri melihat pria yang ia cintai tengah tergeletak bersimbah darah. Nindya histeris, ia berteriak kencang sembari menangis. Beberapa orang berusaha menenangkannya.Tak lama kemudian mobil ambulan datang. Dio segera dilarikan ke rumah sakit. Pria itu masih bernapas. Nindya menyusul dengan menggunakan sepeda motornya, ia mencoba tenang dan percaya jika pria yang ia cintai dalam keadaan baik-baik saja.Tidak butuh waktu lama, ambulan sudah tiba di rumah sakit disusul dengan Nindya yang mengikuti dari belakang. Dio segera dimasukkan ke ruang UGD, sementara Nindya menunggu di luar. Gadis itu berusaha menghubungi keluarga Dio."Apa yang terjadi, Nin?" tanya Gio yang baru saja tiba di rumah sakit bersama kedua orang tuanya."Maafkan aku, Gio. Semua salahku," jawab Nindya seraya terisak."Ada apa sebenarnya?" tanya Syla."Om, Tante, Gio. Sebelumnya aku minta maaf. Aku rasa Dio salah paham ...." Nindya pun menceritakan semua yang terjad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status