Share

Bab 3

Author: Christina
last update Last Updated: 2022-09-19 13:46:39

Akhirnya, Nindya lulus, ia diterima di sebuah universitas ternama di Kota Denpasar, Universitas Mahadewa. Universitas elite yang memiliki beberapa ragam jurusan di dalamnya. Nindya berhasil masuk pada bidang keguruan Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Pertama kali menjadi mahasiswa, Nindya dan teman-teman seangkatannya diwajibkan mengikuti Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus atau biasa disebut dengan OSPEK.

"Anak jalang juga kuliah ya? Aku fikir, kamu cuma memiliki keahlian menggoda kekasih orang. Jadi, kamu juga bisa belajar?" sindir Raya, ia tidak menyangka jika Nindya berhasil masuk ke kampus elite tempatnya menempuh pendidikan.

"Siapa yang jalang? Tante ya? Astaga, Tante, aku kaget lo. Aku fikir Tante itu cewek baik-baik, kasihan Om Andy, aku harus menyadarkannya." Nindya tak mau kalah, ia malah balik menuding Raya.

"Kamu itu benar-benar ga punya ahklak ya, cih!" Raya mendorong Nindya sedikit keras, membuat gadis itu terhuyung dan hampir terjatuh, namun masih bisa menyeimbangkan dirinya kembali.

"Siapa dia, Nindya? Kamu kenal? Hati-hati lo, dia senior kita." Bella yang 1 jurusan dengan Nindya menegurnya, sedari tadi gadis itu memperhatikan perdebatan keduanya yang terlihat jelas tak ada persahabatan sedikitpun.

"Dia pacar dari calon suamiku," jawab Nindya datar. Ia masih menatap Raya yang melenggang pergi memperlihatkan bokong seksinya, meninggalkan dirinya yang masih terdiam.

"Apa? Calon suami? Kamu sudah mau nikah?" Bella yang baru saja mengenal Nindya tersentak kaget mendengar pengakuan teman barunya.

"Lupakan, aku cuma bercanda, hahaha ... Haha...." Nindya terkekeh geli seraya menepuk pundak Bella sekali.

Kedua gadis itu memilih duduk di salah satu kursi depan ruang kelas. Banyak hal yang mereka bicarakan termasuk urusan kuliah.

"Kamu sudah catst semua, mata kuliah yang akan kita dapat?" tanya Nindya pada teman di sebelahnya.

"Aman, bos," jawab Wina seraya menaikkan jempol tangan kanannya.

Dari kejauhan tampak Wina, teman semasa SMA Nindya berlari kencang menuju ke arah Nindya. Beberapa kali ia terdiam mencoba mengatur napasnya sebelum mulai bicara. Ia memegangi dadanya kemudian mulai menenangkan diri. Menghela napas sejenak lalu menghembuskannya pelan.

"Kenapa, Wina? Om Andy?" Nindya seakan-akan bisa menerka apa yang akan disampaikan Wina padanya.

Sahabat setianya itu selalu tahu hal-hal penting yang harus disampaikan tepat waktu pada dirinya, khususnya tentang Andy.

"Ada di luar gerbang kampus, dia di sana, huh ... Iya, itu Om Andymu, di depan kampus," jawab Wina masih ngos-ngosan mengatur napasnya setelah berlari tadi.

"Siapa sih?" Bella menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, gadis itu bingung dengan tingkah kedua teman kuliahnya. Ia tak paham, siapa yang tengah di bicarakan.

Nindya sudah mulai melangkah, perlahan tapi pasti. Dengan wajah datar dan biasa-biasa saja, ia menuju depan kampus, seperti yang disampaikan Wina. 2 temannya mengekor dari belakang, mengatur jarak agak sedikit jauh.

Benar saja. Andy sudah berada di depan, bukan cuma Andy, Raya juga disana. Sepertinya gadis itu baru menyelesaikan mata kuliah terakhirnya dan hendak pulang.

"Eh ... Om Andy, jemput lagi?" ucap Nindya seraya mengulum senyumnya.

"Bocah tengik ini lagi," sindir Raya seraya mendelik ke arah Nindya.

"Iya, Nindya mau pulang? Ayok, sekalian biar Om anterin," ucap Andy ramah.

"Tidak usah, Om ... Om itu kan, calon suami Nindya, bukan sopir Nindya lho ... Kalau sekedar antar jemput, tukang ojek juga bisa kok," jawab Nindya.

"Apa maksud kamu, sialan?" Raya kembali tersulut emosi. Ia memasang ekspresi amarahnya ke arah Nindya. Matanya mulai melotot seperti hendak menerkam Nindya hidup-hidup.

"Om, aku pergi duluan, ya. Takut, ada nenek lampir yang mau marah," ucap Nindya.

Bukan Nindya namanya jika tidak membuat perkara lebih, disempatkannya menarik tangan kanan Andy, lalu mencium punggung tangan pria itu dan ia bergegas melarikan diri dari hadapan mereka.

"Jalang! Jangan lari kamu, sialan!" teriak Raya penuh emosi, sementara Nindya sudah tertawa terpingkal-pingkal menjauh lalu menghampiri 2 temannya yang nampak tertawa renyah melihat kelakuan konyolnya.

****

"Aku pulang," ucap Nindya sesampainya di depan pintu rumah.

"Non Nindya, sudah pulang? Maaf ya, tadi bibi di belakang, jadi tidak dengar," ucap Bi Isah, yang terlihat sedang mengeringkan tangannya yang basah dengan cara menggosokkannya pada celemek yang ia pakai.

"Papa?" Nindya menatap sekelilingny, mencari-cari keberadaan sang papa.

"Pak Rendy belum pulang, Non. Non Nindya sudah makan siang?" tanya Bi Isah.

"Sebentar lagi, Bi. Aku masuk dulu, ganti pakaian. Bi Isah lanjut aja sama pekerjaannya, nanti aku ambil sendiri kalau mau makan." Nindya bergegas masuk ke dalam kamarnya setelah melemparkan seulas senyuman pada Bi Isah.

Nindya mengganti pakaiannya, merebahkan tubuhnya kemudian menatap sendu foto kecil yang terpajang di atas meja belajarnya, ada dirinya, papa dan mamanya disana. Foto terakhir yang diambil sebelum sang mama meninggal.

"Nindya rindu mama," lirihnya, bulir-bulir bening mulai berkumpul di sudut matanya, diambilnya bingkai itu dan dipeluknya hangat.

Dulu, kalau ia pulang sekolah, mama Almira yang selalu menyambutnya. Kini sosok itu hanya menjadi kenangan bagi Nindya, kenangan yang akan selalu hidup di dalam lubuk hatiya.

Tumpah sudah, isak tangis Nindya tak tertahan lagi, ditambah lagu-lagu sendu ia dengarkan, menambah sesak dadanya.

Menangis dalam tidur, akhirnya Nindya terlelap setelah lelah menangis. Masih memeluk bingkai foto dirinya dan kedua orang tuanya. Dibalik cerianya, Nindya menyimpan banyak luka. Gadis itu kini sudah beranjak dewasa, namun kesibukan sang ayah membuatnya merasa kurang kasih sayang dan perhatian. Ditambah tak ada sosok ibu di sisi-Nya.

"Nindya, bangun, sayang ...." Jemari kekar itu membelai lembut rambut Nindya.

Jarum jam sudah menunjuk angka 07.00 malam. Rendy yang baru saja selesai membersihkan diri setelah bekerja bergegas menghampiri putrinya yang masih tertidur.

"Papa," lenguhnya, Nindya sedikit mencoba meregangkan anggota tubuhnya. Bingkai yang sedari tadi dipeluknya telah lepas.

"Mandi ya, bersiap. Ayo kita makan malam di luar," ucap Rendy.

"Kok tumben, pa? Ada apa?" tanya Nindya, gadis itu sudah mengubah posisi duduknya, sedikit mengucek matanya kemudian menatap sang ayah.

"Nanti juga kamu tahu, dandan yang cantik." Rendy mengelus pucuk kepala Nindya kemudian meninggalkannya.

Nindya bergegas masuk ke dalam kamar mandi, seperti titah papanya, ia bersiap juga berdandan yang cantik. Entah kejutan apa yang akan diberikan Rendy padanya, semua masih menjadi tanda tanya.

Gadis manis berkacamata itu, bergegas keluar menghampiri Rendy. Mereka pergi ke sebuah restoran mewah yang terletak di Kota Denpasar.

"Pa, ada acara apa? Kenapa kita makan disini? Tidak biasanya papa mengajak Nindya makan di luar ke tempat spesial seperti ini?" tanya Nindya bingung.

"Duduk saja dulu, Nin. Sebentar lagi, kamu akan tahu," jawab Rendy.

Beberapa kali Rendy melihat jarum jam pada arloji yang dikenakanya, kemudian sesekali tangannya disatukan dan saling mengusap. Ia tak memesankan apapun untuk dirinya juga putrinya. Pandangannya fokus menatap ke arah luar restoran.

"Maaf, sudah menunggu lama?" tanya seorang wanita yang tiba-tiba muncul di hadapan Nindya dan Rendy.

"Raya?" Nindya yang sedari tadi fokus menatap ponselnya tersentak, menyadari siapa gadis yang kini berdiri di hadapannya.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 60

    Satu bulan kemudian ....Hiruk pikuk para tamu undangan memenuhi hotel tempat berlangsungnya pernikahan Andy dan Nindya, Keduanya tampak anggun dan cantik dengan menggunakan busana elegan buatan dari design ternama Ivan Guntur. Sementara itu, Wina, Bella dan Raya sibuk menyambut para tamu yang berdatangan secara terus menerus. Begitu juga dengan kedua orang tua dari mempelai.Sampai akhirnya moment melemparkan buket bunga pengantin pun tiba."Siap-siap ya, kira-kira siapa nih, yang bakalan nyusul setelah aku ...." teriak Nindya yang sudah bersiap hendak melemparkan bunga."Nin, lempar ke arahku!" teriak Wina."Ke arahku saja, Nin." Raya juga turut berteriak."1 ... 2 ... 3 ...." Nindya melempar bunganya dengan sangat kencang dan hap! Yang pertama meraih bunga adalah Bella. Gadis yang tak pernah diduga-duga.Setelah beberapa jam acara pernikahan dan resepsi yang sekaligus dilaksanakan dalam satu waktu itu Akhirnya selesai saat itu juga Nindya langsung dihajar untuk tinggal di rumah An

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 59

    "Kenapa semua diam? Benar? Jadi, Om Andy bersedia menikahi Raya walau yang ada di perutnya itu bukan anak, Om?"5 menit kemudian ...."Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday, happy birthday, happy birthday Nindya ...."Kedua orang tua Andy masuk seraya membawa kue ulang tahun yang sudah dihiasi dengan lilin untuk Nindya. Semua ikut bernyanyi termasuk Raya dan Andy."Selamat ulang tahun calon mantu mama yang paling cantik," ucap Mama Andy setelah ia berada tepat di hadapan Nindya."Selamat ulang tahun ya, Sayang. Sebentar lagi kamu jadi menantu papa," lanjut papa Andy.Posisi Nindya masih dalam keadaan bingung. Ia lalu menoleh ke arah orang tuanya kemudian menatap Andy juga Raya secara bergantian. Mereka semua sudah mulai mendekat ke arah Nindya seraya bertepuk tangan."Selamat ulang tahun!" ucap Andy seraya berjongkok di hadapan Nindya. Ia lalu membuka kotak kecil yang ia pegang."Ini apa-apaan?" tanya Nindya masih bingung."Prank!!" teriak Raya dengan pen

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 58

    Isak tangis mengiringi kepergian Dio. Seperti permintaan terakhirnya, ia dimakamkan di pemakaman setempat. Nindya merasa menyesal. Beberapa waktu ia memang ada di sisi Dio. Namun, Nindya sama sekali tak memahami akan keadaannya.Gadis itu masih tertunduk lemah, bahkan matanya terlihat bengkak karena terlalu banyaknya menangis. Andy yang setia menemani, tak henti-henti berusaha menenangkan hati Nindya."Kita pulang ya? Biarkan Dio beristirahat dengan tenang. Berhentilah menangis, agar ia tidak merasa bersalah telah pergi meninggalkan kita semua."Nindya tidak menjawab apa pun. Namun, gadis itu berusaha menghapuskan air matanya lalu berdiri membalikkan badannya menoleh kearah Andy yang berada di belakangnya."Kita pulang ya?" ajak Andy sekali lagi."Iya, Om," jawab Nindya lirih."Om, sebentar ya, aku pengen pipis. Mau ke toilet dulu." Nindya bergegas menuju ke toilet umum yang tidak jauh dari pemakaman. Andy menunggu di luar pintu seraya memainkan ponselnya."Aku sudah selesai, Om," uca

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 57

    "Minum dulu, Om. Om, kok bisa pingsan sih?" tanya Nindya seraya memberikan air putih kepada Andy.Pria itu sudah duduk di salah satu kursi cafe ditemani oleh Nindya. Wajahnya bersemu merah menahan malu, bahkan banyak pasang mata yang memandang ke arahnya.Andy meneguk air putih yang diberikan oleh Nindya. Pria itu menghela napas sesaat, kemudian menghembuskannya perlahan."Berapa lama aku pingsan?" tanya Andy menatap Nindya.Nindya berpikir sejenak, ia menyentuh keningnya beberapa kali, menggunakan jari telunjuk kanannya. "Kayaknya 15 menit, Om. Om, kenapa pingsan? Belum makan ya? Emangnya tadi di rumahku, Om nggak minta makan? Nggak ditawari makan sama mama papaku?""Nindya kamu paham nggak? Aku itu grogi, apa lagi nyanyi di depan umum. Ditonton banyak orang, aku syok, makanya pingsan.""Dihhh ... Om Andy, berlebihan deh. Gitu aja kok pingsan? Om kan udah biasa tampil di depan umum, contohnya mengajar! Ya kan?""Itu beda, Nindya. Udah ayo, kita pergi dari sini. Coba tuh kamu lihat,

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 56

    Memulai hari yang baru.Pagi ini Nindya masih mengurung diri di dalam kamar. Sementara Wina dan Bella sudah pamit pulang. Gadis itu sudah melewatkan sarapannya, ia tak menyentuh sedikit pun apa yang diantar oleh asisten rumah tangga di rumahnya. Hatinya masih terluka, ia tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Semua seperti mimpi, mimpi buruk baginya.Di ruang tamu, keluarga Nindya tengah berlangsung pembicaraan serius antara Rendy, Kiara dan Andy. sementara Raya sudah pergi sejak tadi."Ada apa, An? Kok tumben kamu pagi-pagi begini sudah ke sini?" tanya Rendy kepada Andy."Aku ingin berbicara serius.""Tentang apa?" tanya Rendy lagi."Jadi begini ... sebenarnya sudah beberapa lama, aku menyadari perasaan aku. Aku menyadari kalau sebenarnya aku sudah jatuh cinta kepada Nindya. Semua sudah sempat aku utarakan, tapi Nindya menolakku dengan alasan ia sudah memiliki Dio dan akan segera bertunangan.""Lalu?" Kali ini Kiara yang bertanya."Aku ingin minta izin ke Om dan Tante, untuk ke

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 55

    "Dio!!" teriak NindyaGadis itu hampir saja tak sadarkan diri melihat pria yang ia cintai tengah tergeletak bersimbah darah. Nindya histeris, ia berteriak kencang sembari menangis. Beberapa orang berusaha menenangkannya.Tak lama kemudian mobil ambulan datang. Dio segera dilarikan ke rumah sakit. Pria itu masih bernapas. Nindya menyusul dengan menggunakan sepeda motornya, ia mencoba tenang dan percaya jika pria yang ia cintai dalam keadaan baik-baik saja.Tidak butuh waktu lama, ambulan sudah tiba di rumah sakit disusul dengan Nindya yang mengikuti dari belakang. Dio segera dimasukkan ke ruang UGD, sementara Nindya menunggu di luar. Gadis itu berusaha menghubungi keluarga Dio."Apa yang terjadi, Nin?" tanya Gio yang baru saja tiba di rumah sakit bersama kedua orang tuanya."Maafkan aku, Gio. Semua salahku," jawab Nindya seraya terisak."Ada apa sebenarnya?" tanya Syla."Om, Tante, Gio. Sebelumnya aku minta maaf. Aku rasa Dio salah paham ...." Nindya pun menceritakan semua yang terjad

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 54

    "Menikahlah denganku!"Nindya terdiam. Ia masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari bibir Andy. "Om Andy bilang apa?" tanya Nindya kemudian."Menikahlah denganku, Nindya!" Andy mengulang ucapannya."Om Andy bercanda ya? Kok tiba-tiba gini sih?""Aku nggak bercanda, Nindya. Sebelumnya aku minta maaf, mungkin selama ini aku sudah mengecewakan kamu, mungkin karena aku belum menyadari perasaanku, tapi saat aku dengar kamu akan bertunangan, kok rasanya hatiku sakit banget. Rasanya aku tidak terima jika kamu akan dimiliki oleh orang lain. Semalam suntuk aku memikirkan itu semua dan aku sadar kalau sebenarnya aku mencintaimu.""Maaf, Om. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi permintaan Om. Lagipula Om juga sudah tahu jelas kalau aku akan segera bertunangan dengan Dio.""Kamu yakin kalau kamu mencintai Dio? Aku merasa sebenarnya perasaanmu masih ada sama aku.""Sekali lagi aku minta maaf, Om. Untuk perasaanku saat ini sepenuhnya aku mencintai Dio. Om hanyalah masa laluku dan a

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 53

    "Dio!" pekik Nindya.Gadis itu segera berjongkok kemudian meletakkan kepala Dio di atas tumpuan kedua kakinya, sedangkan yang lain seketika berdiri lalu menghampiri mereka."Dio ... bangun, Sayang! Bangun!" Syla berusaha membangunkan putranya yang sudah tidak sadarkan diri."Kita bawa ke rumah sakit," ucap Robert yang kemudian membopong putranya dibantu oleh Rendy dan Gio.Semua ikut serta ke rumah sakit, walau pada kenyataannya Rendy, Kiara juga Nindya sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diri Dio.Kondisi Dio cukup lemah. Ia mendapat penanganan secara cepat setelah tiba di rumah sakit. Robert dan Syla tampak mondar-mandir karena panik, mengkhawatirkan keadaan Dio, begitu pula dengan Gio. Pria itu bahkan masih merasa menyesal karena hampir saja pernah merebut Nindya dari Dio.Nindya dan kedua orang tuanya ingin sekali bertanya, menanyakan apa sebenarnya yang terjadi pada diri Dio. Namun, mereka mencoba menahannya setelah melihat kondisi keluarga Dio yang sedang ti

  • Jadi Suamiku Ya, Om?   Bab 52

    Malam hari, seperti yang dijanjikan oleh Dio. Pria itu benar-benar datang bersama dengan kedua orang tuanya, Robert dan Syla, Gio juga turut serta ikut bersama mereka."Silahkan masuk." Asisten rumah tangga di rumah Nindya mempersilahkan tamu tuannya untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Sementara Rendy dan Kiara baru saja ke luar dari kamarnya setelah bersiap."Maaf ... sudah membuat kalian menunggu begitu lama," ucap Rendy kepada tamunya seraya tersenyum, lalu ia duduk di hadapan mereka bersama istrinya."Sebentar ya, saya panggilkan Nindya dulu," ucap Kiara yang kembali berdiri setelah menyadari anaknya tidak ada di sana."Iya ... silakan," jawab Robert, Ayah Dio.Perbincangan-perbincangan kecil terjadi. Gio yang pada awalnya tidak merestui hubungan saudara kembarnya dengan Nindya mulai mengiklaskan semuanya. Ia sadar jika Dio lebih membutuhkan Nindya dibandingkan dirinya."Halo ... Om, Tante," ucap Nindya kemudian mencium punggung tangan kedua orang tua Dio dan Gio.Gadis itu kini

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status