MasukDamarteja mengerjapkan mata, menguceknya seperti pakaian basah. Ia menyipitkan pandangan, memerhatikan sekeliling. Tak ada siapa pun, selain Endra.
“Ke mana yang lain?” sang Pangeran berjalan ke arah Endra yang tengah duduk di bawah pohon mangga.
Ajudan itu bangkit. Ia pura-pura tidak mendengar ucapan majikannya dan malah sok sibuk tidak jelas.
“Kenapa tidak jawab?” Damarteja menangkap bahu Endra supaya tidak kabur ke mana-mana.
Lelaki itu meringis untuk menutupi rasa bersalahnya. “Itu ... sebenarnya kita ditinggal oleh rombongan.”
Sang Pangeran menaikkan alis samar-samar dan matanya menyipit. Ia menghela napas sambil memalingkan wajahnya beberapa derajat menjauhi Endra.
“Aku yang memimpin rombongan ini, tapi malah ditinggal?” batinnya.
“Apa itu masuk akal?” desis Damarteja.
Kebohongan merupakan akar kejahatan. Ia akan menjerat pelakunya ke dalam lubang dosa.
Se
Pundak lelaki diciptakan kuat tidak hanya bertujuan untuk mengangkat beban tetapi juga menjadi sandaran bagi pasangan. Memiliki tubuh yang kokoh, membuat lelaki berkeyakinan mereka dilahirkan untuk dibutuhkan.“Kenapa sama sekali tidak mengatakan hal ini padaku?” gumam Damarteja.Lelaki yang sedang frustrasi itu mengusap rambutnya kasar. Berkali-kali mulutnya berdecap, membuat para prajurit di barak mengerutkan dahi.“Kenapa Kanjeng Pangeran begitu?” celetuk Warman pada Endra yang berdiri sekitar lima meter dari Damarteja.“Eh tidak sopan menebak-nebak hati Pangeran Adipati.” Endra menyilangkan tangan di depan dada.Mula menepuk bahu Warman. “Kenapa tanya ke Komandan? Sudah pasti Beliau tidak akan memberi tahu.”Lelaki tersebut memelankan suara. “Aku kasih tahu ya, orang yang sudah menikah tapi enggan pulang ke rumah, artinya dia sedang bertengkar dengan pasangan.”Mereka ber
Malam di Puri Kacayagra tak seperti malam yang sebelumnya. Lampu penerang yang ditaruh di dinding tak menyala, dari gerbang hingga Paviliun Wingking.Muniratri berjalan di belakang Ningsih. Di tangannya tergenggam belati, ia siap menikam siapa saja yang berniat jahat.“Jangan khawatir, Kanjeng Putri. Saya akan melindungi Anda.” Ningsih menenangkan majikannya yang terlihat terlalu waspada.Saat tiba di Paviliun Wingking, lampu kamar Muniratri menyala, menandakan ada orang di dalam sana. Ningsih pun mengecek keadaan.Dayang itu membuka pintu. Dengan langkah yang tak terdengar, memasuki ruangan dan memeriksa setiap sudut. Ia tak menemukan apa pun, selain Pangeran Adipati sedang duduk di ranjang.Ekspresi lelaki tersebut datar. Sorot matanya dingin, tak terlihat bersahabat. Bulu kuduk Ningsih bahkan sampai berdiri dibuatnya.Ningsih keluar kamar. Ia menutup pintu rapat-rapat. “Kanjeng Putri bisa masuk sekarang.”
Semenjak Damarteja menempatkan pasukan rahasia di sekitar Balai Geliat Merah Muda, semua informasi disampaikan ke Pangeran Adipati, sekecil apa pun itu. termasuk informasi tentang pengemis yang mengais rezeki di sana.“Apa aku harus menangani ini juga?” Damarteja menatap prajurit di ruang kerjanya dengan tatapan dingin.“Bawa dia ke panti sosial.” Dia menyandarkan diri ke punggung kursi.Pangeran Adipati menutup mata. Ia mengibaskan tangan menyuruh bawahannya meninggalkan ruangan.Ketika prajurit berpakaian sipil itu keluar, ia berpapasan dengan Muniratri di depan gerbang Puri Kacayagra. Wanita itu pun memicingkan mata.“Kamu kenal dia?” Muniratri menunjuk lelaki tadi ke Ningsih.Dayang itu mengamati orang yang ditunjuk majikannya. “Saya kira dia prajurit yang bertugas menjaga keamanan Balai Geliat Merah Muda.Muniratri menaikkan salah satu sudut bibir. Ia cukup puas dengan sikap para bawahan
Damarteja meletakkan undangan pernikahan ke atas meja. Dia menarik Muniratri yang berada di sampingnya dan merengkuh wanita itu dalam pangkuan.“Kamakarna akan segera menikah,” ucapnya.Muniratri menghela napas. “Baru juga tiga minggu yang lalu kita kembali dari keraton. Masa harus ke sana lagi?”Wanita itu mengerucutkan bibir. “Kalau perjalanan ke sana hanya perlu satu jam sih tidak apa-apa. Masalahnya, kita harus melakukannya berhari-hari. Ini sangat melelahkan.”Hubungan Pangeran dan Putri Hadiwangsa makin baik dari hari ke hari. Kini, Muniratri berani mengungkapkan isi hatinya secara terang-terangan.“Kalau Putri mau, aku bisa membuat alasan agar kamu tidak ikut.” Damarteja membelai wajah sang istri.Meskipun Muniratri adalah istri Damarteja yang merupakan keluarga Kerajaan Badra, ia sadar dirinya tidak boleh berbuat sesuka hati. Ia harus mengikuti norma dan aturan yang berlaku.&ldq
Pernikahan bukan hanya bertujuan untuk merajut kasih antara dua insan, tetapi juga menyatukan kedua keluarga. Atas dasar itu, sebelum pernikahan dilaksanakan, mereka perlu mengetahui bibit, bebet, dan bobot.“Tunjukkan sikap yang baik!” Widuri menepuk pundak Kamakarna, sebelum mereka pergi ke kediaman Raden Cakra.Pernikahan keluarga keraton harus diperhitungkan dengan hati-hati. Baik keuntungan maupun konsekuensi yang diterima harus dipikirkan masak-masak. Karena sekali melangkah, tidak ada jalan kembali.“Ibunda tenang saja. Ananda tahu bagaimana harus bersikap.” Kamakarna meraih tangan ibunya.Sang Putra Mahkota Badra menepuk-nepuk punggung tangan Prameswari. “Semua kekhawatiran Ibunda tidak akan terjadi.”Melihat sikap putranya yang tak lagi keberatan melakukan pernikahan dengan keluarga Jenderal Pertahanan Kota, Widuri pun bernapas lega. Satu beban di hati telah terangkat.“Semua sudah siap?&rdq
Pemerintahan Badra masih kental dengan magis. Mereka menghitung tanggal baik dan buruk untuk menghindari waktu sial. Lembaga yang menangani masalah tersebut ialah Kawedanan Reripta.“Bulan depan?” Kamakarna membelalak saat membaca laporan yang diberikan langsung oleh pemimpin Kawedanan Reripta.Sang Putra Mahkota membanting laporan itu di atas meja. “Kenapa cepat sekali?”Kamakarna menggigit bibir bawah. Ia meraup muka, lalu bangkit dari duduk.“Ini tidak mungkin,” gumamnya.Lelaki itu mondar-mandir dari timur ke barat. Kakinya tak mau berhenti.“Kenapa kalian tidak bicara dulu padaku?” pekik Kamakarna.Lebih dari dua puluh tahun Kawedanan Reripta dipimpin oleh lelaki yang bergelar Raden Pangarsa Aji. Selama itu pula, dia tidak pernah memberitahu apa yang akan dilakukan, karena lembaga tersebut berada di bawah perintah Raja Badra langsung.“Yang Mulia, kami ....” Raden







