Share

58|

Author: Shanum Belle
last update Last Updated: 2025-12-07 19:00:24

Perayaan ulang tahun Prameswari Widuri tinggal menghitung hari. Pada masa-masa ini, Ibu Kota disibukkan oleh berbagai aktivitas tidak hanya warga lokal tetapi juga luar daerah bahkan luar negeri.

Mereka datang jauh bukan hanya untuk memenuhi undangan keraton, tetapi juga memperkukuh hubungan politik dengan penguasa Badra.

“Untung saja rombongan kita datang lebih awal, jadi saya bisa jalan-jalan dahulu. Boleh ya, Paduka.” Muniratri mengayun-ayunkan lengan Damarteja.

Ia bersumpah jika suaminya tidak memberikan izin, dia akan terus menempel di sisi lelaki itu.

“Lakukan saja yang kamu inginkan,” ucap Damarteja acuh tak acuh.

Meski ekspresi Pangeran Adipati terkesan dingin, lelaki tersebut tidak lupa memberikan kantong uang berisi lima ratus koin emas pada Ningsih untuk membayar belanjaan istrinya.

“Terima kasih, Paduka!” Muniratri mengecup pipi suaminya.

Wanita itu pergi bersama Ningsih menembus ramainy

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   77|

    Semenjak Damarteja menempatkan pasukan rahasia di sekitar Balai Geliat Merah Muda, semua informasi disampaikan ke Pangeran Adipati, sekecil apa pun itu. termasuk informasi tentang pengemis yang mengais rezeki di sana.“Apa aku harus menangani ini juga?” Damarteja menatap prajurit di ruang kerjanya dengan tatapan dingin.“Bawa dia ke panti sosial.” Dia menyandarkan diri ke punggung kursi.Pangeran Adipati menutup mata. Ia mengibaskan tangan menyuruh bawahannya meninggalkan ruangan.Ketika prajurit berpakaian sipil itu keluar, ia berpapasan dengan Muniratri di depan gerbang Puri Kacayagra. Wanita itu pun memicingkan mata.“Kamu kenal dia?” Muniratri menunjuk lelaki tadi ke Ningsih.Dayang itu mengamati orang yang ditunjuk majikannya. “Saya kira dia prajurit yang bertugas menjaga keamanan Balai Geliat Merah Muda.Muniratri menaikkan salah satu sudut bibir. Ia cukup puas dengan sikap para bawahan

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   76|

    Damarteja meletakkan undangan pernikahan ke atas meja. Dia menarik Muniratri yang berada di sampingnya dan merengkuh wanita itu dalam pangkuan.“Kamakarna akan segera menikah,” ucapnya.Muniratri menghela napas. “Baru juga tiga minggu yang lalu kita kembali dari keraton. Masa harus ke sana lagi?”Wanita itu mengerucutkan bibir. “Kalau perjalanan ke sana hanya perlu satu jam sih tidak apa-apa. Masalahnya, kita harus melakukannya berhari-hari. Ini sangat melelahkan.”Hubungan Pangeran dan Putri Hadiwangsa makin baik dari hari ke hari. Kini, Muniratri berani mengungkapkan isi hatinya secara terang-terangan.“Kalau Putri mau, aku bisa membuat alasan agar kamu tidak ikut.” Damarteja membelai wajah sang istri.Meskipun Muniratri adalah istri Damarteja yang merupakan keluarga Kerajaan Badra, ia sadar dirinya tidak boleh berbuat sesuka hati. Ia harus mengikuti norma dan aturan yang berlaku.&ldq

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   75|

    Pernikahan bukan hanya bertujuan untuk merajut kasih antara dua insan, tetapi juga menyatukan kedua keluarga. Atas dasar itu, sebelum pernikahan dilaksanakan, mereka perlu mengetahui bibit, bebet, dan bobot.“Tunjukkan sikap yang baik!” Widuri menepuk pundak Kamakarna, sebelum mereka pergi ke kediaman Raden Cakra.Pernikahan keluarga keraton harus diperhitungkan dengan hati-hati. Baik keuntungan maupun konsekuensi yang diterima harus dipikirkan masak-masak. Karena sekali melangkah, tidak ada jalan kembali.“Ibunda tenang saja. Ananda tahu bagaimana harus bersikap.” Kamakarna meraih tangan ibunya.Sang Putra Mahkota Badra menepuk-nepuk punggung tangan Prameswari. “Semua kekhawatiran Ibunda tidak akan terjadi.”Melihat sikap putranya yang tak lagi keberatan melakukan pernikahan dengan keluarga Jenderal Pertahanan Kota, Widuri pun bernapas lega. Satu beban di hati telah terangkat.“Semua sudah siap?&rdq

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   74|

    Pemerintahan Badra masih kental dengan magis. Mereka menghitung tanggal baik dan buruk untuk menghindari waktu sial. Lembaga yang menangani masalah tersebut ialah Kawedanan Reripta.“Bulan depan?” Kamakarna membelalak saat membaca laporan yang diberikan langsung oleh pemimpin Kawedanan Reripta.Sang Putra Mahkota membanting laporan itu di atas meja. “Kenapa cepat sekali?”Kamakarna menggigit bibir bawah. Ia meraup muka, lalu bangkit dari duduk.“Ini tidak mungkin,” gumamnya.Lelaki itu mondar-mandir dari timur ke barat. Kakinya tak mau berhenti.“Kenapa kalian tidak bicara dulu padaku?” pekik Kamakarna.Lebih dari dua puluh tahun Kawedanan Reripta dipimpin oleh lelaki yang bergelar Raden Pangarsa Aji. Selama itu pula, dia tidak pernah memberitahu apa yang akan dilakukan, karena lembaga tersebut berada di bawah perintah Raja Badra langsung.“Yang Mulia, kami ....” Raden

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   73|

    Muniratri tak henti menatap Pangeran Adipati membuat yang bersangkutan salah tingkah.Ia pun pura-pura sibuk melakukan aktivitas lain. Apa pun itu dia lakukan demi menutupi kegugupannya.“Paduka.” Muniratri meraih lengan Damarteja saat lelaki tersebut sedang meregangkan otot.“Kalau Putra Mahkota menaruh dendam, kita harus bagaimana?” Wanita itu mengedipkan mata dengan cepat, supaya terlihat seperti gadis yang menggemaskan.“Aduh! Kenapa dia bertingkah seperti ini, sih?” batin Damarteja.Atasan dan bawahan kerap memiliki pemikiran yang sama, tak terkecuali Damarteja dan Endra.Dulu, ketika Pangeran Adipati masih menganggap bahwa Raden Lawana adalah pelaku korupsi bahan pangan Pasukan Wirajati, setiap gerak-gerik Muniratri selalu menjadi objek kecurigaan.Kini, sejak Damarteja tahu bahwa ayah mertuanya bukanlah pelaku korupsi yang sebenarnya, setiap gerakan Muniratri dipandangnya sebagai sesuatu yang paling menarik di dunia.Damar

  • Jadilah Pedangku, Sayang!   72|

    Kamakarna meremas tiang gazebo di yang terletak di Tengah taman sari. Dia berdecih sambil mendongak ke langi biru.“Kenapa Raden Ayu melakukan ini padaku?” Kamakarna meraih lengan Muniratri.Ia menatap mantan tunangannya dengan saksama. “Bukankah kita sudah berjanji untuk bersama?”Meski Kamakarna adalah Putra Mahkota Badra yang wajib dihormati, Muniratri tidak mengacuhkannya untuk sesaat. Dia harus menenangkan Ningsih lebih dahulu, daripada terjadi sesuatu yang buruk nantinya.Muniratri melirik ke dayang tersebut dengan sedikit gelengan samar. Tak ada yang menyadari tindakan wanita itu, selain mereka berdua.“Yang Mulia, silakan duduk dahulu.” Muniratri mengarahkan Kamakarna ke salah satu kursi, sementara matanya sibuk memberi isyarat pada Ningsih untuk pergi.Wanita itu menekuk jemarinya dan menepuk-nepuk pipi dengan punggung tangan, seolah sedang menyeka air mata. Ia berbalik, tak hanya untuk membuat Ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status