LOGIN**
“Ceu Lena..??” Tanya Paman Gimun terperanjat.
Alahh..! Gending keceplosan. Terlanjur sudah, kata-kata tidak bisa ditarik lagi.
Paman Gimun memajukan posisi duduknya pelan-pelan. Kepalanya juga menyusul maju mendekati Gending yang tiba-tiba gugup.
Ia kemudian membuka kacamata bulat nan klasiknya, menatap Gending dengan bola mata yang melebar.
“Kamu bilang mirip dengan Ceu Lena..??”
Wajah Gending memerah.
“Eee.., iya, Paman.”
Apakah Paman Gimun mengenal seorang wanita yang bernama Ceu Lena itu?
Tentu saja, karena sesungguhnya Ceu Lena itu adalah..,
“Cieeee..!” Kata Paman Gimun tiba-tiba, menggoda Gending dengan senyumnya yang kali ini jadi amat menjengkelkan.
“Ceu Lena ya? Hahaha..!” Mang Demang ini melanjutkan dengan tertawa mengejek.
“Cinta tak kesampaian? Bertepuk sebelah tangan?? Kalah saingan?
**“Terima kasih atas waktunya ya Mbak.” Ujar Gending sembari berdiri.“Never mind.” Sahut Mbak Vera, tersenyum tipis, tapi mimiknnya sedih.“Kalau kamu butuh bantuan ke Mbak, hubungi saja. Selagi Mbak bisa pasti akan Mbak bantu.”Setelah berpisah dengan Mbak Vera itu Gending kemudian menemui Hari Atmoko.Dia adalah komandan dari satu regu sekuriti yang dikontrak dan ditugaskan perusahaan bironya di perkantoran Arung Tower ini.Gending yang memang telah mengenal baik sang komandan pun menyampaikan maksudnya.“Begini, Bang. Saya berbicara bukan atas nama Ibu Widya selaku CEO Arung Bahari Corp, juga tidak mengatas-namakan Arung Tower ini.”“Tunggu, tunggu Mas Gending. Sepertinya, ini obrolan serius nih.” Sahut Hari Atmoko, menarik sebuah kursi dan menyodorkannnya pada Gending.“Duduk dulu Mas, duduk dulu.”Gending yang mendapat keramah-tam
**“Jadi, setelah pergi dari Acropolis, kamu mau ke mana?”“Untuk sementara, mungkin aku mau pergi ke Angke.”“Tempat siapa tuh?”“Tempat tinggal aku yang dulu, bareng teman karibku, sesama badut hello Kitty.”Mbak Vera mengangguk-angguk. Ada raut prihatin yang tercetak di wajahnya, menyadari seorang rekan yang telah ia kenal dengan cukup baik akan segera pergi.“Kamu mau turun ke jalan lagi? Mengamen jadi badut lagi?”“Sepertinya itu pilihan terakhir, Mbak. Karena, kebetulan aku mendapat tawaran pekerjaan dari seorang teman lama.”“Pekerjaan apa tuh?”Gending tidak akan keceplosan, alih-alih salah bicara, dengan membeberkan penawaran yang ia terima dari agen intelejen negara bernama samaran Mang Demang itu. Intelejen negara, gitu lho!Jawab Gending kemudian, “Pekerjaan biasa yang pernah aku jalani dulu, sewaktu
**“Tapi ini soal.., tapi ini soal..,”Gending tak bisa melanjutkan lagi kalimatnya, saking banyaknya kata yang memenuhi kepala dan berebut keluar lewat lisannya.Terakhir, ia hanya bisa menarik nafas dalam-dalam, dan membuangnya kuat-kuat.“Gending,” ujar Mbak Vera lembut.“Kamu yang sabar ya. Kamu tahu Mbak ada di pihak kamu. Mbak bisa mengerti kok apa yang kamu rasakan sekarang ini.”“Jujur ya, semua rasa hormat yang Mbak miliki sekarang, Mbak limpahkan semuanya ke kamu, seorang laki-laki yang begitu teguh menjalankan amanah.”“Walaupun kamu tidak mendapat pamrih apa pun. Tetapi kamu terus menjalankan amanah itu sebagai bentuk balas budi kepada orang tua asuh kamu.”Gending menundukkan kepala. Tangannya bergerak malas memutar-mutar sedotan di gelas es jeruk miliknya. “Mbak b
**Gending berdiri di hadapan Miss Widya, yang kali ini menampilkan wajah dengan jutaan eskpresi yang tak terbaca.Lihatlah dia, putri tunggal Wibisono itu..,Ia jelita bagaikan dewi Athena dengan segala pesona dan kebijaksanaannya.Lalu dengan air mata yang mengambang di pelupuknya itu, ia bagaikan Aphrodite sang dewi cinta yang lahir dari buih.Akan tetapi, oh, sungguh, ia juga tampak bagaikan Medusa, wanita kutukan berambut ular yang meliuk-liuk dan mendesis.Sekali lagi, berdiri di hadapannnya ini, Gending ingin mengutuki Miss Widya dengan semua perbendaharaan kata yang ia miliki.Perempuan tak tahu diuntung!Tak tahu terima kasih!Tak mengenal budi!Tak bermoral!Egois!Arogan!Dan seterusnya, dan seterusnya..,Lalu, dari semua kata yang mengiang-ngiang di dalam benaknya itu, apakah ada satu, satu saja, yang keluar dari mulut sang ajudan?Tidak, tidak ada, sepatah pun.
**“Apakah Gending sudah tahu perihal perjodohan itu??” Batin Miss Widya cemas.Sungguh, di satu sudut dalam hatinya ia berharap Gending memang telah mengetahui, supaya ia tidak perlu lagi membongkar rahasia di balik surat itu.Akan tetapi, rupanya Gending berbicara ke arah yang sama sekali berbeda dari harapannya. Sang ajudan pun teruskan pembicaraannya..,“Alasan yang cukup kuat itu berdasar dari pengamatan yang saya lakukan selama ini, juga dari beberapa insiden kecil yang telah terjadi.”“Di mana pada akhrinya, saya berani mengmbil kesimpulan. Bahwa Miss berada dalam bahaya.”“Bahaya??” Miss Widya pun tercekat, memandangi Gending yang terus terpaku di depan jendela. “Iya, Miss.”“Bahaya apa?”“Saya mencurigai dua orang yang selalu mengintai Miss. Bahkan, jika intuisi saya benar, mereka berdua hampir mencelakai Miss sewakt
**Lalu dengan semua kecurigaan yang tanpa bukti itu, bagaimana caranya ia membuat Miss Widya ini percaya?“Miss..,” Ujar Gending kali ini lembut.“Sudah berapa lama saya mendampingi dan mengawal Miss?”Miss Widya hanya menunduk. Tangan kanannya menyangga kening, sementara tangan kirinya menotol-notolkan tisu ke ujung hidungnya.Sesekali ia masih terisak.Tak bisa dipungkiri memang, hari-harinya selama ini dengan Gending telah meninggalkan banyak kesan yang begitu kokoh di dalam hatinya.“Tidak terasa sudah hampir satu tahun ya Miss?”Miss Widya bungkam.“Apakah selama ini saya pernah meminta gaji?”“Tapi kamu sendiri yang bilang, hanya mau menjalankan amanah Abah Anom!” Sanggah putri Wibisono ini cepat.“Lalu dengan semua dedikasi yang telah saya berikan, tidakkah terdetik di dalam hati Miss untuk memberi saya sedikit apresiasi?”







