LOGIN**
Aku ingin segera menanyakan status Ibu Widya ini. Masih lajang-kah? Atau, sudah menikah-kah? Akan tetapi, menurut hematku itu tidak sopan.
Aku butuh banyak perbincangan terlebih dulu. Butuh pendekatan yang persuasif untuk menanyakan sesuatu yang berada di ranah pribadi itu.
Lagi pula, sekarang ini ia sedang gondok-gondoknya. Maksudku, sedang jengkel setengah mati. Ya karena aku, ya karena situasi, dan karena beberapa hal berikut yang selanjutnya ia pertanyakan padaku.
“Kamu ingat waktu dulu kita bertabrakan di sudut jalan? Hape yang saya pegang terjatuh. Buah melon yang sedang kamu pegang juga terjatuh, ingat?”
“Ingat, Bu,” jawabku pelan.
“Jujur ya, waktu itu saya marah sekali karena keteledoran kamu sewaktu berjalan.”
Kamu yang teledor! Sahutku dalam hati. Kamu yang berjalan tanpa melihat kanan-kiri, kamu yang berjalan sambil mengutak-atik ponsel!
Ibu Widya meneruskan kata-katanya.
**Satu bulan kemudian..,Gending masih belum juga mendapat kepastian, atau paling tidak sedikit gambaran, kapan kira-kira Miss Widya akan menikah. Hal itu kerap membuat ia uring-uringan tak menentu. Kadang, tanpa alasan yang jelas ia merasa gelisah. Perasaan itu menjadi memuncak ketika ia teringat janjinya pada Iroh dan Mikhail.Sewaktu mengambil jatah liburnya yang terbaru ini, ia dan Iroh bersama Mikhail pergi ke Cibinong. Mereka bersilaturahmi ke rumah paman Iroh, yang sesungguhnya merupakan saudara sepupu dari ayah Iroh.Sesuai dengan perbincangan mereka sebelumnya, di situ Gending melamar Iroh kepada keluarga sang paman. Lamarannya disambut dengan tangan terbuka. Disambut pula dengan uluran doa yang tulus.Disaksikan keluarga sang paman, Gending memakaikan cincin perak di jari manis Iroh. Lalu Iroh pun menyalami dan mencium tangan Gending sembari menitikka
**Setelah memasuki kamar Miss Widya membanting tubuhnya ke kasur. Rasa kesal yang tak tertahankan membuat ia menangis.Ada begitu banyak alasan yang membuatnya menangis itu. Salah satunya adalah, ia pun tidak tahu mengapa harus menangis!“Kurang ajar kamu, Gending!” Umpatnya dalam hati.“Tega sekali kamu memperlakukan aku macam begini!”Sedetik kemudian, sisi hatinya yang lain bertanya pula.“Memangnya apa yang telah dilakukan Gending padaku?”“Ah, dasar sialan kamu Mojo badut hello Kitty kuda lumping!”“Lumpiiiingg..!”“Bikin malu aku saja!”“Dasar kamu laki-laki tak tahu diuntung!”“Aku yang sudah steady cantik begini kamu cuekin!”“Bahkan kamu pun tak sudi memandang aku!”“Sesetia itukah kamu pada Iroh pacar kamu itu??”“Secantik dan sebaik apa sih Iroh
**“Atau kamu punya seseorang lain yang mau kamu jodohkan ke aku?” Tanya Miss Widya sembari bangkit, lalu berjalan pelan ke arah Gending.Satu.., dua.., langkah kakinya anggun, menapak di lantai dengan ritme yang acak dan sesekali gugup.Sementara di sisi Gending, ia memisuh-misuh di dalam hati.“Diancxuuuk..!”Mengapa?Karena kimono tipis dan transparan yang dipakai Miss Widya itu, rupanya telah bersekongkol dengan cahaya lampu, membiaskan sosoknya, hingga semua lekak-lekuk tubuh putri Wibisono itu tampak jelas di mata Gending.Satu.., dua.., langkah Miss Widya semakin dekat pada Gending. Hingga akhirnya ia pun berhenti tepat di depan sang ajudan. Cuma satu jengkal jaraknya.Miss Widya menengadah, menatap Gending yang pandangan matanya ia pertahankan tetap lurus ke depan, meski yang ia lihat hanyalah dinding.“Ada? Laki-laki lain yang mau kamu jodohkan dengan aku?” Tanya M
**Miss Widya memang telah mempersiapkan ini semua. Citra dan perbawa seorang ratu telah ia bangun malam ini, dan ia tunjukkan khusus untuk seoraang Gending.Ya, semuanya.Baju kimono tipis yang ia kenakan, riasan di wajah dan rambut yang tertata, termasuk cara duduknya yang bertopang kaki di sofa ini.Perihal es krim, ia menyantapnya dengan dua tujuan. Pertama, untuk mengatasi gugup.Lalu yang kedua, untuk menampilkan citra sensual lewat bibirnya yang basah akibat es krim.“Masak sih, Gending si kuda lumping itu tidak ada rasa tertariknya ke aku? Sedikit pun?” Pikir Miss Widya terus penasaran. “Bagaimana dia menatap aku, bagaimana dia berbicara dengan aku, seolah-olah aku ini perempuan yang biasa-biasa saja, tidak cantik dan tidak menarik.”“Dia mengaku setia ke Iroh pacarnya itu, hemm.., bagaimana kalau aku memberi kamu sedikit godaan?&
**Klingg..!“Ke sini.., aku punya sesuatu yang spesial untuk kamu..,”Membaca pesan dari Miss Widya ini mata Gending sampai terbelalak. Sedetik kemudian ia merasa tidak yakin dengan penglihatannya sendiri.Ia lalu mendekatkan ponselnya ke depan wajah, hingga nyaris menempel ke batang hidungnya sendiri. Ia pun membaca isi pesan lagi dengan pelan-pelan. “Spesial untuk kamu..” katanya dalam hati.“Apaan nih? Apa yang spesial?”Gending bangkit lagi dari posisi berbaringnya di kasur. Ia mengedarkan pandangannya ke seantero kamar, dengan pikiran yang ikut berputar liar.Nuansa malam pukul sebelas yang sunyi dan hening seakan menyungkupi dirinya dengan sebuah tabir tipis nan gelap.Saru! Pikirannya mulai kotor. Kemudian, ‘ke sini’, kata Miss Widya dalam pesannya barusan, maksudnya ke mana?Daripada terus berprasangka, Gending memutusk
**“Dia seorang perempuan, cantik, berkacamata.”“Namanya?” Tanya Gending sontak penasaran.“Nah, itulah yang bikin aku geregetan. Ternyata gurunya Mikhail lupa menanyakan nama perempuan itu.”“Hemm, sayang sekali.” Komentar Gending seketika lemas.“Iya, sayang sekali ya Mas. Padahal, aku juga kepengin kenal lho. Kalau ada nomor teleponnya aku pengin menghubungi dan mengucapkan terima kasih langsung ke dia.”“Yo wis, mau bagaimana lagi. Aku cuma bisa bilanng, apa pun motifnya dia menyimpan lukisan Mikhail itu, mudah-mudahan itu bisa membawa kebaikan untuk dia.”“Imbal baliknya untuk kebaikan Mikhail juga.”“Iya. Nah, kemudian, uangnya gimana?”“Nih, ada di aku.”“Kamu tabung ya. Untuk keperluan Mikhail nanti.”“Iya, Mas.”Obrolan Gending dan Iroh seputar lomba luki







