Share

Bab 76: Barok

Penulis: Ayusqie
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-07 00:03:41

**

“Lho?? Mas Mojo??”

Eeee.., apa-apaan ini?? Sumpah mati aku terkejut mendengar kata-kata preman berkalung rantai. Sepersekian detik aku sampai melongo, seakan tak percaya dengan pendengaranku sendiri.

“Kamu.., Mas Mojo??”

Nah lho, siapa dia? Tanyaku terus dalam hati.

Kok dia kenal aku?!

Aku belum menjawab, masih terkesima dengan sikap preman berkalung rantai yang mendadak menjadi ramah dan penuh sopan santun.

“Iya kan, kamu Mas Mojo?? Yang dulu tinggal di sel nomor 151 ?”

Haya salaaamm..! Dia pun tahu aku pernah mendekam di penjara dengan nomor sel 151.

Berarti, dia adalah.., sebentar, tunggu dulu.., sepertinya aku mengingat wajah preman berkalung rantai ini.

Namanya.., siapa namanya..? Alaaah.., aku lupa!

“Waduh, Mas, Maaaass.., saya kira siapa tadi. Mas kelihatan keren sekarang, pakai kacamata hitam, sampai-sampai saya pangling jadinya.”

Aku terseny

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 95: Jorok

    **“Iya? Kisah nyata?” Tanya Miss Widya lagi, sambil tersenyum-senyum menahan geli.“Kalau iya, kenapa? Dan kalau tidak, kenapa?” Tanyaku pula.“Kalau iya, saya jadi penasaran sama yang setengah meter di rumah itu, hahaha..!”Aku manyun.“Jorok,” ujarku pelan.Sekonyong-konyong Miss Widya mendekati aku, lalu dengan gemas ia mencubiti pangkal lenganku.“Kamu yang jorok, Gending! Hahaha..!”Ish, ish..! Sudah mulai mencubit dia!“Cerita kamu.., cerita kamu.., hahaha.., sumpah, kocak banget!”“Cara kamu bertutur juga enak. Sampai-sampai semua pentonton terbawa suasana.”“Pertama-tama, serius. Tapi endingnya, unpredictable, dan cerdas. Kamu bisa menceritakan sesuatu yang jorok tanpa membuat tema itu jorok.”Biasa saja, sahutku dalam hati. Aku hanya salah satu dari sekian banyak laki-laki yang kelak akan menceri

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 94: Tawa Yang Terlambat

    **Suasana perjalanan pulang yang membosankan, seperti hari kemarin, dan seperti hari-hari yang telah berlalu.“Entah sampai kapan rutinitas ini akan berakhir,” keluhku dalam hati.Aku sudah cukup hafal dengan rute yang kami lalui ini. Bahkan, aku sudah mengetahui berapa jumlah indxmaret dan alfxmaret sepanjang jalan dari kantor sampai ke rumah Acropolis.Termasuk, market mana yang paling disukai Miss Widya kalau mau mampir untuk membeli es krim.Saat ini, aku sedang memikirkan suatu keganjilan yang aku rasakan ketika turun dari panggung stand up di kantor tadi.Persisnya sebelum kakiku menjejak pada tangga portabel di samping panggung, aku melihat ada dua orang laki-laki yang sepertinya tidak asing dalam pandanganku.Setelah turun dari panggung, aku pun menolah-noleh, mencari keberadaan dua lelaki asing itu. Posisi mereka sedang berdekatan, tak jauh dari aku dan juga tak jauh dari panggung.Orang pertam

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 93: Setengah Meter

    **“Sekali lagi saya katakan, ini adalah kecelakaan. Saya tadi cuma mau membetulkan banner di belakang sini. Tapi tiba-tiba saya disuruh ber-stand up comedy.”“Saya tidak pandai melucu. Saya tidak punya perbendaharaan kata kocak, atau pun kisah-kisah yang menggelitik.”“Tapi demi menghargai rekan-rekan panitia dari Arung Tower dan semua rekan pekerja di sore yang berbahagia ini, lebih-lebih demi menyambut hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 77, saya akan menceritakan sebuah kisah.”“Jangan harap kisah ini akan lucu. Oh, tidak. Ini bukan kisah lucu. Salah sendiri, siapa juga yang menyuruh saya jadi peserta.”“Baiklah, bagi sebagian orang kisah ini mungkin suatu ironi. Tapi bagi saya pribadi, ini adalah sebuah tragedi.” Para penonton mulai terdiam. Suasana mendadak menjadi lengang. Tidak ada yang tertawa.Tidak ada yang tersenyum. Semua wajah se

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 92: Jangan Tertawa

    **Angin semilir yang berembus aku nikmati bersamaan dengan celotehan stand up comedian di atas panggung itu.Aku ikut tertawa bersama ratusan orang sambil sesekali melirik ke arah Miss Widya.Sekitar tujuh menit kemudian peserta stand up mengakhiri materinya. Tepuk tangan yang meriah menyambut dia yang turun dari panggung.Plok, plok, plok!Rupanya, momen itu bersamaan dengan angin yang kali ini berembus sedikit lebih kencang, hingga mengakibatkan beberapa banner di atas panggung pun tumbang. Aku berharap, ada seseorang dari panitia yang cepat tanggap untuk naik dan membenahi kembali tatanan dekor panggung.Sementara sang MC yang tengah menghadap penonton tidak menyadari tumbangnya banner-banner itu.“Baiklah, sekarang kita menuju ke peserta berikutnya, yaitu Bapak Johansyah Ranggi, dari PT Duta Sarana Gemilang..!”“Saya harus menyebut dengan menggunakan kata ‘bapak’, karena yang ber

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 91: Berarti Cuma Saya

    **“Kamu yang berharap dapat bonus tapi kenyataan targetnya minus.., selamat soreee..!”“Selamat soreee..!” Penonton pun semakin bersemangat.“Kamu yang berharap dapat cuti tapi dapatnya lembur sampai pagi.., kamu yang berharap dapat insentif tapi kasbon di kantin semakin menjepit..,”“Kamu yang sering mengecek saldo di bulan tua.., kamu yang kaya di tanggal satu tapi jatuh miskin lagi di tanggal dua..,”“Kamu yang tunjangannya cuma dapat BPJS.., kamu yang hasil kerjanya dicaplok oleh atasan.., kamu yang ditelikung sama teman sepekerjaan.., kamu yang kepengin menyantet bos..,” “Eh, eh, eh.., mudah-mudahan bos saya tidak menonton di sini.”“Astagfirullahal adziiiiiim., ternyata bos saya ada di sini!”“Mohon maaf, Pak, mohon maaf, di sini saya hanya bercanda Pak.., hehehe.., tentang sant

  • Jagoan Kampung Merantau Ke Kota   Bab 90: Stand Up Comedy

    **Suatu pagi, aku tersenyum dalam perjalanan turun menggunakan lift.“Mikhail sudah mulai sekolah, Mas.”Tentu saja aku gembira membaca pesan chat dari Iroh ini. Ia kemudian mengirim sebuah foto kepadaku.Dalam foto ini tampak Iroh dan Mikhail sedang berpose di depan sebuah sekolah yang bentuk bangunannya segera aku kenali.Sekolah Luar Biasa ini terletak tidak jauh dari day care tempat Mikhail dititipkan. Di sekolah ini ada dua tingkatan, yaitu TKLB dan SDLB.“Untuk 17 Agustusan nanti, kamu mau ikut lomba apa, Gending?”Pertanyaan Mbak Vera itu membuat aku mengalihkan perhatian dari ponsel yang kupegang pada dirinya.Kami berdua akan pergi ke sebuah kantor rekanan perusahaan. Kali ini aku yang menyopiri Mbak Vera karena kebetulan sopir kantor sedang on duty bersama salah seorang staff purchasing.Belum sempat aku menjawab, rupanya lift yang kami tumpangi ini lebih dulu menyahut dengan suaranya,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status